Apa Instagram Bisa Dijadikan Barang Bukti Ketika Diduga Melanggar UU ITE?

Instagram Illustration Web Bisnis Muda - Image: Flickr

Instagram Illustration Web Bisnis Muda - Image: Flickr

Like

Jika berbicara tentang Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), memang merupakan polemik yang hingga kini terbilang menuai atensi lebih karena banyak menuai pro – kontra terkait hadirnya UU ITE ini, termasuk dengan barang bukti yang seringkali berupa akun Instagram.

Seperti tentang pemberitaan yang mungkin baru – baru saja ini menuai perhatian publik perihal kasus kontroversi antara dr. Richard Lee dengan Kartika Putri.

Diduga Kartika Putri melaporkan atas unggahan dr. Richard Lee terkait ketidakterimaannya terkait kritik yang disampaikan oleh unggahan video tersebut.

Menghimpun dari VICE, dalam menanggapi laporan tersebut, diketahui bahwa Polda Metro Jaya lewat aparat melakukan penyitaan kepada akun Instagram dr. Richard Lee untuk dijadikan barang bukti sehingga tidak diperkenankan untuk menggunakannya selama proses penyidikan berlangsung.

Akan tetapi, dr. Richard Lee diketahui melanggar larangan tersebut dengan tetap menggunakan akun Instagramnya untuk mengunggah beberapa kebutuhan pekerjaan dan juga menghilangkan unggahan yang sedang dalam penyelidikan.


Dari dugaan pelanggaran yang dilakukan, dr. Richard Lee langsung ditangkap atas tuduhan beberapa pelanggaran UU ITE, yaitu Pasal 30 UU ITE tentang akses ilegal (masuk ke akun yang sedang disita) dan Pasal 231 KUHP tentang penghilangan barang bukti (penghapusan konten sengketa). Dari pasal ini diketahui dapat terancam hukuman paling lama 8 tahun kurungan penjara.

Apa Instagram Bisa Dijadikan Barang Bukti ketika Diduga Melanggar UU ITE?

Melansir dari Laman Resmi Pengadilan Agama Kotabumi, menurut Undang - Undang No. 11 Tahun 2008 juncto serta Undang-undang No. 19 Tahun 2016 tertuang bahwasannya bukti elektronik dapat menjadi perluasan alat bukti yang sah dan sesuai dengan prosesi hukum acara bahkan tervalidasi dapat digunakan di persidangan.

Selain itu, diperkuat lagi dengan Pasal 5 ayat (1) UU ITE yang menjelaskan bahwasannya alat bukti elektronik adalah baik dalam berupa informasi elektronik atau dokumen elektronik yang paling tidak telah memenuhi persyaratan baik formil atau materil.

Alat bukti elektronik baik berupa informasi elektronik atau dokumen elektronik pun sangatlah beragam mulai dari tulisan, audio, gambar, video, surat elektronik (e-mail), kode, huruf, tanda yang setidaknya bisa dimengerti oleh publik.

Akan tetapi, polemik kembali hadir terkait akun Instagram yang dijadikan barang bukti ketika diduga melanggar UU ITE. Melansir dari VICE, lewat wawancaranya dengan Erasmus Napitupulu selaku Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyebutkan bahwa seharusnya polisi harus melakukan validasi forensik terkait konten yang dipermasalahkan saja tanpa menyita akun Instagramnya.

Karena di era informatika seperti saat ini, ada beberapa orang yang melakukan kebutuhan pekerjaannya lewat platform Instagram entah dalam bentuk kewajiban sebagai seorang brand ambassador, kegiatan endorsement hingga inisiator dalam suatu campaign.

Sebagaimana, implementasinya ialah misalkan seseorang membunuh orang pakai pisau dari dapur, masa yang disita rumahnya?  -Erasmus Napitulu

Besar harapan, semoga kedepannya terkait keberlangsungan dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menemui titik terang serta kejelasan lebih lanjut agar masyarakat tidak kebingungan karena polemik UU ITE ini.