Bullying di Perguruan Tinggi: Penyebab dan Upaya untuk Mencegahnya!

Kasus Bullying yang terjadi di sekolah atau kampus perlu disudahi dan diantisipasi (Gambar: Freepik)

Like

Bullying tidak hanya terjadi di sekolah-sekolah dasar atau menengah, tetapi juga di perguruan tinggi. 

Meski lingkungan perguruan tinggi diharapkan menjadi tempat yang lebih dewasa dan aman, kenyataannya, banyak mahasiswa yang masih mengalami bullying

Tantangan menghindari kasus bullying di perguruan tinggi tidaklah mudah karena bentuk bullying dapat bervariasi, mulai dari yang fisik, verbal, hingga cyberbullying

Oleh karena itu, penting bagi seluruh elemen perguruan tinggi untuk memahami dan mengimplementasikan langkah-langkah pencegahan serta cara menghadapinya.

Baca Juga: Mengatasi Permasalahan Bullying: Upaya Pencegahan dan Memberikan Efek Jera


Bentuk-Bentuk Bullying di sekolah atau di Perguruan Tinggi

Bullying di perguruan tinggi atau sekolah dapat terjadi dalam berbagai bentuk:

1. Bullying Verbal 

Tindakan ini meliputi penghinaan, komentar merendahkan, dan intimidasi verbal. Pelaku sering kali menggunakan kata-kata untuk merendahkan atau mengontrol korbannya.

 

2. Bullying Fisik

Meskipun jarang, kekerasan fisik juga dapat terjadi di perguruan tinggi. Ini bisa meliputi pemukulan, penamparan, atau dorongan.
 

3. Bullying Sosial

Bentuk ini sering terjadi dalam bentuk pengucilan sosial, penyebaran rumor, atau sabotase hubungan sosial korban.
 

4. Cyberbullying

Dengan meningkatnya penggunaan media sosial, cyberbullying menjadi salah satu bentuk bullying yang paling umum di perguruan tinggi. Ini bisa melibatkan penghinaan atau pelecehan yang dilakukan melalui platform online.

Baca Juga: Perundungan Mahasiswa PPDS, Bagaimana Cara Efektif untuk Menghentikannya?

 

Tantangan Menghindari Bullying di Perguruan Tinggi

Menghindari kasus bullying di perguruan tinggi menghadirkan berbagai tantangan. 

Pertama, peran hierarki dalam organisasi mahasiswa sering kali memperburuk situasi. Senioritas seringkali digunakan sebagai dalih untuk mendominasi atau menindas mahasiswa baru. 

Kedua, stigma sosial terhadap korban bullying yang dianggap lemah atau tidak mampu membela diri membuat banyak korban enggan melapor. 

Ketiga, kurangnya perhatian dari pihak kampus dalam menangani kasus bullying, terutama jika tidak ada bukti yang jelas atau jika pelakunya adalah mahasiswa yang berprestasi.