Doom Spending, Konsumtif atau Masalah Emosional?

Doom spending jadi masalah emosional dan finansial bagi gen z Sumber:Pexels

Doom spending jadi masalah emosional dan finansial bagi gen z Sumber:Pexels

Like

Generasi Z, yang tumbuh bersama kemajuan teknologi dan media sosial, menghadapi tantangan unik dalam hal keuangan. Salah satu fenomena yang muncul di kalangan mereka adalah doom spending-kebiasaan menghabiskan uang secara berlebihan untuk menghadapi tekanan emosional atau kecemasan tentang masa depan.

Doom spending telah menjadi sorotan karena berkaitan erat dengan gaya hidup konsumtif dan kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan instan.

Tetapi, apakah ini sekadar gejala dari konsumerisme berlebih, atau ada faktor lain yang memicunya?


Apa Itu Doom Spending?

Doom spending secara sederhana dapat dijelaskan sebagai tindakan impulsif berbelanja sebagai pelarian dari perasaan stres, kecemasan, atau ketidakpastian hidup.

Di kalangan Gen Z, perilaku ini sering terlihat sebagai cara untuk mengalihkan perhatian dari berbagai tantangan, seperti tekanan akademis, karir, atau bahkan masalah sosial dan personal.

Bagi sebagian orang, belanja dapat menjadi pelipur lara sementara yang membantu mereka merasa lebih baik, meskipun seringkali hanya bersifat sementara dan menimbulkan penyesalan setelahnya.


Baca Juga: 9 Penyebab Doom Spending dan Cara Menghadapinya

Peran teknologi dan media sosial dalam memfasilitasi perilaku doom spending juga tidak bisa diabaikan. Akses mudah ke e-commerce, diskon besar yang sering diiklankan, dan budaya "FOMO" (fear of missing out) yang diperkuat oleh media sosial membuat Gen Z lebih rentan terhadap godaan untuk terus berbelanja, meskipun mereka sebenarnya tidak membutuhkan barang-barang tersebut.
 

Konsumerisme Berlebih atau Kebutuhan Emosional?

Pertanyaannya sekarang, apakah doom spending di kalangan Gen Z semata-mata gejala dari konsumerisme berlebih, atau ada faktor psikologis lain yang mendorong perilaku ini?

Menariknya, penelitian menunjukkan bahwa doom spending sering kali lebih kompleks daripada sekadar nafsu untuk memiliki barang-barang baru.

Kecemasan dan ketidakpastian masa depan adalah salah satu penyebab utama. Gen Z tumbuh di tengah masa-masa sulit—krisis ekonomi, perubahan iklim, dan ketidakstabilan politik.

Banyak di antara mereka merasa tidak yakin akan masa depan, dan hal ini memicu kecemasan yang kemudian dialihkan melalui perilaku konsumtif.

Dengan belanja, mereka merasakan sedikit kendali di tengah ketidakpastian yang mereka hadapi sehari-hari.