Mengenal Cornelis Chastelein, Tuan Tanah Belanda yang Bebaskan Kaum Budak di Depok

Ilustrasi Depok Tempo Dulu (Sumber gambar: Pinterest)

Ilustrasi Depok Tempo Dulu (Sumber gambar: Pinterest)

Like

Jika berbicara tentang Depok pasti yang sering teringat adalah peristiwa atau fenomena yang unik-unik seperti kasus Covid-19 pertama kali ditemukan di Indonesia.

Lalu ada juga fenomena penampakan beberapa hal bernuansa mistis seperti kolor ijo, pocong, tuyul, hingga babi ngepet. 

Namun di antara itu semua Be-emers sudah tahu belum jika pada zaman Belanda dulu Depok sudah memiliki presiden sendiri?

Nah berikut adalah sekilas history tentang Kota Depok Lama dan awal mula hadirnya kepala negara Depok berdasarkan informasi dari agenda walking tour bersama Jakarta Good Guide. 

Bermula dari seorang saudagar kaya raya dari Belanda bernama Cornelis Chastelein yang membeli tanah di Depok dengan luas 1.244 hektar di akhir abad ke-17.


Pada saat itu wilayah Depok diketahui sebagai tanah partikelir atau wilayah yang bukan bagian dari Pemerintahan Kolonial Belanda. 
 

Tugu Cornelis Chastelein dan Lukisan Wajah Cornelis Chastelein, seorang saudaga kaya dari Belanda yang membebaskan 200 budak pekerja di Depok/Pinterest

Tugu Cornelis Chastelein dan Lukisan Wajah Cornelis Chastelein, seorang saudaga kaya dari Belanda yang membebaskan 200 budak pekerja di Depok/Pinterest


Selain di Depok, Chastelein juga diketahui membeli tanah di sekitar Batavia yakni di Srengseng yang sekarang dikenal dengan Lenteng Agung dan Weltevreden-area sekitar Gambir hingga Pasar Senen. Lalu ada juga 2 bidang tanah di sebelah barat Tjiliwoeng yakni di daerah Mampang dan Karang Anjer. 

Jika di Weltevreden, Chastelein membangun penggilingan tebu dan menanam kopi, maka untuk tanah di Srengseng dan Depok lebih banyak ditanami buah-buahan dan rempah seperti jeruk mandarin, nangka, sirsak, indigo, cokelat, buah ara, dan belimbing.

Bahkan hingga kini Depok dikenal sebagai kota penghasil belimbing dengan varietas belimbing dewa dengan ukuran yang besar dan rasa yang manis. 

Untuk mengurus tanah dan perkebunan di Depok, Chastelein mendatangkan sebanyak 200 budak dari luar pulau Jawa yang kemudian disebut sebagai orang Depok Asli, sedangkan para penduduk yang sudah turun temurun tinggal di Depok dengan status menyewa disebut dengan orang Depok Asal. 

Baca Juga: Fakta tentang Kecelakaan Maut Bus di Subang Tewaskan 11 Orang
 


Awal Mula Sebutan 'Bule Depok

Para budak pekerja di Depok yang berasal dari Bali, Benggala, Ambon, Sunda dan Makassar tidak serta merta bekerja secara kasar dan mendapatkan tekanan untuk bekerja secara paksa.

Justru Chastelein membebaskan mereka dari sistem perbudakan sehingga muncul sebutan 'anak-anak Chastelein' yang terdiri dari dua belas marga.  

Dua belas marga dari pada budak yang dibebaskan oleh Chastelein yakni marga Bacas, marga Isakh, marga Jacob, marga Jonathans, marga Joseph, marga Laurens, marga Loen, marga Leander, marga Samuel, marga Soedira, marga Tholense, dan marga Zadokh.

Nama-nama marga tersebut terukir pada pintu-pintu di gereja GPIB Immanuel Depok yang juga merupakan gereja tertua di Depok. Dari kedua belas marga inilah bermula sebutan yang kita kenal sebagai 'Bule Depok'
 

Nama-nama kedua belas marga dari mantan budak Chastelein/Dokumen Pribadi

Nama-nama kedua belas marga dari mantan budak Chastelein/Dokumen Pribadi


Cornelis Chastelein meninggal dunia di Depok pada 28 Juni 1714 di umur 56 tahun. Pada surat wasiatnya, Chastelein menuliskan untuk mewariskan tanah pertanian kepada kedua belas marga tersebut secara adil.

Selain tanah, Chastelein juga mewariskan bangunan sekolah, gereja, rumah sakit, pemakaman, pastori atau rumah tinggal untuk pastor, dan lapangan sepak bola.