Investor Waspada! Sritex Berpotensi Delisting di Bursa Efek Indonesia

Ilustrasi Pegawai Sritex (Sumber gambar: Bisnis.com)

Like

Kasus kebangkrutan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau yang lebih dikenal dengan Sritex kini menjadi perhatian utama bagi banyak kalangan, terutama para investor. Perusahaan yang pernah berjaya sebagai salah satu produsen tekstil terbesar di Indonesia ini dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang.

Hal ini menyebabkan Bursa Efek Indonesia (BEI) mengambil langkah tegas dengan melanjutkan suspensi saham Sritex, yang kini berpotensi mengalami delisting atau penghapusan pencatatan saham di bursa. Situasi ini tentu memerlukan kewaspadaan tinggi dari para investor yang terlibat di dalamnya.


Apa Itu Delisting dan Dampaknya bagi Investor?

Delisting adalah proses penghapusan pencatatan saham sebuah perusahaan dari bursa efek. Dalam hal ini, delisting Sritex dari Bursa Efek Indonesia akan membuat saham perusahaan tidak lagi bisa diperdagangkan di pasar publik.

Hal ini dapat terjadi jika perusahaan tidak memenuhi syarat yang ditetapkan bursa, atau akibat kondisi internal yang serius, seperti kebangkrutan atau kinerja yang sangat menurun.

Bagi investor, delisting berarti kehilangan likuiditas saham. Investor yang masih memegang saham SRIL akan kesulitan menjual sahamnya karena tidak lagi diperdagangkan secara publik. Artinya, delisting bisa mengakibatkan kerugian besar bagi pemegang saham karena nilai sahamnya mungkin anjlok tajam.

Baca Juga: Perhatikan Risiko-Risiko Delisting Saham!

 

Kronologi Pailitnya Sritex dan Suspensi Saham

Kasus ini bermula ketika Sritex, yang beroperasi sebagai salah satu perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara, tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya. Pada 21 Oktober 2024, PN Niaga Semarang resmi menyatakan Sritex dan tiga anak usahanya pailit, yaitu PT Sinar Pantja Tjaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.

Vonis ini diambil setelah Sritex dianggap gagal memenuhi kewajiban pembayaran kepada PT Indo Bharat Rayon, yang sebelumnya telah disepakati dalam Rencana Perdamaian (Homologasi) pada Januari 2022.

Akibat putusan ini, BEI kembali menghentikan sementara perdagangan saham SRIL di semua pasar, melanjutkan suspensi saham yang telah berlangsung sejak Mei 2021 akibat ketidakmampuan perusahaan membayar pokok dan bunga Medium Term Notes (MTN).

Hingga Oktober 2024, suspensi ini telah memasuki bulan ke-41, di mana kondisi ini telah memenuhi kriteria delisting sesuai peraturan BEI.

Lalu, apakah saham SRIL berpotensi delisting?