Sebelum Jadi Unicorn dan Decacorn, Begini Awal Mula Perjalanan 5 Startup Ini

Startup-illustration-canva

Startup-illustration-canva

Like

Jaman makin canggih, bikin segala urusan kita jadi lebih mudah diselesaikan. Semuanya bisa dilakukan secara online. Pokoknya, kamu jadi terbiasa melakukan segala urusan dengan beberapa aplikasi yang dibuat oleh perusahaan rintisan atau yang dikenal juga sebagai startup.

Di Indonesia sendiri, sejumlah startup berkembang dengan sangat pesat. Bahkan nih, sudah ada yang berkasta decacorn dan unicorn. Status itu berhasil diraih karena valuasinya telah mencapai US$ 10 miliar untuk kasta decacorn, dan US$ 1 miliar untuk kasta unicorn.

Jadi perusahaan rintisan kenamaan di Indonesia, ternyata enggak diraih dalam sekejap mata aja, Be-emers. Sebelum jadi startup unicorn dan decacorn, begini awal mula perjalanan mereka.
 

Gojek

Pria bergelar Master of Business Administration di Harvard University itu ternyata lebih gemar naik gojek buat menembus macetnya Jakarta. Kebiasaannya itu justru bikin pria, yang bernama lengkap Nadiem Anwar Makarim tersebut, ingin melakukan terobosan baru untuk membangkitkan kembali moda transportasi ojek.

Kemudian, lahir lah Gojek dengan Nadiem sebagai sang co-founder. Sebelum jadi perusahaan teknologi berstatus decacorn kayak sekarang ini, Gojek memulai debutnya sebagai layanan pemesanan ojek lewat call-center di tahun 2010.

Beralih ke bentuk aplikasi, kehadiran Gojek justru sempat “dikecam” beberapa pihak. Dilansir dari Bisnis.com, organisasi angkutan darat bahkan malah sempat menilai kalau ojek bukan termasuk angkutan umum.


 

Warga mengorder ojek online di Jakarta. - Foto: Bisnis/Abdurahman

Warga mengorder ojek online di Jakarta. - Foto: Bisnis/Abdurahman


Inovasi dari pria yang sekarang jadi Menteri Pendidikan Indonesia ini justru malah menimbulkan gejolak baru di industri transportasi. Kalau kamu ingat di tahun 2015 sampai 2017 awal, terjadi beragam aksi demo penolakan hadirnya jasa transportasi online, termasuk Gojek.

Rupanya hal itu enggak bikin Gojek menyerah. Buktinya, Gojek mampu meraup sejumlah pendanaan dari sejumlah venture kayak Sequoia, Capital India, dan Warburg Pincus. Enggak cuma itu, di 2019 lalu, Gojek juga berhasil dapat tambahan pendanaan seri F sebesar US$ 1 miliar dari Google, JD.com, Tencent, dan investor lainnya.

Gilanya lagi nih, tahun ini Google dan Tencent menambah investasinya ke Gojek lewat Facebook dan Paypal. Enggak cuma itu, Gojek juga sudah resmi jadi bagian dari pemegang saham Blue Bird (BIRD) dan telah mengakuisisi sistem kasir digital bernama Moka.
 

Tokopedia

Sempat kena kasus kebocoran data di Mei 2020 lalu, rupanya enggak melunturkan reputasi dan kinerja Tokopedia sebagai salah satu startup unicorn di Indonesia. Dibalik kesuksesannya, ternyata sang CEO sekaligus co-founder, William Tanuwijaya juga harus menghadapi perjalanan yang enggak singkat.

Bersama rekannya sekaligus salah satu pendiri Tokopedia, Leontinus Alpha Edison, kedua sahabat itu ingin memecahkan masalah dan tantangan transaksi penjualan online di Indonesia. Saat itu, di tahun 2009, ketika pertama kali lahir Tokopedia bersih keras banget nih buat mempermudah akses penjualan antar kota dan daerah di Indonesia.

Sudah berusia 1 dekade, perusahaan berbasis e-commerce ini valuasinya sudah mencapai sekitar US$7 miliar, Be-emers! Beberapa investor yang menyuntikan dananya ke platform yang sering juga disingkat TokPed ini antara lain Softbank Group, Alibaba Group, Sequoia, dan Capital India.

Dilansir dari Bisnis.com, Tokopedia juga rencananya bakal mau melakukan penawaran publik perdana (IPO) lho. Kalau Tokopedia beneran melantai di bursa, kamu tertarik buat buy enggak nih, Be-emers?

Baca juga: Ini 5 Startup Kuliner yang Sukses dari Modal Ventura
 

Traveloka

Tiket dan akomodasi jadi hal yang penting banget kalau kamu mau traveling. Dulu nih, sebelum bisa pesan tiket secara online, kita mesti datang ke loket atau agen perjalanan.

Melihat kebutuhan akan kemudahan pemesanan dan pencarian tiket perjalanan, akhirnya membuat Ferry Unadi memutuskan buat mendirikan Traveloka di tahun 2012. Hal ini juga disadari akan akses teknologi dan internet di Indonesia yang sudah cukup maju saat itu.

Traveloka yang awalnya fokus di tiket pesawat, kemudian juga merambah ke layanan pemesanan hotel. Di tahun 2014, aplikasi Traveloka pun hadir.

Enggak berhenti sampai di situ. Startup unicorn dengan valuasi US$2 miliar ini juga telah memperoleh pendanaan dari sejumlah investor, antara lain Global Founders Capital, East Ventures, dan Expedia Inc.

Sekarang, Traveloka sudah punya banyak fitur keren nih lewat Traveloka Xperience dan Traveloka Eats. Enggak cuma itu, Traveloka juga sudah berhasil ekspansi ke sejumlah negara di Asia Tenggara lho!
 

Bukalapak

Di akhir tahun 2019, Achmad Zaky membuat keputusan besar dalam hidupnya untuk berhenti sebagai CEO. Namun 9 tahun lalu, tepatnya di 2010, pria lulusan teknik informatika Institute Teknologi Bandung (ITB) itu juga telah membuat keputusan besar yang berarti, yaitu mendirikan Bukalapak.

Perjalanan usaha rintisannya bersama sang sahabat, Nugroho Herucahyono, tentunya harus melalui sejumlah penolakan dari para investor di awal usaha ini berdiri. Alasannya pesimistik banget; bisnis digital masih belum jelas masa depannya.

Gayung bersambut nih. Dilansir dari Bisnis.com, Bukalapak akhirnya dapat suntikan modal dari sejumlah investor seperti Batavia Incubator di tahun 2011 dan GREE Venture di tahun 2012.

Punya valuasi US$2,5 miliar, Bukalapak juga telah menerima suntikan dana dari ventura lain, kayak EMTEK Group dan anak perusahaan Alibaba, Ant Financial. Di usianya yang ke-8, Bukalapak pun menyandang status unicorn.

Cek juga yuk, Infografis kece ini tentang Para Mantan Pendiri Startup
 

OVO

Pola masyarakat yang lebih sering bertransaksi digital, bikin kebutuhan dompet digital juga makin marak nih. OVO hadir di tengah-tengah kebutuhan tersebut.

 

Karyawan melintas di gerai transaksi pembayaran digital OVO, di Jakarta, Senin (25/3/2019). - Foto: Bisnis/Endang Muchtar

Karyawan melintas di gerai transaksi pembayaran digital OVO, di Jakarta, Senin (25/3/2019). - Foto: Bisnis/Endang Muchtar


Berawal dari EDC Lippo Bank di 2006, sekarang OVO sudah bertransformasi jadi aplikasi dompet digital dengan status unicorn. Meskipun, di akhir 2019 lalu, Lippo secara resmi melepas kepemilikannya terhadap OVO.

Perusahaan berbasis financial technology (Fintech) ini punya valuasi US$2,9 miliar. OVO pun mendapatkan suntikan dana dari Grab, Tokopedia melalui OVO Cash, dan Tokyo Century Coorporation.