Sumber Gambar: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/1/10/Yogyakarta_Indonesia_Tugu-Yogyakarta-02.jpg
Likes
Tahun 2008, saya meninggalkan kota Jogja, kota kelahiran saya. Memenuhi keinginan orang tua agar saya merantau hingga sampai di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.
Awal tinggal di sana, tepatnya di rumah paman saya, adik bapak. Kini, sudah merantau lebih jauh lagi, di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.
Jika puasa Ramadhan begini, kadang masih teringat suasana di kampung halaman. Suasana di Masjid Al-Amin, masjid yang menjadi pusat dari ibadah dan kegiatan Ramadhan di kampung saya.
Baca Juga: 6 Tradisi Khas Ramadan di Berbagai Daerah: Dari Bersih-Bersih Hingga Makan-Makan
Dahulu, sebelum saya tinggalkan, sudah ada renovasi lantai dua. Alhamdulillah, sekarang sudah jadi dan dipakai pula untuk mengaji anak-anak.
Suasana Ramadhan di Jogja, memang cukup menyenangkan. Orang-orang berpuasa seperti biasa di siang harinya, tetapi menghidupkan malam dengan aneka ibadah.
Salah satu tradisi yang masih saya ingat adalah membaca Al-Qur'an satu juz bergantian di masjid tersebut.
Orang yang ikut, sih, memang tidak banyak, tidak sampai ribuan orang, wah, banyak banget kalau itu! Cukup beberapa orang tua yang duduk melingkar dengan meja kecil. Duduk bersila dan membaca Al-Qur'an beberapa rukuk.
Baca Juga: Zakat dan Perannya dalam Perekonomian Negara, Alternatif Mengurangi Kesenjangan Ekonomi
Intinya, dalam satu malam itu, harus selesai satu juz. Tradisi itu membuat saya senang, karena bisa kumpul dengan para orang tua. Selain mendapatkan wejangan dari mereka, juga bisa mendapatkan pengalaman hidup.
Sajian mengajinya cuma teh hangat. Ini yang juga segar, manisnya pas, gulanya oke. Jika haus, tinggal minum saja. Beda dengan di siang hari bukan? Mengaji bikin haus, ya, tetap tidak boleh minum!
Tulis Komentar
Anda harus Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.