Student Loan, Apakah Cocok Diterapkan di Indonesia dan Sesuai dengan Karakter Masyarakat?

Like

Karakteristik Orang dan Pendidikan Orang Indonesia 

Untuk menjawab pertanyaan dan memahami lebih dalam, apakah student loan cocok diterapkan di Indonesia? Mari kita telisik beberapa aspek kultural dan ekonomi dari masyarakat Indonesia.


1. Nilai Gotong Royong dan Keluarga

Masyarakat kita  dikenal dengan nilai gotong royong yang tinggi dan peran keluarga yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.

Orang tua cenderung merasa bertanggung jawab untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka. Tradisi ini sangat mungkin menjadi hambatan dalam penerimaan konsep student loan.

Karena beban pinjaman pastinya akan dianggap sebagai tanggung jawab keluarga, bukan individu.

 

2. Tingkat Literasi Keuangan

Tingkat literasi keuangan di masyarakat kita dibilang relatif rendah. Banyak orang masih belum terbiasa atau memahami cara mengelola keuangan. Terlebih lagi mengelola pinjaman dengan bunga, banyak contoh kasus kredit macet pada program lain. 

Student Loan bisa menjadi program yang menyumbangkan lebih banyak kasus kredit gagal bayar. Tentu hal itu diperkuat  jika student loan diterapkan tanpa edukasi yang memadai.


Baca Juga: Apa Beda Pinjaman Online vs Student Loan Berkaitan dengan UKT?

 

3. Stabilitas Ekonomi

Ekonomi saat ini masih menghadapi berbagai tantangan. Seperti fluktuasi mata uang dan tingkat pengangguran yang tinggi, yang hingga saat ini belum menemukan solusi.

Kondisi ini membuat penerapan sistem student loan berisiko tinggi. Karena lulusan sangat mungkin kesulitan mendapatkan pekerjaan yang cukup untuk membayar kembali pinjaman mereka.

 

Potensi Masalah Jika Student Loan Diterapkan di Indonesia

1. Risiko Gagal Bayar Tinggi

Bukan solusi student loan akan menjadi masalah baru. Jika tingkat pengangguran dan ketidakpastian ekonomi tetap tinggi, dapat dipastikan banyak lulusan yang kesulitan membayar kembali pinjaman.

Hal ini dapat menyebabkan krisis keuangan bagi individu dan juga sistem keuangan yang lebih luas.

 

2. Kesenjangan Sosial

Pinjaman mahasiswa bisa memperburuk kesenjangan sosial. Mahasiswa dari keluarga kaya mungkin lebih mampu untuk membayar kembali pinjaman dengan cepat.

Sementara mahasiswa dari keluarga miskin bisa terjebak dalam hutang dalam jangka waktu yang sangat lama.

Baca Juga: Akibat Biaya Kuliah Selangit, Kuliah jadi Kebutuhan Tidak Wajib?
 

3. Beban Psikologis

Beban hutang akan menjadi tekanan psikologis yang besar bagi mahasiswa. Hal ini tentu mempengaruhi kinerja akademik mahasiswa dan kesejahteraan mental secara keseluruhan.
 


4. Ketergantungan pada Institusi Finansial

Mengandalkan pinjaman untuk pendidikan, mahasiswa dan keluarga bisa menjadi lebih tergantung pada institusi keuangan.

Hal ini kembali mengurangi otonomi finansial masyarakat dan meningkatkan risiko terhadap perubahan kebijakan keuangan atau ekonomi.