Sakit Telinga Ketika Naik Pesawat, Tips Mengantisipasinya!

Sakit telinga ketika naik pesawat dapat disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya karena tingginya tekanan udara https://pixabay.com/id/photos/pesawat-terbang-penerbangan-langit-50893/

Like

Alhamdulillah, sudah sering saya melakukan perjalanan dinas. Tentu saja, perjalanan tersebut gratis, kantor yang bayar.

Bahkan, saya dapat uang dari situ, yaitu: uang harian alias uang saku. Tidak perlu kamu tahu, saku yang bawah kanan, atau yang kiri atas. Atau malah tirai nomor satu, memangnya ini kuis?  

Selama melakukan perjalanan dinas, saya sering menggunakan pesawat terbang. Kamu tahu 'kan pesawat terbang?

Ya, saya naik burung besi itu tanpa kenal pilot dan pramugarinya. Dan, tentu saja, pilot serta pramugarinya juga tidak kenal saya. Ditambah, yang bertugas mengelap pesawat apalagi, siapa sih dia? Siapa sih saya? 

Beberapa kali, saya terbang ke kota besar di Indonesia. Paling sering, sih, ke Jakarta. Selain itu, pernah pula ke Balikpapan, Samarinda, Ambon, Jogja, Surabaya, dan Makassar.


Baca Juga: Disepelekan, Ini Bahaya Bersihkan Telinga dengan Cotton Bud!

Lumayan 'kan, bisa jalan ke kota-kota tersebut, meskipun pejabat daerahnya, dalam hal ini gubernurnya maupun pejabat lainnya tidak menyambut saya di bandara, pakai karpet merah. Rupanya, karpet merah itu bisa dicuci di tempat pencucian mobil, lho! 

 

Mengalami Sakit Telinga

Penerbangan yang sering saya lakukan adalah penerbangan pagi. Kalau dilihat dari jadwal, bukan jadwal pelajaran anak kamu, melainkan jadwal penerbangan, ada pesawat pagi dari Jakarta menuju ke Kendari. Saya memang berdomisili di Sulawesi Tenggara. Jadi, tujuan yang pertama tentu Kendari dahulu, sebagai ibukota provinsi. 

Jadwal penerbangan yang saya lalui itu jam setengah 4 pagi. Iya, kamu tidak salah dengar, eh, tidak salah baca, jam setengah 4 pagi, saya terbang dari Jakarta.

Lalu, bagaimana cara mengatur waktunya? Pernah sih, tidak tidur semalaman. Khawatirnya, jika saya tidur di hotel, nanti malah bablas, terus terlambat, deh, ke bandara. 

Pernah juga cuma tidur beberapa jam. Sekadar untuk memenuhi tidur malam. Baru lewat tengah malam, saya ke bandara, menggunakan taksi online.

Ada memang sopir-sopir yang memilih bergerilya penumpang di jam-jam itu. Istilahnya, ngalong. Alasannya, lebih sepi, lebih adem, ban tidak cepat memuai, dan pasarnya masih ada, termasuk saya waktu itu. 

Dalam sebuah penerbangan, saya mengalami sakit yang luar biasa di kepala. Waktu itu, pesawat akan landing. Bidadari, maksudnya, pramugari, sudah mengumumkan pesawat akan segera mendarat. Makanya, penumpang harus menegakkan sandaran kursi, melipat meja, dan membuka penutup jendela.

Tentu saja, tetap harus mengenakan sabuk pengaman. Meskipun kamu sering pakai motor, ini tetap namanya sabuk pengaman, ya, bukan helm. Jangan dikira sabuk pengaman cuma ada di mobil. 

Ada semacam cairan yang dari hidung naik ke kepala. Rasanya sakit luar biasa. Kepala seperti mau pecah. Bahkan, saat itu saya merasa seperti mau mati.

Pesawat terus perlahan-lahan mendarat, sementara sakit di kepala saya makin memuncak juga. Waktu itu, saya masih menderita flu. Jadi, mungkin itu lendir dari hidung yang naik ke kepala, mungkin masuk ke otak. 

Alhamdulillah, begitu pesawat mendarat, sakit kepala saya hilang. Normal kembali. Perjalanan tiba dengan selamat. Nah, untuk kali ini, saya mengalami hal yang lain. Sakit telinga. Sampai saya menulis ini, telinga saya masih sakit.

Rasanya bindeng, tidak seimbang antara telinga kiri dan kanan. Masih ada semacam endapan udara, terutama di telinga sebelah kiri. 

Atas saran dari sahabat saya, pergilah saya ke Puskesmas. Ini artinya adalah Pusat Kesehatan Masyarakat, bukan Pusing, Keseleo, Masukangin. Dokter perempuan yang berjaga di situ mengatakan itu akan sembuh dengan sendirinya.

Dia menyarankan saya untuk nanti mengunyah saja ketika takeoff maupun landing. Nah, ini biasanya tidak saya lakukan. Saya tidak mengunyah di dua waktu kritis itu. Tidak mengunyah karena tidak ada yang bisa dikunyah.