Standar Hidup Layak Naik Rp1,02 Juta per Bulan, Apakah Sudah Benar-Benar Sejahtera?


Dengan Rp1,02 Juta Apakah Sudah Sejahtera?

Be-emers, secara metodologi penghitungan BPS tampak sudah sesuai. Namun, ada beberapa alasan mengapa angka ini terasa jauh dari cukup:

1. Perbedaan Biaya Hidup Antar Daerah

Biaya hidup di kota dan daerah berbeda. Namun, angka Rp1,02 juta merupakan rata-rata nasional yang tidak menggambarkan perbedaan regional tersebut.
 

2. Kenaikan Harga Kebutuhan Pokok

Dalam beberapa tahun terakhir, harga kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, dan bahan bakar terus meningkat. Ini membuat pengeluaran riil masyarakat lebih besar dibandingkan dengan angka yang dihitung.
 

3. Tidak Mempertimbangkan Pengeluaran Lain

Standar hidup layak, itu poin dasarnya. Namun, ternyata itu dihitung pengeluaran minimum. Terasa aneh, juga ya Be-emers. Bagaimana mungkin standar kelayakkan disandingkan dengan pengeluaran kebutuhan dasar minimum. 

Padahal, kita memiliki pengeluaran pokok lain yang harus terpenuhi seperti biaya pendidikan, dan kesehatan. 

Baca Juga: Dengan Rp1,02 Juta, Bisakah Kita Hidup Sejahtera?
 

4. Peningkatan Harapan Kualitas Hidup

Untuk bisa dikatakan hidup layak, seharusnya kebutuhan kebutuhan dasar dibera modern terpenuhi. Seperti akses internet dan teknologi. Namun, komponen ini tidak masuk dalam perhitungan standar hidup layak.

 

Apakah Standar Hidup Layak Menggambarkan Kesejahteraan?

Jawabannya adalah Tidak. Angka tersebut tidak bisa menggambarkan kesejahteraan hidup masyarakat yang sebenarnya. Karena tidak sesuai dengan realita. 


Angka Rp1,02 juta, merupakan batas minimum yang jauh dari kenyataan hidup masyarakat. Terlebih lagi untuk kelas pekerja yang tinggal di kota-kota besar.
 


Lantas, bagaimana Seharusnya Standar Hidup Layak Dihitung?

Untuk menggambarkan kesejahteraan masyarakat secara lebih akurat. BPS seharusnya melakukan beberapa penyesuaian perhitungan seperti:

1. Menyesuaikan dengan Biaya Hidup Regional

Angka standar hidup layak seharusnya disesuaikan untuk setiap daerah, bukan rata-rata nasional. Ini akan memberikan gambaran yang lebih realistis tentang kebutuhan hidup di wilayah tertentu.
 

2. Memasukkan Komponen Kebutuhan Modern

Kebutuhan seperti akses internet, alat komunikasi, dan hiburan seharusnya dimasukkan sebagai bagian dari standar hidup layak, mengingat pentingnya peran teknologi dalam kehidupan sehari-hari.
 

3. Menggunakan Data yang Lebih Dinamis

BPS bisa memanfaatkan data real-time, seperti pengeluaran digital atau data konsumsi dari aplikasi pembayaran, untuk memperbarui standar hidup secara berkala.
 

4. Melibatkan Partisipasi Publik

Survei dan diskusi dengan masyarakat dapat membantu pemerintah memahami kebutuhan nyata mereka.

 

Dampak Standar Hidup Layak Terhadap Kebijakan Publik

Kenapa kita mengkritisi angka Rp1,02 juta sebagai standar hidup layak? Karena angka tersebut digunakan untuk merumuskan kebijakan sosial, seperti upah minimum, bantuan sosial, dan program kesejahteraan lainnya. Jadi bisa dibayangkan bukan, bagaimana dampak dari angka tersebut? 

Baca Juga: Standar Hidup Layak Naik Rp1,02 Juta, Cukup untuk Sebulan?

Upah minimum yang ditetapkan berdasarkan standar hidup layak Rp1,02 juta tersebut pada akhirnya tidak cukup untuk menutup biaya hidup pekerja. Sehingga,banyak pekerja terjebak dalam siklus kerja keras tanpa peningkatan kualitas hidup.

 

Apa yang Bisa Dilakukan Masyarakat?

Sebagai warga negara, kita memiliki peran penting untuk mendorong perbaikan kebijakan. Berikut adalah beberapa langkah yang bisa kita lakukan:

1. Mengkritisi Data dengan Bijak

Informasi dari BPS penting untuk dipahami, tetapi kita juga harus kritis dalam menilai relevansinya terhadap realitas hidup. 
 

2. Menyuarakan Aspirasi

Diskusi publik dan media sosial bisa menjadi platform untuk menyampaikan aspirasi terkait standar hidup yang lebih realistis.
 

3. Berperan Aktif dalam Komunitas

Bergabung dengan komunitas lokal yang fokus pada peningkatan kesejahteraan dapat membantu masyarakat memperjuangkan untuk memenuji kebutuhan. 
 

4. Mengelola Keuangan Secara Efektif

Dalam menghadapi tantangan biaya hidup, kita belajar mengelola keuangan secara bijaksana. Seperti membuat anggaran, menabung, dan berinvestasi.

Standar hidup layak Indonesia yang ditetapkan sebesar Rp1,02 juta per bulan pada 2024 memang ada peningkatan dari tahun sebelumnya.

Namun, hal itu bukan berarti masyarakat Indonesia telah sejahtera. Karena standar tersebut terhitung cukup rendah sehingga bisa dikatakan tidak relevan dengan kondisi masyarakat.

Terlebih untuk menggambarkan realitas kesejahteraan masyarakat. Dengan metodologi yang ada, angka ini lebih mencerminkan kebutuhan minimum daripada standar kenyamanan hidup. Bagaimana menurut Be-emers?