Bisnis produk digital, sumber gambar: Canva
Likes
Ketika kamu sedang buka-buka media sosial, mungkin kamu akan menemukan iklan yang isinya adalah produk digital. Mungkin yang dipromosikan di situ adalah template Powerpoint, template Canva, software kirim WA massal, video tutorial cara jualan di Shopee, video panduan TikTok ads, dan lain sebagainya. Bentuk iklannya pun ada yang gambar, ada pula yang video.
Nah, saat kamu melihat iklan-iklan tersebut, bagaimana perasaan kamu? Iklan produk digital itu memang semakin banyak saja sekarang. Dan, saking banyaknya, akhirnya malah jadi murah meriah hingga terjadi persaingan harga.
Kalau sudah perang harga, memang bisa lebih mengerikan daripada perang dunia. Sebab, urusan dunia yang dipertaruhkan, lebih tepatnya urusan dapur yang bisa menjadi korban.
Perang harga memang tidak bagus. Soalnya, nanti akibatnya adalah menggerus keuntungan. Mungkin awalnya kamu untung seratus ribu dari produk digital yang kamu jual. Namun, karena orang lain jual lebih murah, maka kamu pun ikut-ikutan.
Keuntungan pun terpangkas menjadi lima puluh ribu. Makin terpangkas lagi jika ada orang lain yang jauh lebih murah. Mau sampai kapan hal itu akan terus terjadi? Sementara kamu butuh mengumpulkan keuntungan itu untuk operasional bisnismu selanjutnya.
Perang harga sebisa mungkin dihindari. Jika ada orang yang menjual sampai empat ribu rupiah di marketplace, maka jangan kasih harga seribu rupiah.
Baca Juga: Bisnismu Terkendala Ongkir? Ini Dia Solusinya!
Calon konsumen akan berpikir, ini murah sekali, nggak sekalian gratis saja, Mas? Atau lebih ekstrim lagi, kamu kasih gratis, plus kasih uang saku buat pembelimu itu. Kan jadi hancur-hancuran to?
Harga boleh lebih mahal, dengan syarat kamu berikan penawaran lebih. Misalnya, ada garansi uang kembali 200 persen. Jika produk digital tersebut eror, maka selain pembeli dapat uangnya kembali, juga dapat uang tambahan dari kamu. Ini contoh saja lho.
Atau bisa juga membuka ruang konsultasi khusus, tidak lewat Zoom, tetapi lebih privat. Lewat Skype misalnya. Saya pernah membeli sebuah produk digital, si penjualnya membuka ruang konsultasi empat mata. Tinggal bikin jadwal, dan itupun gratis. Biayanya sudah termasuk harga belinya.
Jika kamu terjebak pada perang harga, maka citramu sebagai pengusaha murahan akan muncul juga. Sebab, setiap produk itu memang ada jodohnya masing-masing. Meskipun kamu dapat jodohnya lama karena mungkin belum laku-laku, tetapi produk itu akan ada pembelinya sendiri.
Jadi, kalau kamu jual murah, ya, jodohnya pembeli yang maunya beli yang murah-murah, kalau bisa malah gratis. Jika dijual lebih mahal, semoga ada juga pembelinya. Mungkin malah orang luar negeri yang lebih menghargai kualitas dan kerja kerasmu.
Hal yang Jangan Dilakukan
TikTok adalah media distribusi konten yang luar biasa. Jutaan video bisa muncul setiap hari, dari berbagai negara yang menggunakan aplikasi ini. Sementara di Indonesia sendiri pun, mungkin ribuan video bisa tampil di berandamu dan itu dikatakan video FYP.
Aneka niche memang ada di TikTok. Ada yang membahas tentang dakwah Islam, bisnis, digital marketing, buku, memasak, parenting, kesehatan badan, kesehatan gigi, konstruksi bangunan, dan lain sebagainya.
TikTok awalnya adalah media yang identik dengan joget-joget. Banyak yang memprotes media ini karena itu tadi, joget-joget. Padahal, kalau mau cari joget-joget, tidak hanya TikTok.
Nyatanya, di Facebook ada, Instagram juga iya, YouTube lebih banyak lagi, dan tentu saja acara pesta yang mengundang biduan dangdut, wah, itu lebih joget-jogetnya! Jadi, salah sangka kalau cuma di TikTok ada joget-joget.
Jika ada orang yang mau berbisnis produk digital, maka TikTok bisa menjadi saluran yang tepat. Maksudnya di sini adalah pembelajarannya. Tetap harus ada namanya ATM (Ambil, Tiru, Modifikasi). Bukan dicontoh plek.
Baca Juga: Ketahui Perbedaan SEO dan SEM dalam Dunia Digital Marketing!
Ternyata, hal tersebut memang terjadi. Seorang internet marketer yang pernah saya beli lumayan banyak produknya, bercerita bahwa video-videonya di TikTok didownload oleh orang lain, lalu dijadikan sebuah produk digital dan dijual pula. Internet marketer tersebut mengatakan, "Cari uang sampai segitunya!"
Saya pun ikut merasakan keprihatinannya. Dia sudah mencoba banyak sharing seputar bisnis online dan digital marketing melalui TikTok, tanpa ada unsur jualan di situ, ternyata malah orang lain yang menjualnya.
Memang sih, ketika video kita diunggah di TikTok, maka itu sudah jadi milik umum, milik publik. Semua orang boleh menikmati, semua orang boleh memberikan tanggapan.
Namun, ketika sudah dijual dari hasil download, lalu dijadikan produk digital, maka itu namanya mengeruk keuntungan pribadi. Ya, mencari keuntungan untuk dirinya sendiri. Konten orang lain dijadikan konten sendiri secara membabi buta.
Tanpa izin, tanpa bilang permisi, tahu-tahu sudah jadi saja produk digital tersebut. Saya yakin juga diberikan harga yang sangat murah demi mendapatkan banyak pembeli. Lha wong dapatnya juga bukan hasil punya sendiri, kok!
Sebenarnya, meskipun namanya produk digital yang tanpa ongkos kirim seperti produk fisik, tetap ada yang namanya lisensi. Perhatikan lisensinya, produk digital yang kita beli itu, apakah personal atau bisa dijual kembali?
Kalau berupa produk PLR alias Private Label Rights, maka bisa dijual kembali dan diatasnamakan diri kita. Bisa diganti logo dan namanya. Makanya, harga produk digital lisensi PLR lebih mahal daripada yang personal.
Terus, jika ada konten-konten yang menarik bagi kita, lalu ingin dijadikan produk kita, caranya bagaimana? Ya, bisa dengan mencatat materinya, lalu buat video kita sendiri. Atau dijadikan ebook dan diberikan tambahan-tambahan materi dari kita.
Tidak ada hal yang baru di dunia ini kok, tidak ada hal yang baru di bawah matahari, semuanya sudah ada. Yang belum ada adalah hasil dari yang sudah ada itu.
Berbisnis produk digital memang oke di masa sekarang. Namun, perhatikan juga etikanya. Kita hidup di dunia ini tidaklah sendiri. Masing-masing orang juga butuh makan. Darimana makan kalau bukan dari penghasilan?
Namun, jika kita bisa berbisnis dengan lebih baik, maka hasilnya akan lebih berkah, meskipun dari hitungan rupiah, tidak banyak. Bukankah keberkahan yang lebih diutamakan karena menyambungnya tidak hanya di dunia ini, tetapi juga akhirat?
Punya opini atau tulisan untuk dibagikan juga? Segera tulis opini dan pengalaman terkait investasi, wirausaha, keuangan, lifestyle, atau apapun yang mau kamu bagikan. Submit tulisan dengan klik "Mulai Menulis".
Submit artikelnya, kumpulkan poinnya, dan dapatkan hadiahnya!
Gabung juga yuk di komunitas Telegram kami! Klik di sini untuk bergabung.
Tulis Komentar
Anda harus Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.