Doom Spending, Mengapa Bisa Terjadi?

Doom spending adalah fenomena menghabiskan uang padahal kondisi keuangan sedang tidak pasti Sumber:Pexels

Doom spending adalah fenomena menghabiskan uang padahal kondisi keuangan sedang tidak pasti Sumber:Pexels

Like

Di era modern yang serba cepat, stres dan tekanan hidup telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Berbagai tantangan finansial, sosial, dan emosional membuat banyak orang mencari pelarian untuk meredakan ketegangan yang mereka alami.

Salah satu fenomena yang muncul sebagai respons terhadap tekanan ini adalah doom spending—kecenderungan untuk belanja berlebihan sebagai bentuk koping stres.
 

Pengertian Doom Spending

Istilah doom spending merujuk pada perilaku konsumen yang cenderung mengeluarkan uang secara berlebihan saat merasa cemas atau tertekan, tanpa mempertimbangkan dampak finansial jangka panjang.

Biasanya, perilaku ini diperparah oleh perasaan ketidakpastian tentang masa depan, seperti yang banyak terjadi selama masa pandemi, resesi, atau krisis global lainnya. Belanja menjadi cara instan untuk mencari kepuasan atau kenyamanan, meskipun hanya bersifat sementara.

Baca Juga: 3 Cara Mencegah Terjadinya Doom Spending

 

Mengapa Doom Spending Terjadi?

Perilaku doom spending didorong oleh beberapa faktor psikologis yang saling berkaitan:
  • Stres dan kecemasan: Saat seseorang merasa cemas tentang masa depan atau tertekan oleh masalah yang dihadapinya, mereka sering mencari cara untuk melepaskan beban tersebut. Belanja menjadi salah satu cara yang mudah diakses dan menawarkan hiburan singkat.
  • Perasaan kehilangan kontrol: Ketika hidup terasa tak terkendali, belanja bisa memberikan ilusi kendali atas sesuatu, yaitu pilihan untuk membeli. Ini adalah cara seseorang merasa memiliki kekuasaan dalam situasi yang tidak pasti.
  • Hormon kebahagiaan: Belanja dapat memicu pelepasan hormon dopamin, yang memberikan perasaan senang atau puas. Meskipun efek ini bersifat sementara, banyak orang terus mengulanginya untuk mempertahankan perasaan tersebut.
  • Media sosial dan budaya konsumerisme: Media sosial sering kali menampilkan gaya hidup glamor dan konsumeris, yang menciptakan tekanan untuk "ikut tampil" atau memiliki barang-barang tertentu. Akibatnya, banyak orang terjebak dalam kebiasaan doom spending sebagai cara untuk memenuhi ekspektasi sosial ini.