Standar Hidup Layak Naik Rp1,02 Juta per Bulan, Apakah Sudah Benar-Benar Sejahtera?

Standar hidup layak Indonesia meningkat jadi Rp1,02 juta perbulan di tahun 2024 sumber gambar pixabay.com

Be-emers tentunya sudah mendengar dan membaca berita mengenai Standar hidup layak Indonesia meningkat jadi Rp1,02 juta perbulan tersebut, bukan? Bagaimana menurut Be-emers pribadi, setuju jika angka tersebut dijadikan standart kelayakan?
 
Sebagai warga negara, seharusnya kita merasa bangga dengan adanya peningkatan dari tahun sebelumnya. Namun, jika angka Rp1,02 Juta dijadikan standart hidup layak di tahun 2024 ini.

Tentunya kita harus mengkritisi karena realitanya Rp1,02 juta masih jauh dari kata cukup. Jangankan untuk hidup layak, sekadar untuk memenuhi kebutuhan pokok dasar saja, angka tersebut terbilang cukup rendah. 
 
Lantas, bagaimana bisa BPS memunculkan angka begitu rendah? Bagaimana sebenarnya metodologi penghitungannya? Mari kita bahas. 

Baca Juga: Standar Hidup Layak Meningkat jadi Rp1,02 Juta, Gimana Dampaknya?
 
 

Konsep Penilaian Standar Hidup Layak BPS

Be-emers, untuk menjawab pertanyaan di atas kita mulai dari memahami konsep dasar penilaian BPS terlebih dahulu. 
 
Pada dasarnya standar hidup layak merupakan indikator penting untuk menilai kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini, BPS menggunakan konsep pengeluaran riil per kapita untuk menggambarkan kemampuan rata-rata individu memenuhi kebutuhan dasar, termasuk makanan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan.
 
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, angka ini justru menimbulkan pertanyaan besar jika dibandingkan dengan realitas kehidupan masyarakat. 
 
Kita coba saja, menghitung biaya makan tiga kali sehari. Saya tinggal di kota di luar Jakarta, biaya makan bisa mencapai Rp50.000–Rp100.000 per hari. Nah jika di jumlahkan, dalam satu bulan bisa menghabiskan sekitar Rp1,5 juta–Rp3 juta per bulan. Ini baru biaya makan, belum biaya kebutuhan pokok lain. 
 
Jadi wajar bukan, jika kemudian ada pertanyaan, bagaimana BPS menghitung standar Hhdup layak?
 
Mari kita telusuri metodologi sehingga didapatkan angka Rp1,02 juta, yang diperoleh BPS. Berikut langkah-langkah dalam perhitungan tersebut:

1. Pendataan Pengeluaran Rumah Tangga

BPS melakukan survei sosial-ekonomi nasional (Susenas) untuk menghitung pengeluaran rata-rata rumah tangga. Data ini mencakup berbagai aspek kebutuhan, seperti makanan, transportasi, pendidikan, dan kesehatan.
 

2. Penyesuaian dengan Inflasi

Angka pengeluaran tersebut kemudian disesuaikan dengan tingkat inflasi sehingga dapat mencerminkan nilai riil uang dari waktu ke waktu.
 

3. Distribusi Geografis

Penghitungan dilakukan berdasarkan data dari berbagai wilayah di Indonesia, sehingga mencerminkan rata-rata nasional.
 
 

4. Batas Pengeluaran Minimum

BPS menetapkan garis standar berdasarkan kebutuhan minimum untuk hidup layak. Jadi untuk gaya hidup atau pengeluaran individu tidak masuk dalam hitungan. 
 
Namun, Be-emers, seperti yang kita ketahui. Metode ini menghasilkan angka rata-rata yang mewakili pengeluaran minimum per kapita.

Angka ini tampaknya terlalu rendah dan tidak mempertimbangkan variasi kebutuha biaya hidup di berbagai daerah.