Ini Hal-Hal Penting tentang Harta Warisan yang Wajib Kamu Ketahui

Hal-Hal Penting tentang Harta Warisan yang Wajib Kamu Ketahui Illustration Bisnis Muda - Image: Canva

Hal-Hal Penting tentang Harta Warisan yang Wajib Kamu Ketahui Illustration Bisnis Muda - Image: Canva

Like

Selain harta yang kamu miliki saat ini, harta yang diwariskan juga butuh dikelola dengan baik lho, Be-mers. Makanya, ada sejumlah hal penting yang wajib kamu ketahui tentang harta warisan nih.

Biasanya nih, harta warisan menjadi hal yang sensitif untuk dibicarakan. Terutama sih, di kalangan keluarga.

Enggak heran, seringkali harta waris menjadi pemicu pertengkaran karena diperebutkan hingga menimbulkan sengketa. Waduh!

Namun, harta warisan itu merupakan amanat yang wajib diurus oleh ahli waris yang sudah ditentukan oleh pemberi waris lho, Be-emers. Harta waris pun bisa diproses secara hukum.

Baca Juga: Siasat Jalani Warisan Bisnis Keluarga
 

Apa Itu Warisan? Hal Apa Saja yang Bisa Diwariskan?

Pada dasarnya, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), warisan adalah suatu hal yang diwariskan. Warisan pun bentuknya bisa apa saja, mulai dari harta, pusaka, ilmu, hingga nama baik lho, Be-emers!


Seorang pewaris atau orang yang memberikan warisan adalah orang yang telah meninggal dunia dan meninggalkan harta untuk dibagikan kepada sang ahli waris, Jadi, hanya ahli waris lah yang memiliki hak untuk menerima warisan.

 

Hal-Hal Penting tentang Harta Warisan yang Wajib Kamu Ketahui Illustration Bisnis Muda - Image: Canva

Hal-Hal Penting tentang Harta Warisan yang Wajib Kamu Ketahui Illustration Bisnis Muda - Image: Canva


Warisan dan ahli waris ditentukan secara sah lewat adanya wasiat, yakni sebuah keputusan yang dituangkan dalam akta. Nah, hal-hal yang ada dalam wasiat tersebut harus dilaksanakan setelah pewaris meninggal dunia.

Aset seperti properti, deposito, uang, reksa dana, kendaraan, emas, perhiasan, hingga saham hanya bisa diterima oleh ahli waris secara sah melalui proses pengadilan. Sedangkan, manfaat dalam asuransi bisa diterima langsung oleh ahli waris tanpa lewat pengadilan.
 

Landasan Hukum untuk Pembagian Warisan

Warisan pun diatur ketentuannya dalam hukum nih, Be-emers. Soalnya, warisan yang berupa harta atau kekayaan lainnya, tentu akan melibatkan banyak pihak dan proses yang jelas untuk menghindari konflik.

Di Indonesia, ada tiga landasan hukum yang mengatur tentang warisan nih. Mulai dari Hukum Islam, Hukum Perdata, dan Hukum Adat.
 

A. Warisan dalam Hukum Islam

Dalam UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, telah diatur pembagian warisan secara Islam. Undang-undang tersebut pun mengacu pada aturan pembagian warisan dalam Al-Quran.

Adanya undang-undang tersebut menjadi landasan, jika terjadi sengketa dalam hukum islam, maka hal itu bisa diselesaikan lewat Pengadilan Agama nih, Be-emers. Nah, pada dasarnya, dalam Hukum Waris Islam, dijelaskan ada tiga macam ahli waris, antara lain:
  • Ahli waris yang mendapat bagian tertentu (Ashab Al-Furiid)
  • Ahli waris yang mendapat sisa setelah dilakukan pembagian warisan (Ashabah)
  • Orang yang enggak menerima bagian, kecuali ahli waris seperti Ashab Al-Furiid dan Ashabah tidak ada.

Berikut pembagian harta peninggalan dalam hukum Islam, dikutip dari laman Lifepal:
 
Setengah Harta Warisan Seperempat Harta Warisan Seperdelapan Harta Warisan Sepertiga Harta Warisan Duapertiga Harta Warisan Seperenam Harta Warisan
Anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara kandung dari orang tua yang sama, saudara kandung dari ayah, suami tanpa anak. Suami dengan anak dan cucu, istri tanpa anak/cucu dari anak laki-laki Istri dengan anak/cucu dari anak laki-laki ibu tanpa anak, saudara perempuan satu ibu Anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara kandung perempuan dari orangtua yang sama, dan saudara kandung perempuan dari satu ayah Ibu dengan anak/cucu dari anak laki-laki, nenek, saudara kandung perempuan dari satu ayah, saudara kandung perempuan dari orang tua yang sama, ayah bersama anak/cucu dari anak laki-laki, dan kakek.
 

B. Warisan dalam Hukum Perdata

Yang kedua, pembagian warisan juga diatur secara perdata, yakni tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Kalau berdasarkan hukum perdata, pembagian warisan dilakukan berdasarkan berbagai golongan, antara lain:

 

Hal-Hal Penting tentang Harta Warisan yang Wajib Kamu Ketahui Illustration Bisnis Muda  - Image: Canva

Hal-Hal Penting tentang Harta Warisan yang Wajib Kamu Ketahui Illustration Bisnis Muda - Image: Canva

 
  1. Golongan I
    Berdasarkan pasal 852 KUH Perdata, suami atau istri maupun anak dari keturunan pewaris berhak untuk menerima warisan, yakni masing-masing seperempat bagian dari total warisan.
     
  2. Golongan II
    Nah, golongan ini merupakan orang tua dan saudara kandung dari pewaris. Golongan II berhak untuk dapat warisan bila pewaris belum punya suami atau istri dan anak.

    Golongan II pun berhak dapat seperempat bagian dari total keseluruhan warisan. Khususnya orang tua, yang mana enggak boleh dapat warisan kurang dari seperempat bagian.
     
  3. Golongan III
    Sementara itu, untuk Golongan III terdiri dari keluarga dalam garis lurus ke atas, sesudah bapak dan ibu dari si pewaris nih, Be-emers. Jadi, kalau pewaris enggak punya saudara kandung, kakek dan nenek dari pihak ayah serta ibu berhak mendapat warisan.

    Jumlah yakni setengah bagian untuk kakek/nenek di garis ayah, dan setengah bagian untuk kakek/nenek di garis keluarga ibu.
     
  4. Golongan IV
    Sedangkan Golongan IV merupakan ahli waris yang terdiri dari paman dan bibi pewaris, baik dari keluarga ayah maupun dari keluarga ibu.

    Selain itu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, serta saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya masuk dalam Golongan IV ini sebagai ahli waris.

Dalam pasal 830 KUH Perdata, disebutkan bahwa warisan baru bisa dilakukan bila terjadi kematian. Khusus bagi orang yang terikat pernikahan, ahli waris hanya bisa menerima warisan selama mereka belum bercerai.

Baca Juga: Dapat Warisan? Jangan Bingung! Yuk, Kelola Biar Enggak Gampang Habis
 

C. Warisan dalam Hukum Adat

Dalam hukum adat, pembagian warisan juga ada aturannya lho! Nah, hukum adat sendiri juga beda-beda nih, Be-emers.

Ada yang mengacu pada ketentuan berdasarkan garis keturunan laki-laki dan perempuan. Ada juga nih yang mengacu pada garis pokok keutamaan dan penggantian.

Misalnya, adat di Minangkabau, Sumatera Barat menganut sistem kekeluargaan matrilineal, yang mana warisan akan diwariskan secara turun temurun dengan keturunan ibu. Jadi, anak laki-laki di Minangkabau enggak berhak terhadap harta bawaan dari ayah dan hanya berhak mengelola harta bawaan ibu.

Namun, dalam adat Batak, Sumatera Utara, hukum adat dalam hal warisan justru berbeda dengan yang dilakukan adat Minangkabau.

Hukum adat batak menganut sistem kekeluargaan yang patrilineal, alias lebih memberikan hak kepada garis keturunan dari ayah dan kedudukan laki-laku dalam masyarakat adat batak statusnya lebih tinggi dari kaum wanita.

Meskipun, dilansir dari jurnal Eksistensi Pewarisan Hukum Adat Batak, Putusan Pengadilan Negeri Balige No. I/PDT.G/2015/PN.Blg dan Putusan Putusan Tingkat Banding Nomor 439/PDT/2015/PT-Mdn pada Pengadilan Tinggi Medan membuat terobosan dengan memberikan hak waris yang sama antara laki-laki dan perempuan.

Dikutip dari laman PFI Mega Life, ini perbedaan hukum adat patrilineal dan matrilineal dalam pembagian warisan:
  1. Warisan berdasarkan Hukum Adat Patrilineal
    Dalam hukum adat patrilineal, anak laki-laki adalah ahli waris yang berhak menerima warisan. Bahkan, anak laki-laki pertama biasanya bakal dapat porsi yang jauh lebih besar dari pewaris.
  2. Warisan berdasarkan Hukum Adat Matrilineal
    Bertolak belakang dengan adat patrilineal, hukum adat matrilineal justru menjadikan anak perempuan sang pewaris sebagai ahli waris.

Selain berdasarkan hukum adat patrilineal dan matrilineal, pembagian warisan dalam hukum adat juga bisa ditentukan berdasarkan garis pokok keutamaan dan penggantian. Mirip dengan hukum perdata, garis pokok keutamaan terdiri dari:
  • Keutamaan I: keturunan langsung dari pewaris, yakni anak
  • Keutamaan II: orang tua dari pewaris
  • Keutamaan III: saudara pewaris dan keturunannya
  • Keutamaan IV: kakek dan nenek dari pewaris

Sementara itu, untuk ahli waris yang masuk dalam penggantian, yakni orang atau pihak yang enggak punya hubungan keluarga dengan pewaris. Selain itu, orang yang ada lagi hubungannya dengan pewaris seperti mantan istri atau mantan suami, juga bisa menjadi ahli waris.


Gimana menurut kamu, Be-emers? 

Yuk, sharing di kolom komentar atau tulis aja pengalaman kamu di Bisnis Muda dengan klik “Mulai Menulis”.

Gabung juga yuk di komunitas Telegram kami! Klik di sini untuk bergabung