Be-emers, tanggal 10 Oktober diperingati sebagai hari kesehatan mental sedunia. Kesehatan mental yang terganggu akibat media sosial (medsos) itu memang beneran ada!
Penulis sebenarnya bukan orang yang aktif di medsos. Aktif dalam artian
scroll, baca postingan, komentar postingan, dan lain-lain. Tetapi kalau upload, tetap iya, misal upload foto di Instagram, reels di Instagram, Facebook, video di YouTube, tetap.
Ada seabreg alasan kenapa penulis kurang aktif di medsos. Pertama, di Facebook ada mantan (eh curhat!). Kedua karena waktunya habis untuk bekerja. Ketiga karena punya sedikit waktu jadi ingin mengurus dan berkumpul dengan keluarga. Keempat karena tidak suka kalau ponsel jadi berat karena terlalu banyak pasang aplikasi. Kelima, dan karena-karena yang lain.
Hanya, karena
seabreg alasan yang lain lagi, akhirnya penulis memutuskan untuk memasang kembali aplikasi-aplikasi medsos dan mulai aktif lagi. Alasan ini antara lain harus membagi tulisan yang dibuat oleh penulis ke berbagai media sosial tersebut, untuk personal branding, mencari informasi, untuk jualan, dan lain-lain.
Baca Juga: Mengapa Kesehatan Mental jadi Topik yang Sangat Penting bagi Gen Z?
Membuka Media Sosial dalam Waktu yang Singkat tetapi sangat Terganggu Kesehatan Mentalnya
Sayangnya Be-emers, ketika penulis sedang membuka medsos-medsos tersebut, baik hanya untuk membagi hasil tulisan atau pun mencari informasi yang sedang hangat, seringkali penulis melihat hal-hal yang sangat tidak menyenangkan hati dan mengganggu kesehatan mental.
Padahal, waktu yang digunakan penulis untuk membuka medsos tersebut tidak lama lho, biasanya di bawah tiga menit.
Ada kalanya urusan rumah tangga diunggah di medsos. Dan menurut penulis urusan rumah tangga tersebut sudah terlalu vulgar untuk diunggah di medsos. Misalnya besarnya rupiah nafkah dari suami, diunggah ke medsos.
Urusan kamar diunggah ke medsos. Urusan perselingkuhan diunggah di medsos. Urusan pelakor diunggah di medsos. Beneran deh, bikin sakit mental nggak sih?
Masalah semakin diperburuk karena banyak karya-karya novel sekarang yang temanya adalah tema keluarga yang menakutkan seperti perselingkuhan, pelakor, perceraian,
Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), dan sebagainya. Yang rata-rata cuplikan dari novel tersebut diunggah di media sosial, benar kan?
Masih belum selesai nih, Be-emers. Masalah semakin runyam karena demi mengejar viral, mohon maaf bagi para konten kreator yang seperti ini yang kebetulan membaca, banyak dari para konten kreator yang memotong video para artis, diedit, dan diberi komentar, yang rata-rata videonya kurang mendidik. Seperti perkelahian, pamer kekayaan, kembali lagi ke perselingkuhan, perceraian, dan lain-lain.
Ya memang ada konten yang mendidik dan menghibur dan itu, dalam agama pastinya dapat pahala. Tetapi sayangnya ada banyak, bahkan ribuan, konten yang akhirnya membuat yang menonton atau membaca itu menjadi jengkel, sedih, tegang, marah, stress, dan intinya penulis merasa mentalnya jadi tidak sehat gara-gara itu.
Idealnya sih ya, kalau menurut penulis, penulis berharap konten itu ya kalau bisa menghibur, kreatif, mengedukasi, memberi ide, manfaat, memberi solusi. Atau paling tidak yang lucu, yang membuat penonton tertawa, itu kan sudah berpahala juga ya. Asal lucunya tetap beretika.
Tulis Komentar
Anda harus Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.