Food Vlogger Suka Beri Kritik, Tantangan atau Peluang?

Dampak Review Food Vlogger, Kritik yang Membangun atau Menjatuhkan? (Sumber gambar: Freepik)

Like

Be-emers, akhir-akhir ini, media sosial ramai diperbincangkan oleh fenomena food vlogger yang memberikan kritik tajam terhadap berbagai bisnis kuliner.

Banyak pengusaha yang mengaku bahwa usaha mereka mengalami penurunan drastis, bahkan terpaksa gulung tikar setelah mendapatkan ulasan negatif yang viral.

Hal ini tentu memunculkan perdebatan: apakah food vlogger bertanggung jawab atas kehancuran bisnis tersebut, ataukah ada faktor lain yang jarang dibahas?

Di artikel ini, kita akan membahas  fenomena ini secara lebih mendalam. Kita akan mulai dengan etika food vlogger, bagaimana pengusaha seharusnya menanggapi kritik, serta faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi keberlangsungan bisnis kuliner. Yuk, kita bahas satu per satu!
 

Review Jujur atau Konten Sensasi?

Food vlogger memiliki peran penting dalam membentuk opini publik tentang suatu usaha kuliner. Dengan jutaan penonton yang mempercayai ulasan mereka, satu review negatif yang menjadi viral, dapat memiliki dampak yang signifikan pada bisnis.

Namun, pertanyaannya adalah, apakah semua food vlogger benar-benar memberikan review yang objektif dan konstruktif?


Ada dua jenis food vlogger yang saat ini berkembang di media sosial:

Baca Juga: Menjadi Food Vlogger Idaman, Begini Tipsnya!
 

Food Vlogger Profesional

Mereka yang selalu menjunjung tinggi etika jurnalistik dalam memberikan ulasan. Kritik disampaikan dengan alasan yang jelas, berdasarkan fakta, dan tidak menggunakan kata-kata yang merendahkan.

Biasanya, mereka juga memberikan saran perbaikan agar pengusaha dapat belajar dari kritik yang diberikan.
 

Food Vlogger Pencari Sensasi

Di sisi lain, terdapat food vlogger yang lebih fokus pada engagement dan sensasi. Mereka sering kali menggunakan judul clickbait, reaksi berlebihan, atau bahkan bahasa yang kasar untuk menarik perhatian penonton.

Ulasan seperti ini dapat berdampak negatif karena lebih bersifat provokatif daripada informatif.

Nah, Be-emers, apakah kritik seperti ini masih bisa dianggap sebagai "review jujur"? Atau justru lebih cenderung ke arah cyberbullying?
 

Batasan Kritik: Konstruktif atau Menjatuhkan?

Dalam dunia kuliner, kritik merupakan hal yang wajar. Namun, penting untuk membedakan antara kritik yang membangun dan kritik yang menjatuhkan.

Kritik Konstruktif:

  • Memberikan ulasan yang berdasarkan pengalaman nyata, tanpa menambahkan drama berlebihan.
  • Menggunakan bahasa yang sopan dan hindari merendahkan.
  • Menyampaikan kelemahan dengan disertai saran untuk perbaikan.
 

Kritik Menjatuhkan:

  • Menggunakan kata-kata kasar atau meremehkan usaha kuliner secara berlebihan.
  • Memfokuskan konten pada kekurangan tanpa memberikan sudut pandang yang seimbang.
  • Mengangkat kesalahan kecil sebagai bahan eksploitasi untuk meningkatkan engagement.

Jika kritik dilakukan dengan niat untuk menjatuhkan, apakah itu masih dapat disebut sebagai kebebasan berpendapat? Atau sebenarnya merupakan bentuk serangan digital yang dapat merugikan orang lain?
 

Pengusaha Kuliner Wajib Paham: Kritik Itu Peluang!

Bagi pengusaha kuliner, review negatif bisa terasa menyakitkan, terutama jika disampaikan di depan jutaan audiens. Namun, daripada fokus pada sisi negatifnya, sebaiknya kritik dijadikan sebagai kesempatan untuk berkembang.

Berikut adalah beberapa langkah yang da dapat diambil jika bisnismu menerima kritik dari food vlogger:

1. Dengarkan dan Evaluasi

Periksa apakah kritik yang diterima itu benar. Apakah makanan yang disajikan memang kurang enak? Apakah pelayanan masih perlu ditingkatkan? Jika kritik tersebut valid, maka ini bisa menjadi masukan berharga untuk memperbaiki bisnis.
 

2. Jangan Reaktif, Tetap Profesional

Serangan di media sosial dapat memicu emosi. Namun, penting untuk tidak terbawa perasaan dan membalas dengan kemarahan atau sikap defensif.

Tanggapi dengan tenang dan profesional, karena audiens juga menilai cara kamu menangani kritik.

Contoh respons yang baik:
"Terima kasih atas reviewnya! Kami akan mengevaluasi dan melakukan perbaikan agar lebih baik lagi ke depannya."
 

3. Manfaatkan Media Sosial untuk Membangun Branding Positif

Daripada hanya terpengaruh oleh kritik, gunakan media sosial untuk memperbaiki citra bisnis. Berinteraksi dengan pelanggan, memperlihatkan proses perbaikan, serta menampilkan testimoni positif dari pelanggan lain dapat membantu memulihkan kepercayaan publik.
 

4. Libatkan Food Vlogger yang Kredibel

Jika bisnis kamu terkena review negatif yang tidak adil, coba ajak food vlogger lain yang lebih objektif untuk mencicipi makanan di tempatmu.

Ini dapat membantu menyeimbangkan opini publik dan memberikan perspektif yang lebih objektif.