Mengenal Frugal Living, Gaya Hidup Hemat untuk Bertahan di Tengah Pandemi?

Ilustasi orang bahagia - Anya Berkut

Ilustasi orang bahagia - Anya Berkut

Like

Dampak dari Pandemi Covid-19 terhadap ekonomi besar juga ya, Be-emers. Bukan hanya dari kalangan bawah, bahkan pengusaha sampai pekerja startup pun turut merasakannya.

Kondisi ini membuat sejumlah cash flow perusahaan maupun tiap individu menjadi enggak bisa ngeflow seperti kondisi normal.

Soalnya, masa depan di tengah pandemi masih serba enggak pasti. Mungkin bisa saja bilang saat ini ekonomi mulai berangsur pulih.

Namun, enggak ada yang bisa menebak apa yang bakal terjadi ke depannya kan. Bisa saja cerah atau justru malah lebih parah semisal kalau datang gelombang kedua.

Sehingga, jalan satu-satunya agar mampu bertahan di tengah kondisi yang belum tahu kapan berakhirnya ini ya harus rajin berhemat.


Be-emers mungkin bisa mulai dengan mengurangi intensitas memesan kuliner online dengan lebih sering memasak sendiri.

Selain itu, kebiasaan belanja online barang-barang yang kurang esensial di tengah pandemi bisa ditahan dulu bila ingin berhemat ya.

Kemudian, gunakan listrik secukupnya saja. Misalnya, jika pengisian daya untuk smartphone atau laptop sudah penuh, sebaiknya cabut saja colokannya kalau sudah enggak digunakan.

Ibaratnya, berhemat seperti berpuasa menahan diri sampai pandemi ini benar-benar berakhir. Kalau semisal gaya hidup hematnya keterusan, ya enggak apa-apa dan justru bagus juga kan.


Frugal Living, Solusi Berhemat di Tengah Pandemi?

Kalau bicara soal hidup hemat di tengah pandemi, ada lho yang namanya Frugal Living, gaya hidup mengusung konsep berhemat secara cermat.

Memang tujuan utama dari gaya hidup ini untuk memotong pengeluaran agar memiliki tabungan lebih banyak.

Meski begitu, titik beratnya ada pada 'cermat' yang berarti kalau mau membeli barang atau jasa itu berdasarkan kebutuhan, bukan dari keinginan semata.

Secara sederhana, Frugal Living itu 'membujuk' Be-emers untuk menimbang kembali apakah suatu barang atau jasa itu layak dibeli atau tidak.

Walau hidup hemat, bukan berarti apa-apa harus mencari yang murahan ya. Be-emers tetap boleh beli barang mahal asal tingkat kegunaannya tinggi. 

Ingat, bukan membeli hanya untuk penghias lemari saja ya.


Beda Hidup Murah dengan Frugal Living?

Jadi gini, kalau orang yang menerapkan hidup murah itu hanya peduli pada harga. Sementara Frugalist, orang yang mengamalkan Frugal Living, lebih peduli pada nilai.

Sehingga, orang hidup murah akan cenderung menolak membeli sesuatu walaupun itu perlu. Dia memilih berhemat uang demi uang itu sendiri.

Sementara itu, Frugalist membeli sesuatu jika perlu dan memang harganya terjangkau. Dia akan membeli barang atau menggunakan jasa yang benar-benar mampu menunjang kebutuhannya.

Nah, kalau dalam soal berbelanja secara royal, orang hidup murah menganggap hal itu tabu. Sementara Frugalist menilaih hal itu boleh dilakukan sesekali sebagai penghargaan untuk diri sendiri.


Justifikasi bahwa Frugal Living Itu Baik

Sejumlah pihak punya justifikasi tersendiri mengapa menerapkan Frugal Living itu sangat baik. Misalnya, berhemat itu artinya kritis terhadap para ahli dari pemasar komersial yang seakan paling tahu apa yang baik dan dibutuhkan konsumen.

Sementara bagi komunitas spiritual, berhemat itu adalah kebajikan karena menyimpan uang untuk dialokasikan pada tujuan yang lebih baik.

Beda lagi dengan pencinta lingkungan. Mereka menilai berhemat merupakan adopsi keterampilan dari leluhur manusia.

Pada waktu itu, manusia pemburu-pengumpul membawa lebih sedikit dan membutuhkan lebih sedikit, serta menemukan makna di alam alih-alih dari kebutuhan fiktif.

Semetara itu, perusahaan memandang Frugal Living sebagai sarana untuk mengefisienkan biaya operasional.


Keuntungan Jadi Seorang Frugalist

Seorang Frugalist dapat memilah mana yang dapat menjadi kebutuhan dan keinginannya karena sudah terbiasa dalam mengatur anggaran dengan ketat dan melacak ke mana saja pengeluaran dalam periode waktu tertentu.

Frugalist pun kebal dari bujuk dan rayu kalau ada teman yang mengajak kongkong yang enggak terlalu penting. 

Sikap yang tidak terlalu peduli dengan pandangan orang lain membuat Frugalist tidak masalah untuk menggunakan barang bekas dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan tidak menyia-nyiakan setiap barang, itu sama artinya turut berpartisipasi dalam gerakan menurunkan jumlah sampah demi menjaga kelestarian lingkungan. 

Bila memang ingin membeli barang, Frugalist akan memilih menabung hingga uangnya cukup sehingga pilihan untuk berutang dapat disingkirkan. Sehingga, dari hal ini dia juga bisa mendeteksi dan menghindari iklan yang manipulatif.

Terakhir, menjadi Frugalist artinya juga menjaga pola hidup sehat. Sebab, lebih mudah untuk mencegah daripada mengobati kan.


Kisah Nyata Seorang Frugalist

Elizabeth Willard Thames adalah perempuan asal Amerika Serikat (AS) yang pada 2018 berbagi pengalaman dalam menerapkan kehidupan berhemat yang cukup ekstrem.

Pola hidup semacam itu memungkinkannya pensiun pada usia 32 tahun dan memegang kendali atas hidupnya.
Saat ini dia tinggal di perdesaan Vermont, AS.

Dia hidup dengan tenang memandang hutan seluas 66 hektare, pohon buah-buahan, kebun, kolam, maupun sungai.

Namun, jika mengingat beberapa tahun lalu, tampaknya apa yang dimilikinya saat ini bersama suami dan anaknya sangat mustahil untuk terwujud. 

Waktu itu, suami dan dia yang sedang hamil harus berjuang untuk bisa berdamai dengan kegilaan bekerja dari pagi sampai sore di perkotaan Cambridge, Massachussetts, AS.

Kondisi itu membuatnya ingin mencapai kemandirian finansial, berhenti dari kerja kantoran yang tidak membuatnya bahagia, dan menciptakan tujuan hidup yang lebih sederhana dalam suasana perdesaan.

Dia dan suami ingin sesuatu yang lebih hidup dari sekedar apa yang ditawarkan oleh budaya konsumerisme. 

Meski terlahir dari keluarga berpendidikan dan berkecukupan, mereka bukanlah orang kaya, terkenal, maupun jenius. Lantas, bagaimana dong cara untuk mewujudkannya?
 

Cara Mewujudkan Mimpi

Titik balik dalam hidup mereka akhirnya tiba. Demi mencapai pemenuhan yang mendalam dan kepuasan abadi, mereka berpikir untuk merestrukturisasi cara hidup.

Kehidupan sebagai Frugalist dimulai pada Maret 2014. Mereka awalnya berhemat hanya sebagai sarana yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

Cara hidup digeser dengan menghabiskan uang hanya untuk kebutuhan pokok seperti makanan, rumah, bensin, listrik, koneksi internet, kertas toilet, dan sebagainya.

Sejatinya, berhemat bukanlah sebagai tujuan akhir. Namun, setelah setahun hidup sesederhana mungkin, mereka mulai merasa seperti membuka kotak pandora berisi peta yang menunjukkan jalan keluar dari labirin konsumtif tanpa akhir.


Apa Saja yang Dilakukan? 

Mereka memulai dengan memilih urgensi dalam menghemat uang. Kemudian aktivitas berhemat terus berkembang hingga menuju langkah yang lebih besar.

Misalnya, mereka memulai dengan memperbaiki dapur dan belajar memasak. Keputan ini sangat berarti karena dapat belajar memenuhi kehidupan secara mandiri, tidak perlu keluar uang meminta orang lain yang mengerjakannya.

Kebiasan ini lantas diikuti dengan membeli bahan makanan secukupnya sehingga tidak ada yang tersisa secacara percuma.

Mereka juga mulai mencari atau membeli barang bekas di pasar loak, mulai dari lampu sampai lemari pakaian. Soalnya, hal ini juga menjadi komitmen mereka menjaga lingkungan demi mencegah jumlah sampah yang kian hari makin banyak.

Sehingga, muncul pandangan baru dari mereka bahwa suatu barang juga bisa memiliki umur yang panjang.

Sebelum membeli barang mereka akan bertanya, "Apakah bisa menyimpan barang ini lebih lama, membersihkannya, dan menjaganya hingga bisa menemukan si pemilik baru?"

Gaya hidup seperti ini perlahan membuat mereka tidak terlalu peduli dengan penilaian orang lain, apakah itu soal mobil yang terlihat seperti rongsokan atau pakaian yang sudah kusam.

Bahkan, mereka pun lebih sering mengendarai sepeda saat berangkat dan pulang kerja meski itu harus melewati musim dingin.

Soalnya, ada tiga keuntungan yang didapat seperi menghemat uang, mengurangi emisi karbon, dan latihan untuk konsep hidup yang dijalani.


Hasil dari Menerapkan Frugal Living

Setelah menerapkan Frugal Living, mereka mulai menguak manfaat yang luas dari berhemat, dan tentunya kekayaan bersih mereka juga meningkat.

Dalam gaya hidup ini, mereka menemukan pandangan bahwa semakin sedikit yang dikonsumsi maka bisa lebih menghormati dan peduli pada hal-hal yang sudah dimiliki.

Dengan menjalani Frgual Living, mereka memahami bahwa sepenuhnya masuk akal dan jauh lebih murah untuk memiliki barang-barang yang hanya melayani fungsi utamanya.

Menurut mereka berhemat itu kehidupan kreatif dan kehidupan tanpa kekacauan, baik fisik maupun mental, yang dipicu nafsu untuk memenuhi keinginan yang tidak ada habisnya. 

Singkatnya, berhemat juga memberikan mereka pilihan selain mengikuti kultur konsumerisme. 

Jadi gimana, Be-emers juga tertarik dalam menerapkan gaya hidup Frugal Living?