Kembali ke Alam (sumber gambar: pinterest)
Likes
"Bukan lautan hanya kolam susu, kail dan jala cukup menghidupi mu",sepenggal lirik pada lagu terkenal era 70an (hehe,jaman saya belum dirancang) yang dibawakan oleh grup legendaris "Koes plus" ini terasa begitu menghipnotis pikiran saya. Kenapa?
Pandemic Corona yang melanda seluruh penjuru dunia ini telah menghentikan kegiatan saya mengajar senam di kampung-kampung. "Cuan", jelas tak ada pemasukan sama sekali. Beruntungnya ayah saya adalah seorang pegawai negeri (ceritanya saya masih single ????), jadi saya pun numpang hidup dengan orang tua di desa.
Tapi kami harus pandai-pandai berhemat, karena pendapatan ayah sebagai "PNS" yang pas-pasan harus bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Alhasil, pekarangan kecil sebelah kami pun di sulap menjadi kebun berisikan tanaman rempah,ketela dan sayur mayur. Tak hanya itu, memancing ikan kecil-kecil disungai pun kami lakukan demi tetap memenuhi gizi protein kala harga pangan melonjak drastis.
"Orang bilang tanah kita tanah surga,tongkat kayu dan batu jadi tanaman", kembali mengingat lirik lagu "kolam susu" dari Koes plus yang menjadi penyemangat dan inspirasi kala menghadapi pandemic ini.
Benar adanya, disaat seperti ini dalam masa "dirumah saja" saya banyak merenung. Dimana selama ini kita terlalu mengejar dunia yang tak sedikit telah membutakan mata sehingga dalam perlombaannya banyak yang menghalalkan segala cara bahkan tak sedikit pula yang merusak alam. Sedang saat dihajar pandemic, harusnya kita mengerti bahwa hakikatnya bertahan hidup tak lain adalah makan dan minum dan bersosialisasi dengan baik.
Jika dahulu semua berlomba mengenakan busana, sepatu dan tas bermerek sekarang rempah-rempah pun jadi primadona nya. Saat pertemuan hanya banyak membuahkan gosip dan kebencian,kini pertemuan menjadi satu hal yang paling dirindukan sehingga terlalu berharga untuk dilewatkan dengan pertikaian.
Sungguh kini kita bagaikan terdampar disebuah hutan dimana kita harus berusaha bertahan hidup didalamnya. Sayangnya banyak dari kita yang tak menyadari, bahwa kita (warga Indonesia) terdampar di tanah surga.
Sedikit tips dari saya untuk bertahan dalam masa seperti ini. "Pertama, pahami letak tinggal anda!". Penting karena cara bertahan disesuaikan dengan lingkungan. Misalnya, jika anda tinggal di dekat laut maka focus memenuhi kebutuhan pangan bisa dengan melaut mencari ikan.
Jika anda berada di daerah pegunungan atau desa yang bisa untuk bercocok tanam maka pergunakan semaksimal mungkin lahan yang anda punya. Kalaupun tak punya pekarangan,bisa menggunakan teknik hidroponik. Nah, teknik cocok tanam hidroponik pun sangat membantu untuk wilayah perkotaan.
"Kedua, tetap menghasilkan cuan". Upayakan membuat usaha yang kreatif dan di pasarkan via online untuk tetap mendapatkan sedikit pundi-pundi uang(sedikit sedikit lama-lama jadi bukit). Sederhananya bisa mulai dari memasarkan produk orang lain terlebih dahulu pabila belum atau tidak memiliki produk sendiri.
Atau bisa juga dengan membuat konten kreatif yang bermanfaat dan di-posting via sosial media. Bagi anda yang suka menulis juga bisa berburu lomba artikel seperti saya ini dimana saya mencoba banyak peruntungan dari tulisan-tulisan saya ke sejumlah lembaga yang mengadakan lomba artikel, cerpen maupun puisi (ehem...kode keras).
"Ketiga, bersyukur terdampar di tanah surga". Tak semua orang dipenjuru dunia ini yang beruntung tinggal di tanah surga. Ada wilayah dinegara lain yang tak subur untuk bisa ditanami tanaman Bahkan ada negara yang tak punya lahan untuk pemakaman.
Jangankan memancing disungai jernih,banyak yang masih krisis air bersih. Sedangkan kekayaan laut kita pun tak perlu diragukan lagi karena beragam biota laut hidup didalamnya. Di negara lain ada yang sama sekali tak punya laut dimana perbatasan negaranya semua berupa daratan. "Maka nikmat mana yang kau dustakan". Dari rasa syukur akan membuka pikiran lebih luas sehingga lebih bisa memunculkan ide kreatif dalam bertahan hidup.
Demikian tips bertahan hidup kala Pandemic yang mungkin bisa diterapkan bagi anda yang terkena dampak krisis ekonomi. Nah, buat yang memiliki ekonomi cukup bahkan lebih bisa turut bergotong royong membantu meringankan beban saudara-saudara kita yang kesusahan.
Mari jadikan masa ini sebagai masa merenung kemudian bertindak terbaik untuk lebih mempersiapkan diri dan mental kita di era modern yang akan datang.
Tulis Komentar
Anda harus Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.