5 Cara Fashion Lokal Memberdayakan Masyarakat Sekitar ala Sabuya


4. Proporsi Kain Tradisional yang Tepat

Meskipun menggunakan kain tradisional, kalau total kain yang digunakan di fashion tersebut hanya 25% maka tidak akan berpengaruh banyak bagi masyarakat pengrajin.

Sayangnya, untuk mendesain fashion dengan full atau minimal 50% kain tradisional butuh kreativitas yang tinggi.

Dan masalah ini dapat diselesaikan dengan baik oleh Sabuya.

Misalnya Sentani series yang hanya merupakan perpaduan kain tradisional tenun Jepara dan lurik. Atau Berau Top yang hanya perpaduan antara tenun motif dayak dan lurik.
 

5. Menyediakan Toko Online dan Offline  

Be-emers penulis juga termasuk pecinta kain etnik untuk alasan tertentu. Yaitu karena kekhasan dan keunikan kain tersebut sehingga tidak banyak di pasaran, setiap kain itu mewakili budaya tertentu, di balik setiap benang dan setiap helai kain etnik tersebut ada tenunan warga lokal yang bekerja dengan penuh hikmat dan tekun, dalam rangka ikut menjaga warisan budaya, dan sebagainya.

Meski demikian, sebenarnya penulis lebih suka beli kain etnik di tempat kain tersebut berasal. 


Misalnya saja pas ke Sulawesi beli kain Toraja. 

Ini karena, selain untuk memastikan kain yang dibali orisinil (meski tidak ada jaminan 100%), tapi dengan membeli di toko offline, apalagi di tempat asal kain, penulis bisa melihatnya, menyentuh kainnya, membauinya, merasakan ketebalannya, dan sebagainya.

Jadi, meskipun saat ini toko online itu sedang nge-hits, gencar, dan trend, namun keberadaan toko offline tidak dapat kita abaikan ya Be-emers.

Dan mengerti hal ini, Sabuya pun memiliki beberapa toko offline, yang dapat meningkatkan penjualan dengan memenuhi permintaan pelanggan-pelanggan yang suka toko offline.

Permintaan meningkat, penjualan meningkat, pemberdayaan masyarakat juga meningkatkan.

 #Mon-FridayAGT, #Sabuya, dan #GayaalaSabuya.