Rekomendasi Wisata Anti Mainstream, Belajar Sejarah dari Kompleks Pemakaman di Kota Jakarta

Like

Mempelajari Sejarah dari Batu Nisan

Di Museum Taman Prasasti terdapat beberapa batu nisan dari orang-orang penting yang memiliki sejarahnya masing-masing pada zaman penjajahan dulu.

Pertama, ada batu nisan H.F Roll yang diketahui sebagai pendiri STOVIA atau sekolah kedokteran pada zaman Belanda yang menjadi awal mula Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). 

Kedua, ada batu nisan Olivia Marianne Raffles yang merupakan istri dari Gubernur Hindia Belanda periode 1811-1816, Thomas Stamford Raffles. Olivia memiliki wasiat ingin dimakamkan di samping sahabatnya yang bernama Layden yang merupakan penasehat Thomas Stamford Raffles semasa menjabat sebagai gubernur. 

Ketiga, ada nisan dengan tengkorak yang tertancap di atasnya yang lebih dikenal dengan Monumen Pecah Kulit. Monumen ini menjadi lambang kisah Pieter Erberveld, seorang keturunan Indonesia berdarah campuran Jerman dan Thailand yang dituduh sebagai pemberontak VOC. Erberveld dihukum mati secara sadis pada tahun 1722 dengan cara badannya ditarik dengan empat kuda dengan arah yang berbeda. 
 

Batu Nisan Aktivis Soe Hok Gie di Museum Taman Prasasti/dok.pribadi

Batu Nisan Aktivis Soe Hok Gie di Museum Taman Prasasti/dok.pribadi


Keempat, ada batu peringatan untuk aktivis Indonesia Soe Hok Gie yang ditandai dengan nisan yang bertuliskan "Nobody knows the troubles I see; nobody knows my sorrow" (tak ada yang mengerti masalah yang saya lihat; tidak ada yang mengerti kesedihan saya).


Baca Juga: Potensi Wisata Lokal Embung Batu Beureum di Desa Mekar Mukti

Gie meninggal karena menghirup gas beracun ketika mendaki gunung Semeru pada 16 Desember 1969, sehari sebelum hari ulang tahunnya.

Awal mula jasad Gie dikebumikan di pemakaman Menteng Pulo sebelum akhirnya dipindah ke Kebon Jahe Kober yang memang diperuntukan untuk orang-orang asing pada masa itu.

Adapun ketika proses pemindahan jenazah ketika Kebon Jahe Kober akan dialihfungsikan, jenazah Gie dibawa ke krematorium untuk dikremasi lalu abunya ditabur di Lembah Mandalawangi Gunung Pangrango, Jawa Barat.