Ilustarasi foto sejumlah orang memegang smartphone - scyther5
Likes
Be-emers sadar enggak sih kalau sekarang jualan smartphone itu laris banget bak jualan kacang goreng.
Soalnya nih nyarinya gampang banget. Mulai dari yang jualan lewat online, sampai yang di konter-konter kecil.
Belum lagi, produsen dan tipe smartphone itu ada banyak banget. Ini nih yang bikin persaingan makin ketat. Mulai dari spesifikasi hingga harga.
Nah, bahkan ada kelas-kelasnya untuk mengkategorikan smartphone berdasarkan harganya.
Smartphone kelas Low-end di kisaran harga Rp1 juta sampai Rp2 juta. Ini cocok buat yang pengen beralih dari feature phone ke smartphone.
Beranjak ke harga Rp2 juta sampai Rp5 juta masuk golongan Middle-range. Di harga segini, Be-emers udah bisa dapat Smartphone dengan kulitas yang lumayan lah.
Kalau mau yang lebih mumpuni, perlu nyiapin uang Rp5 juta sampai Rp8 juta untuk beli smartphone di kelas Middle-range to High.
Sedangkan kalau mau cari level smartphone premium atau kelas High-end dari setiap brand, siapin aja uang Rp8 juta ke atas ya.
Cepet Banget Muncul Smartphone Baru, tapi Spesifikasi & Harga Mirip-mirip
Kalau ngomongin dari strategi penjualan, rasanya makin ke sini makin sering banget ya produsen ngerilis smartphone dalam waktu deketan.Padahal kan, kalau pilihan smartphone di pasaran lebih banyak bukannya justru bikin bingun konsumen ya?
Selain waktu rilisan yang dekat, spesifikasinya juga mirip-mirip, harganya pun enggak jauh beda.
Ini nih yang bikin banyak konsumen justru galau sampe enggak jadi beli-beli smartphone karena takut nyesel.
Soalnya, bisa aja pas udah beli ternyata ada rilisan baru dengan spesifikasi lumayan bagus tapi harga lebih murah.
Kalau secara normatif, alasan produsen sering rilis smartphone dalam waktu deketan karena sekarang udah enggak jamannya satu tipe smartphone bisa dijual dalam waktu lama.
Soalnya, sekarang teknologi terus berkembang dengan cepat, otomatis intensitas brand saling sikut-sikutan buat mengembangkan smartphone dengan kualitas dan harga kompetitif.
Selain itu, umur satu smartphone ke smartphone berikutnya yang singkat juga untuk memikat konsumen yang mudah bosan dan penggila gadget aja.
Padahal nih, penjualan singkat dan jumlah produksi yang enggak terlalu banyak justru bikin modal produksi lumayan mahal.
Nah, buat menyiasati itu, maka dibuatlah model smartphone yang mirip-mirip untuk varian berikutnya. Paling yang diupgrade cuma dikit-dikit, sehingga smartphone sekarang bentuknya mirip-mirip.
Umumnya, produsen smartphone hanya melipatgandakan resolusi kamera, memori internal, ukuran RAM, kapasitas baterai, maupun prosesor.
Apa Enggak Rugi Sering Ngerilis dalam Setahun?
Pada tahun 2000 sempat muncul penelitian berjudul 'Ketika Pilihan Menurunkan Motivasi: Dapatkah Seseorang Menginginkan Terlalu Banyak Hal Baik?'Penelitian tersebut menunjukkan kalau kecil kemungkinan konsumen bakal beli ketika mereka dihadapin dengan terlalu banyak pilihan.
Kenapa bisa begitu? Soalnya, terlalu banyak pilihan justru bikin konsumen cemas. Setelah mutusin buat milih, bakal muncul kekhawatiran bila yang dipilih ternyata salah.
Bener kan, Be-emers. Banyak pilihan justru bikin konsumen bingung dan serba salah kalau mutusin pilihan yang enggak tepat.
Misalnya saja ya dalam beli smartphone. Kalau mau sabar atau jeli aja, pasti bisa dapet barang dengan spesifikasi dan harga yang bagus.
Ngeselinnya nih, ternyata muncul penelitian lain berjudul 'Pilihan Berlebihan: tinjauan Konseptual dan Meta-analisis' pada 2016.
Penelitain ini mengidentifikasi kalau kemampuan dalam memilih yang lemah justru dapat meningkatkan penjualan. Kok bisa ya?
Penelitian tersebut mencatat ada 4 dampak utama dari ada banyaknya pilihan. Hal tersebut meliputi kompleksitas set pilihan, kesulitan mengambil keputusan, ketidakpastian preferensi, dan tujuan keputusan.
Nah, menurut Digital Trends, ada 2 hal yang relevan dengan bagaiman model penjualan smartphone saat ini bekerja. Pertama adalah kompleksitas set pilihan dan kedua adalah kesulitan mengambil keputusan.
Dengan kata lain, dampak dari dua hal ini adalah produsen smartphone justru diuntungkan ketika ada banyak produk di pasaran karena membuat konsumen kesulitan dalam melakukan perbandingan.
Jadi, kalian sudah tahu dong kenapa kalau smartphone rusak atau lemot dikit solusinya ganti baru aja. Soalnya, konsumen mikir ya mending ganti dengan model baru. Toh harganya juga enggak jauh beda.
Mengenal Project Ara Besutan Google
Padahal, Google sempat punya ide buat ngubah cara konsumen ngebeli smartphone lho. Ide itu diwujudkan lewat Project Ara yang bertujuan mengembangkan smartphone modular pada 1 April 2013.
Smartphone modular adalah ponsel pintar yang sejumlah komponennya dapat dibongkat pasang.
Tujuan model smartphone ini buat ngurangin limbah elektronik, menurunkan biaya perbaikan, dan tentu saja ningkatin kenyamanan pengguna.
Simpelnya, pengguna dapat ngecustom smartphone mereka. Mulai dari baterai, kamera, GPS, memori internal, RAM, bahkan sampai prosesor. Kayak lego yang bisa dibongkar pasang gitu.
Jadi, konsumen bisa upgrade hardware smartphone agar tetap bisa relevan dengan software terbaru.
Konsep macam ini memang bisa bikin harga ponsel lebih murah, tapi tetap nguntungin bagi produsen. soalnya, kan bisa jualan aksesoris hardware smartphone lebih banyak.
Terus gimana realisasai dari Project Ara? Ketika dieksekusi, ternyata ide bikin smartphone modular terbukti cukup sulit untuk diproduksi dan enggak pasti buat dipasarin.
Google pun akhirnya ngasih konfirmasi bahwa Project Ara dibekukan pada 2 September 2016. Sejauh ini nih, yang hampir mendekati ide smartphone modular adala Motorola Z.
Saran Kalau Berencana Beli Smartphone
Sebelum mutusin beli smartphone merek A atau B, saran buat Be-emers harus cukup ngerti soal jeroannya.Soalnya, dari sini kita bisa ngebandingin apakah smartphone tersebut layak dibeli dengan spesifikasi dan harga tersebut atau enggak.
Lalau, apa saja spesifikasi dari smartphone yang perlu diperhatikan?
Pertama, perhatikan prosesor atau chipset yang diusung. Buatan Qualcomm, Mediatek, atau Exynos? Kedua, seberapa besar kapasitas memori internal dan RAM yang ditawakan?
Ketiga, pastikan ukuran dan resolusi layar serta kualitas kacanya . Keempat, mau kamera seperti apa? Apakah yang punya resolusi tinggi, dilengkapi stabilizer OI, atau kualitas video sudah 4K?
Kelima, desain smartphone ingin yang seperti apa? Bezel-less dengan sentuhan poni atau sekalian yang layar lipat?
Keenam, Be-emers lebih terbiasa dengan sistem operasi Android atau iOS? Atau justru lebih tertarik menjajal sistem operasi Hongmeng yang diusung Huawei.
Catatan penting, hal yang harus dihindari saat berencana beli smartphone adalah jangan terlalu percaya dengan iklan.
Telusuri lebih dalam seperti apa spesifikasi dari smartphone tersebut. Perbanyak cari informasi sebelum memutuskan untuk beli.
Selain itu, apakah Be-emers benar-benar butuh smartphone dengan harga atau spesifikasi setinggi itu? Kalau cukup dengan harga standar, kenapa harus cari yang mahal?
Be-emers juga haru bisa nentuin kapan waktu yang tepat dalam beli. Soalnya nih, siapa tahu aja setelah tiga atau lima bulan rilis harga smartphone tersebut justru turun.
Terkahir, beli baru atau ganti smartphone itu pas duitnya sudah ada aja ya. Jangan sampe malah enggak makan sebulan gara-gara buat beli smartphone.
Komentar
16 Aug 2023 - 14:57
Inilah sebenarnya yang membuat jadi konsumtif, selalu saja mau beli HP baru. Kalau saranku sih, selama yang lama masih bagus, masih kinclong, dan berfungsi dengan baik, untuk apa ganti baru, ya 'kan? Buang-buang uang saja. Lebih baik untuk belajar, misalnya beli buku atau kursus online.