Dari Butiran ke Nilai: Ketika Pupuk Menjadi Penopang Ekonomi Nasional

Dari butiran ke nilai (Sumber: Kompas.com)

Dari butiran ke nilai (Sumber: Kompas.com)

Like
Tak banyak yang menyadari bahwa ekonomi nasional kita pernah tumbuh dari satu hal yang sangat sederhana. Tak banyak pula yang menyangka, melalui satu hal sederhana itu yang tiba di ladang bisa berdampak sampai ke meja makan di kota. Barangkali bagi sebagian orang itu sepele, tetapi bagi mereka yang tumbuh di desa, satu hal sederhana itu dapat berarti dua hal, yaitu panen yang melimpah atau gagal total. Yah, sering kali nasib itu bergantung pada satu hal sederhana, butiran pupuk.

Setiap butiran pupuk yang sampai kepada petani menjadi denyut kehidupan serta menyimpan harapan, bukan hanya untuk desa, tapi untuk Indonesia yang ingin berdiri di atas kaki sendiri tanpa adanya impor. Namun sayangnya, pupuk hari ini masih menghadapi persoalan klasik, seperti distribusi yang tidak merata, keterlambatan pengiriman serta permainan harga yang dilakukan oleh pihak distributor. Hal ini tentu memberikan dampak kepada petani-petani yang ada di desa. Seperti halnya yang dihadapi oleh Rudi Prambudi, seorang petani semangka dan melon di Desa Sebunta, Kutai Kartanegara.

Di lansir dari kaltimtoday.co, beliau menceritakan pengalamannya menggunakan pupuk. Awal mulanya Beliau menggunakan pupuk jenis lain, sebab petani terbiasa dengan pupuk jenis tersebut. Namun, harga pupuk yang cukup mahal kerap menjadi permasalahan, belum dengan pengaplikasiannya yang rumit, seperti sebelum diaplikasikan ke tanah, pupuk harus dilarutkan dengan air terlebih dahulu. Hingga pada akhirnya, beliau beralih ke pupuk NPK Pelangi dan Ecofert yang di produksi oleh Pupuk Kaltim.