Tuai Amarah Jokowi, Apa Itu Praktik Predatory Pricing?

Jokowi saat memberikan sambutan dalam Peresmian Pembukaan Rapat Kerja Nasional, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Sumber gambar : Youtube Sekretariat Presiden)

Jokowi saat memberikan sambutan dalam Peresmian Pembukaan Rapat Kerja Nasional, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Sumber gambar : Youtube Sekretariat Presiden)

Like

Istilah predatory pricing menjadi tren karena disebut-sebut oleh Presiden Jokowi dalam sambutannya saat Peresmian Pembukaan Rapat Kerja Nasional, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) 5 Maret lalu.

“Saya juga tidak mau ada praktik-praktik perdagangan yang tidak fair, apalagi membahayakan UMKM. Itu tidak boleh ada. Sekarang ini banyak praktik-praktik predatory pricing. Hati-hati dengan ini, bisa membunuh yang (usaha) kecil-kecil.” tutur Jokowi.

Presiden Jokowi menegaskan agar lebih berhati-hati dengan predatory pricing. Jokowi memandang bahwa predatory pricing akan menghancurkan produk dalam negeri terutama UMKM.

Lantas, apa sih sebenarnya predatory pricing yang di wanti-wanti itu?

Baca Juga: Lagi Pusing Mikirin Corona, Presiden Jokowi Dituduh Punya Ijazah Palsu. Benarkah?


Mengenal predatory pricing

Predatory pricing adalah salah satu praktik monopoli pasar. Praktik kotor tersebut dilakukan dengan menurunkan harga produk jauh dibawah harga pasar dengan tujuan agar menjadi satu-satunya penjual yang dicari oleh pasar.


Bila terdapat satu penjual saja yang melakukan predatory pricing, maka dapat menghancurkan harga pasar. Dengan begitu, maka pesaingnya akan mundur dan calon pesaing baru tidak jadi memasuki pasar.

Kemarahan Jokowi terhadap predatory pricing sangatlah wajar. Terutama karena Indonesia disini sebagai korban predatory pricing produk-produk dari luar negeri.

“Saya tidak mau negara kita, Indonesia, hanya dijadikan pasar, hanya dijadikan pasar saja.” ujar Jokowi dalam sambutannya.

Praktik predatory pricing terindikasi terjadi melalui e-commerce. Memang, transaksi jual beli melalui e-commerce sedang sangat digandrungi masyarakat karena berbagai kelebihan yang diberikan, terutama kemudahan dan keamanan dalam bertransaksi.

Kemudahan tersebut juga menjadi pendorong para penjual dari luar negeri untuk memasarkan produknya ke dalam negeri. Melalui e-commerce, mereka dapat menjual langsung produk dari negaranya kepada konsumen.

Mereka mampu menekan biaya sehingga bisa memberikan harga yang sangat murah kepada konsumen tanpa memperhatikan harga pasaran di negara tujuan. Konsumen pun jelas akan membeli barang dengan harga termurah yang dapat ditemui, yang akhirnya memilih untuk membeli barang impor.

Hal tersebut jelas merusak persaingan pasar hingga akhirnya para pesaing terutama yang berada dalam negeri pun menjadi gugur. Bila terus dibiarkan, maka monopoli pasar yang disebabkan praktik predatory pricing akan memberikan dampak yang lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi negara.

Terutama karena predatory pricing ini mematikan para UMKM dalam negeri. Sedangkan, UMKM menjadi sektor yang berperan penting dalam mendongkrak perekonomian negara.

Oleh karena itu, Presiden Jokowi menegaskan bahwa perlunya tindakan tegas dari pemerintah bagi praktik predatory pricing.

“Itu yang sudah berkali-kali juga saya sampaikan kepada Pak Menteri, khususnya Pak Menteri Perdagangan, agar ini (praktik predatory pricing) betul-betul dipagari.”

Pemerintah juga meningkatkan pemberdayaan kepada UMKM guna meningkatkan kemampuan mereka untuk bersaing dengan pasar luar negeri.

Selain dari peningkatan regulasi pemerintah serta pemberdayaan UMKM, partisipasi dari masyarakat juga sangat dibutuhkan.

“Kemudian ajakan kepada masyarakat, sekali lagi, untuk cinta dan bangga terhadap produk Indonesia, dan tidak suka pada produk-produk dari luar (negeri).” Ucap Jokowi.

Dengan mencintai dan bangga terhadap produk dalam negeri, diharapkan akan membuat konsumsi terhadap produk dalam negeri meningkat. Sehingga secara tidak langsung, mencegah terjadinya keberhasilan praktik predatory pricing oleh produk luar.