Orang Miskin Dilarang Kuliah: Menyoroti Ketimpangan dalam Pendidikan Tinggi

Ilustrasi Biaya Kuliah Tinggi (Sumber gambar: forumkeadilan.com)

Ilustrasi Biaya Kuliah Tinggi (Sumber gambar: forumkeadilan.com)

Like

Pendidikan adalah hak fundamental setiap warga negara, sebagaimana dijamin oleh konstitusi.

Namun, tingginya biaya pendidikan, terutama di perguruan tinggi negeri (PTN), semakin menambah ketimpangan dalam akses pendidikan.

Kalimat “Orang miskin dilarang kuliah” yang belakangan ini ramai diperbincangkan mencerminkan keresahan masyarakat terhadap fenomena ini.

Dengan semakin tingginya Uang Kuliah Tunggal (UKT), banyak kalangan yang mempertanyakan apakah pendidikan tinggi masih dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat.

Baca Juga: Mahasiswa Miskin Dilarang Kuliah, Perguruan Tinggi Hanya Kebutuhan Tersier


 

Tingginya Biaya UKT dan Dampaknya

Uang Kuliah Tunggal (UKT) adalah sistem pembayaran biaya kuliah yang diterapkan di PTN di Indonesia.

Meskipun sistem ini bertujuan untuk menyederhanakan dan menyesuaikan biaya pendidikan berdasarkan kemampuan ekonomi mahasiswa, kenyataannya UKT sering kali tetap menjadi beban berat bagi banyak keluarga.

Data menunjukkan bahwa rata-rata UKT di beberapa PTN ternama mencapai angka jutaan rupiah per semester, yang bagi sebagian besar keluarga menengah ke bawah, angka tersebut merupakan jumlah yang sangat besar.

Akibatnya, banyak siswa berprestasi dari keluarga kurang mampu harus mengubur impian mereka untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Mereka terpaksa memilih untuk langsung bekerja atau mengikuti pendidikan vokasi yang lebih murah, meskipun mungkin kurang sesuai dengan minat dan potensi akademik mereka.

Baca Juga: 5 Jurusan dengan Gaji yang Cukup Besar!

 

Pendidikan sebagai Kebutuhan Tersier?

Pernyataan bahwa kuliah adalah kebutuhan tersier semakin menambah kontroversi. Dalam konteks ekonomi, kebutuhan tersier merujuk pada kebutuhan yang sifatnya sekunder atau tambahan, bukan kebutuhan pokok.

Namun, dalam era modern ini, pendidikan tinggi tidak lagi bisa dianggap sebagai kebutuhan tersier. Pendidikan tinggi memainkan peran krusial dalam menentukan masa depan individu, membuka peluang kerja yang lebih baik, dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.

Sebagai perbandingan, negara-negara maju telah lama memahami pentingnya akses pendidikan tinggi bagi semua warganya.

Kebijakan pendidikan yang inklusif dan dukungan finansial yang memadai bagi mahasiswa kurang mampu telah berhasil mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi di masyarakat mereka.