Likes
Sinyal BEI: Delisting Semakin Dekat?
Pada akhir Oktober 2024, BEI kembali merilis pengumuman mengenai potensi delisting saham SRIL. Menurut aturan yang berlaku, perusahaan yang sahamnya disuspensi selama 24 bulan berturut-turut memang memenuhi syarat untuk dihapuskan dari daftar bursa.BEI telah memberi sinyal kuat bahwa situasi ini akan segera diambil sebagai langkah perlindungan bagi investor, khususnya ritel. Jeffrey Hendrik, Direktur Pengembangan BEI, dalam keterangannya menyatakan bahwa pihaknya berkomitmen melindungi investor ritel di tengah kasus ini.
BEI bahkan telah memberi notasi khusus dan memindahkan saham SRIL ke Papan Pemantauan Khusus untuk memberikan peringatan dini kepada investor terkait kondisi perusahaan yang bermasalah.
Baca Juga: Sritex Kena Delisting: Nasib Investor dan Pelajaran Berharga
Sritex Mengajukan Kasasi, Apa Artinya?
Pihak Sritex tidak tinggal diam dalam menghadapi vonis pailit ini. Manajemen perusahaan telah mengonfirmasi bahwa mereka akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung sebagai langkah perlawanan hukum atas putusan tersebut. Langkah ini diambil untuk melindungi hak-hak karyawan, kreditur, pemasok, dan pelanggan perusahaan.Namun, proses kasasi ini tidak serta-merta mengubah situasi. Meski pengajuan kasasi dapat memberikan sedikit harapan, investor tetap perlu menyadari bahwa proses ini memakan waktu lama dan hasilnya pun belum tentu sesuai harapan.
Jika Mahkamah Agung menolak kasasi Sritex, maka perusahaan besar kemungkinan harus menjalani proses likuidasi yang berisiko tinggi, terutama bagi investor yang memiliki saham SRIL.
Kondisi Keuangan Sritex yang Memburuk: Penyebab Utama
Berdasarkan laporan keuangan terbaru, kondisi keuangan Sritex memang sudah memasuki zona kritis. Perusahaan mencatatkan defisiensi modal hingga USD 980 juta per Juni 2024, sementara total aset hanya sekitar USD 617 juta.Sejak pandemi Covid-19, Sritex mengalami tekanan berat akibat pembatalan pesanan, penurunan penjualan, serta ketatnya persaingan dengan produk impor yang lebih murah.
Menurut data Algo Research, kerugian besar terjadi pada periode 2021-2023, dengan puncak kerugian sebesar Rp 15,36 triliun di tahun 2021. Hal ini disebabkan oleh penurunan nilai aset, yang terus meningkat hingga mencapai defisit atau kerugian terakumulasi sebesar Rp 21 triliun pada kuartal II-2024.
Selain itu, tingginya tingkat utang memperburuk kondisi Sritex. Perusahaan terpaksa mengambil utang untuk menutupi biaya operasionalnya yang terus meningkat, dengan net debt-to-asset ratio naik dari 0,4 kali pada 2017 menjadi 2 kali di 2024.
Hingga kuartal II-2024, total utang perusahaan telah mencapai Rp 20,5 triliun, yang membatasi kemampuan perusahaan untuk bangkit kembali.
Tulis Komentar
Anda harus Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.