Hadapi New Normal: Atur Financial Planning Tanpa Drama

Hadapi new normal dengan financial planning yang tepat dan tanpa drama ( sumber: gwgrill.com)

Hadapi new normal dengan financial planning yang tepat dan tanpa drama ( sumber: gwgrill.com)

Like

Masih begitu lekat dalam keseharian kita hingga detik ini, bahwa pandemi Covid 19 rupanya telah banyak menghadirkan duka sekaligus pelajaran penting bagi seluruh individu di dunia. Terlebih, soal keuangan. Dimana, uang menjadi alat tukar yang amat penting dalam mendukung siklus kehidupan kita sehari-hari. Seolah direnggut secara paksa dan tanpa ampun, hingga berujung pada menurunnya tingkat ekonomi di seluruh negara, tak terkecuali Indonesia. Mengingat, pandemi kali ini penyebarannya pun begitu pesat, bahkan dampaknya pun sangat berakibat fatal yang tragisnya telah menelan banyak nyawa dan kerugian besar lainnya.

Bicara uang, tentu kita termasuk orang-orang yang dirugikan sebagai akibat dari hadirnya pandemi ini. Khususnya, bagi mereka yang sepenuhnya mengandalkan pendapatan harian, tentu akan mengalami penurunan pemasukan secara drastis. Belum lagi, para pekerja yang tiba-tiba dirumahkan atau PHK (pemutusan hubungan kerja). Serta, para pekerja yang masih aktif bekerja di perusahaan pun tak luput dari dampak situasi pandemi ini, dimana sebagian diantaranya harus menerima pemotongan gaji di perusahaannya. 

Lantas, cukup menyedihkan, bukan?
 

Hadapi New Normal dengan Financial Planning yang Tepat


Maka, untuk mempersiapkan fase new normal di tengah pandemi Corona yang seolah makin mengganas hingga kini, kita pun juga mesti bijak dan cermat dalam mengatur perencanaan keuangan. Khususnya, dalam ruang lingkup keluarga. Hal ini sangat penting lho. Kenapa? Karena, perencanaan keuangan ini perlu kita atur dan persiapkan dengan matang sebagai proteksi sekaligus persiapan kita dalam menanggulangi berbagai risiko yang bisa jadi akan melanda keluarga di tengah fase new normal ini.

Karena, sebagai manusia kita tidak bisa memprediksi apalagi memperkirakan berbagai kemungkinan buruk yang mungkin hadir dalam kehidupan kita. Sehingga, sikap bijak yang mesti kita lakukan saat ini untuk mengantisipasi fase new normal adalah mempersiapkan financial planning sebaik mungkin yang minim drama. Nah, kira-kira seperti apa sih? Yuk, cari tahu disini!
 

1. Kondisikan Hutang dengan Cermat

Poin ini merupakan prioritas utama yang harus diperhatikan saat memeriksa kondisi status keuangan keluarga. Dimana, hutang ataupun cicilan ini sudah semestinya menjadi prioritas utama setelah kebutuhan pokok terpenuhi. Selagi bisa dicover, tidak ada salahnya bukan untuk dibayarkan tepat waktu. Khususnya, di masa pandemi seperti saat ini. Dimana, sebagian besar diantara kita mungkin dihadapkan dengan kendala keuangan sehingga sulit untuk membayarkannya.


Solusinya, bisa kita cek kembali, apakah ada aset milik pribadi atau cash flow tahunan di luar dana darurat yang bisa dilikuidasi. Dan, bahkan bisa juga dengan mengajukan restrukturisasi hutang pada pemberi pinjaman, entah itu dengan mengubah suku bunga, periode pembayaran, besar cicilan, dll. Tinggal kita pilih, sesuai dengan kenyamanan hati dan kantong pribadi kita pastinya.
 

2. Optimalkan Dana Darurat dan Proteksi

Next, ketika kebutuhan pokok dan kewajiban (hutang) sudah dipenuhi, yuk dicek kembali dana daruratnya. Mengingat, kehadiran dana darurat ini sangat diandalkan ketika kita dihadapkan dengan kondisi sulit. Misalnya, kehilangan pendapatan atau bahkan pemotongan gaji yang mana dari gaji tersebut tidak mampu sepenuhnya mencukupi kebutuhan keluarga. Otomatis, dana darurat inilah yang akan kita gunakan, khususnya di masa pandemi saat ini.

Adapun, jika keadaan telah kembali normal (yang sebenarnya), bisa segera kita isi kembali keranjang dana darurat kita seideal mungkin, yakni 6-12 kali pengeluaran bulanan. Sesuai dengan instrumen yang umumnya bisa kita gunakan, baik itu berupa tabungan, deposito, emas, dan reksadana pasar uang. 

Disamping itu, jangan lupa perhatikan juga proteksi/asuransi yang merupakan fondasi penting bagi proses perencanaan keuangan keluarga. Khususnya, bagi pencari nafkah utama agar penting memiliki asuransi jiwa, apabila benefit kesehatan dari tempat bekerja kurang mencukupi. Pasalnya, jika sepenuhnya hanya mengandalkan BPJS ataupun benefit kesehatan dari kantor, bisa jadi belum cukup bukan? Jadi, perhatikan lagi ya riwayat penyakit dan fasilitas yang sesuai dengan kondisi kita.
 

3. Atur Prioritas Pengeluaran

Beberapa hari yang lalu, saya sempat mengikuti sebuah kulwap dari salah satu komunitas ibu-ibu di WAG. Nah, didalamnya ada satu poin penting yang menarik perhatian saya, yakni tentang priority spending mapping. Dimana, dalam hal ini narasumber membagi poin ini menjadi empat hal, antara lain: (1) Penting dan mendesak, (2) Penting dan bisa ditunda, (3) Mendesak dan hanya ingin, (4) Tidak penting dan tidak mendesak. 

Kemudian saya merangkumnya menjadi sebuah catatan sederhana, yakni untuk pengeluaran yang penting dan mendesak seperti halnya kebutuhan pokok dan hutang, hendaknya segera dieksekusi terlebih dahulu sebagai prioritas utama dibanding pengeluaran lainnya. Lalu, untuk pengeluaran yang penting dan bisa ditunda, sementara bisa ditahan dulu ya gaes dengan menabung misalnya. Sementara itu, untuk jenis pengeluaran yang sifatnya mendesak dan hanya ingin (aja), bisa kok dicoba dengan mencari alternatif lain bilamana dananya belum tersedia. Terakhir, adapun pengeluaran yang sifatnya tidak penting dan tidak juga mendesak, baiknya LUPAKAN. Beres!

Sebenarnya, menurut hemat saya pribadi dengan adanya pembagian prioritas ini cukup mudah lho untuk diaplikasikan. Namun, yang membuat hal ini sulit untuk diterapkan adalah diri kita sendiri yang mungkin belum bisa mengendalikan diri terhadap berbagai keinginan. Jadi, yuk mulai sekarang belajar mengendalikan diri untuk berbagai hal yang ada disekitar kita, dengan begitu kita bisa menerapkan skala prioritas yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan kita. Ingat lho ya, bukan hanya keinginan semata!
 

4. Sesuaikan Pos Anggaran dengan Kondisi New Normal

Terkait pos anggaran ini, perlu kita cermati kembali bahwa sifatnya sangatlah fleksibel. Tidak ada rumus baku yang menjadi acuan tetap untuk dijadikan target setiap bulannya. Oleh sebab itu, dalam situasi new normal ini khususnya, kita perlu menyesuaikan kembali tiap pos anggarannya berdasarkan kebutuhan dan tujuan keuangan kita masing-masing. Namun perlu diingat, bahwa secara teori perencanaan keuangan ini sendiri rupanya ada beberapa pilar lho yang dapat menjadi indikator dalam menentukan status keuangan sebuah keluarga dinyatakan sehat atau tidak. Diantaranya, jika mempunyai cicilan maka maksimalnya adalah 35 persen dari pendapatan. Serta, tiap bulannya bisa mengalokasikan minimal 10 persen dari pendapatan untuk tabungan dan investasi. Ingat juga, cek dan pastikan terlebih dahulu ya status keuangan keluarga kita, agar alokasi pos-pos anggaran ini sesuai dengan kebutuhan dan tujuan keluarga kita. 

Terakhir, jangan lupa ya untuk melakukan investasi pada jenis instrumen yang sudah dikuasai. Dimana, dalam konteks ini sifatnya bukan untuk dipaksakan. Melainkan, jika hal ini diupayakan justru akan lebih baik guna melindungi kondisi keuangan keluarga. Instrumen ini sendiri bisa berupa emas, deposito, obligasi ritel, reksadana, dan lain-lain. Tergantung dari jangka waktu ideal masing-masing jenis instrumennya. Tak lupa, lakukan pula evaluasi menyeluruh agar pencapaian dan kekurangannya dapat kita ukur sebaik mungkin.

Kamu sendiri gimana nih, siap mencoba? Yuk, atur financial planning di masa new normal ini dari sekarang! Semoga bermanfaat.