
Sumber : Pupuk Kaltim (2025). Instagram post: Produksi Januari–Mei 2025. @pupukkaltim_id
Ketika Harga Beras Naik, Siapa yang Benar-Benar Merasakannya?
Bayangkan ini, Ibu di dapur saat pagi sembari menakar beras dengan lebih hati-hati dari biasanya. Bukan karena ingin diet, melainkan karena uang belanja bulan ini mulai menipis. Beberapa ribu rupiah selisih harga beras saja bisa mengubah isi piring sekeluarga. Itulah realita yang dialami banyak rumah tangga Indonesia saat harga beras melonjak. Lonjakan yang bagi sebagian orang mungkin terasa kecil, tapi buat keluarga dengan penghasilan pas-pasan, bisa berarti tak ada nasi di meja hari ini.Data dari SEPA (2024) menunjukkan bahwa fluktuasi harga pangan antara tahun 2018 hingga 2020 berdampak nyata pada ketahanan pangan masyarakat, khususnya kelompok ekonomi bawah. Sayangnya, kondisi ini bisa terulang kapan saja jika kita lupa satu hal penting: bahwa ketahanan pangan bukan dimulai dari dapur, tapi dari sawah.
Cerita Besar Selalu Dimulai dari Hal Kecil seperti Butiran Pupuk
Sebelum ada beras di piring kita, ada petani yang bergelut dengan tanah, cuaca, dan harapan. Tapi harapan saja tidak cukup. Mereka butuh alat untuk memastikan panen yang layak dan salah satunya adalah pupuk.Baca Juga: Swasembada Beras Bukan Lagi Isapan Jempol
Pupuk bukan sekadar produk kimia. Ia adalah jembatan antara kerja keras petani dan stabilitas harga bahan pokok. Dan di sinilah Pupuk Kaltim memegang peran strategis yang kerap luput dari sorotan media.
Sampai Mei 2025, Pupuk Kaltim telah memproduksi:
- 1,24 juta ton amoniak
- 1,54 juta ton urea
- 121 ribu ton NPK
Tulis Komentar
Anda harus Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.