Belajar Membangun Bisnis dari Raminten

Suasana The House of Raminten. sumber: merahputih.com

Suasana The House of Raminten. sumber: merahputih.com

Like

Bagi kalian yang tinggal di Jogja atau yang sering berwisata ke Jogja pasti tau dong Raminten. Tempat belanja paling ikonik di Jogja ini punya toko baju, batik, cendera mata, hingga restoran.

Siapa sangka sih The House of Raminten yang berlogokan wanita paruh baya memakai kebaya dan konde ini dimiliki oleh bapak Hamzah Sulaiman. Pak Hamzah jatuh bangun dalam merintis bisnisnya, sebelum akhirnya memutuskan untuk membangun The House of Raminten.

Kira-kira gimana ya perjuangan pak Hamzah sampai bisa sesukses sekarang? Langsung aja ini dia.
 

Belajar Sedari Kecil

Orang tua pak Hamzah dahulu berdagang makanan di Kawasan Malioboro. Orang tua beliau membuka toko kecil yang menjajakan minuman dan Roti Tawar.

Dari sini lah pak Hamzah mulai belajar bisnis dari membantu orang tuanya. Meski bisnis orang tua beliau terbilang kecil, tetapi orang tua beliau mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai jenjang perguruan tinggi.

Setelah memutuskan berhenti kuliah, pak Hamzah mencari pengalaman dengan bekerja dengan menjadi pekerja kapal pada tahun 1971.

 

Terus Berinovasi dan Bangun Kemitraan

Tahun 1974 ketika orang tua beliau wafat, beliau melanjutkan bisnis toko keluarga beliau di Malioboro. Beliau dan kakak beliau memutuskan untuk menjadikan toko tersebut menjadi toko batik pada 1976.

Toko tersebut diberi nama Mirota Batik yang merupakan akronim dari bisnis orang tua beliau “Minuman dan Roti Tawar”. Pada saat itu kondisi toko masih sepi, barang dagangannya sedikit, tokonya pun masih kecil.

Kemudian di akhir tahun 1970-an, pak Hamzah menjalin kerja sama dengan pengusaha Batik Danar Hadi dan juga pemasok batik dari sejumlah daerah. Mulai saat itu Mirota Batik diisi stok batik dari berbagai daerah dan mulai dikenal sebagai ikon toko batik Jogja.

Tahun 1980-an pak Hamzah tidak ragu menjual berbagai macam souvenir dan cendera mata hasil dari kreatifitas orang-orang Jogja. Beliau juga mengubah dekorasi tokonya, yang awalnya tidak ada apa-apa menjadi penuh dengan interior bernuansa Jogja. Sampai pada saat itu ada pepatah “kalau tidak sempat keliling Jogja, cukup ke Mirota Batik saja”.
 

Bangkit dari Kegagalan

Pak Hamzah sempat merintis bisnis ketering makanan. Namun bisnis itu harus gulung tikar karena kurang berkembang. Toko Mirota Batik punya nya pun pernah terbakar habis.

Tidak patah semangat, beliau mengambil pinjaman dari bank kemudian membangun toko batik dengan nama baru yaitu Hamzah Batik. Sekarang, Hamzah Batik menjadi ikon batik Jogja dengan toko 4 lantai.

 

Keluar dari Zona Nyaman

Jika anda memiliki toko batik yang sangat besar dan terkenal di Jogja, tentu anda akan memilih untuk menikmati penghasilan besar. Tetapi tidak untuk pak Hamzah, beliau tetapi mencoba merintis berbagai bisnis lain seperti Ketering makanan (meski gagal).

Beliau juga mencoba bisnis Minimarket dengan naman Mirota Kampus, yang akhirnya sukses menjadi minimarket paling terkenal di Jogja. Yang paling terkenal, tentunya rumah makan dengan konsep angkringan khas Jogja, The House of Raminten.

Nama Raminten bahkan berasal dari tantangan. Saat masih aktif di pagelaran seni tari dan ketoprak di TVRI Jogja, beliau ditantang untuk memerankan peran wanita untuk pertama kalinya.

Beliau menerima tantangan itu, di luar dugaan masyarakat justru menyukai peran tersebut. Karakter yang diberi nama Raminten itu pun kemudian menjadi Brand The House of Raminten yang sangat terkenal hingga sekarang. Kafe yang menyajikan kuliner khas Jogja dengan harga murah ini sangat digandrungi oleh anak muda dan para wisatawan.
 

Branding Produk

Ini yang pelajaran yang penting dalam membangun bisnis. Kita harus melakukan branding pada produk kita. Saat membangun bisnis batik, pak Hamzah menggunakan akronim yang unik ‘Mirota’ singkatan Minuman dan Roti Tawar.

Sebutan ini terinspirasi dari usaha orang tua beliau. Toko Batik beliau pun diisi dengan barang-barang dan interior yang sangat kental dengan budaya Jogja dan Jawa Inggil.

Ini sebenarnya memberikan efek psikologis pada setiap pengunjung yang datang. Membuat para pengunjung mudah mengingat toko ini. The House of Raminten pun juga begitu, branding logo wanita paruh baya dengan pakaian adat Jogja membuat orang sudah dapat membayangkan bagaimana nuansa dan produk yang ditawarkan meski baru melihat posternya saja.