Cerdas Bermedia Sosial Guna Menjaga Makroprudensial

Media sosial dapat dioptimalkan dalam menambah keuangan keluarga (Sumber gambar: https://www.harapanrakyat.com/)

Like

Juru Bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman meminta semua pihak berhenti melancarkan kritik negatif terhadap langkah yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi virus corona (Covid-19). Fadroel mengatakan itu dalam acara diskusi bertajuk Polemik: COVID-19 Ujian Kebersamaan Kita di Jakarta, Sabtu (21/3).

Pernyataan di atas menuai polemik publik. Pemerintah dianggap anti kritik, padahal kritik merupakan keniscayaan dalam demokrasi. Kritik publik dapat menjadi penyeimbang atau kontrol bagi kebijakan pemerintah. Buktinya ketika Presiden Jokowi menggulirkan wacana penerapan Darurat Sipil dan menuai kritik, akhirnya diganti dengan Darurat Kesehatan Masyarakat. Kritik negatif mesti dijabarkan kriteria yang dimaksud. Akan lebih pas jika dinyatakan sebagai kritik yang destruktif dan kontra produktif

Hal mengkhawatirkan adalah kritik melalui media sosial (medsos) yang dimaknai sebagai ancaman. Kondisi ini mesti dilawan oleh publik dan tetap lantang mengoptimalkan medsos guna melakukan kritik sosial yang konstruktif. Medsos sebenarnya dapat dioptimalkan untuk berkarya, serta mengubah opini dan kebijakan pemerintah.

Masyarakat mesti lebih bijak dan cerdas dalam penggunaan medsos. Salah satu optimalisasi medsos yang penting diupayakan adalah untuk mengawal dan mengawasi kebijakan pemerintah dalam menghadapi Pandemi Corona saat ini. Perilaku bijak dan cerdas bermedsos akan turut mempengaruhi makropudensial aman terjaga. Cerdas bermedia sosial merupakan bagian dari cerdas berperilaku dan stabilitas sistem keuangan.
 

Kekuatan Medsos

Medsos merupakan wahana informasi dan komunikasi paling mutakhir dan poluper saat ini. Indonesia memiliki pengguna intenet yang luar biasa banyak. Jakarta bahkan disebut sebagai ibukota media sosial berbasis teks. Tingkat penetrasi penggunaan internet di ditaksir mencapai 29 persen. Jumlah mobile subscription yang aktif mencapai 282 jutaan, dimana 74 persen untuk media sosial (Liem, 2015). 

Menurut riset platform manajemen media sosial HootSuite dan agensi marketing sosial We Are Social bertajuk "Global Digital Reports 2020", hampir 64 persen penduduk Indonesia sudah terkoneksi dengan jaringan internet.


Riset yang dirilis pada akhir Januari 2020 itu menyebutkan, jumlah penguna internet di Indonesia sudah mencapai 175,4 juta orang, sementara total jumlah penduduk Indonesia sekitar 272,1 juta. Dibanding tahun 2019 lalu, jumlah pengguna internet di Indonesia meningkat sekitar 17 persen atau 25 juta pengguna.

Fenomena di atas membuktikan bahwa era komunikasi dan informasi telah menciutkan dunia menjadi global village. Ukuran geografis menjadi tidak bermakna dengan kehadiran medsos. Lalu lintas komunikasi menjadi tidak terbatas secara ruang dan waktu.

Ke depan kekuatan medos berpotensi menjadi kenyataan jika digarap secara serius. Kuncinya bagaimana teknologi dan globalisasi yang mengarah ke virtualisasi ini dapat kita tunggangi, bukan sebaliknya. (Dahana, 2012).

Medsos juga memiliki potensi disalahgunakan untuk hal-hal negatif. Internet seperti kertas, bisa dipergunakan untuk apapun (George, 2014). Hal ini menuntut partisipasi netizen   guna mengawasi dan ikut memperbaiki kualitas komunikasi di medsos.

Dinamika medsos kadang  mendapatkan hambatan pascaberlakunya  UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Tindak pidana pencemaran nama baik yang diatur dalam UU ITE kerap digunakan jika isi berita ataupun kritikan tersebut tidak diterima oleh salah satu pihak (Enda, 2014).  
 

Strategi Optimalisasi

Dinamika jagad medsos umumnya terdiri dari tiga bentuk, yaitu pencitraan, serangan, dan melawan serangan.  Pencitraan menjadi keniscayaan asalkan bersifat positif sebagai bagian pendidikan politik dan penyeimbangan informasi publik.  

Medsos layak dioptimalkan semua pihak, khususnya pemerintah. Semua bentuk media virtual, seperti media sosial, media elektronik, dan media cetak penting pula dioptimalkan. Semakin banyak media dimanfaatkan, maka akan semakin banyak informasi, saran, masukan, dan kritik dari publik yang diserap. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah respon cepat. Komunikasi virtual mesti dilangsungkan du arah secara dinamis. Tindak lanjut atas saran dan kritik mesti cepat dipublikasikan demi kepuasan publik.

Sebaliknya publik juga mesti mendayagunakan media virtual guna mengawal dan mengawasi pemerintahan. Informasi yang akurat akan membantu pertimbangan  pemerintah dalam mendasari suatu kebijakan. Semua ini dapat membantu mempercepat upaya pemerataan dan keadilan pembangunan. Sedangkan saran dan kritik dapat menjadi bahan evaluasi sekaligus uji publik terkait rencana, wacana, atau kebijakan.

Komunikasi virtual hendaklah dimaknai dan dijalankan secara produktif. Diskusi, kritik tajam, hingga debat panjang menjadi fenomena positif asalkan dilakukan secara konstruktif. Pemerintah penting untuk tidak alergi kritik. Setiap kritik mestinya tidak dimaknai sebagai kebencian atau penolakan, tetapi sebagai bahan evaluasi penyempurnaan.

Publik juga penting mengedepankan etika dan norma dalam menyampaikan saran dan kritik. Kontroversi kebijakan dapat dilawan dengan kritik yang argumentatif. Ekspresi kemarahan adalah wajar, namun tidak selayaknya disampaikan secara membabi buta atau dengan bahasa kasar.

Jika kritik virtual tidak mempan, maka media virtual dapat dijadikan penggalangan dukungan guna menempuh jalur formal. Misalnya penolakan kebijakan atau regulasi dengan menggalang dukungan untuk judicial review, class action, atau lainnya.

Virtualisasi mulai bergeliat pengaruhnya tetapi belum teroptimalkan. Ke depan demi pengawalan dan pengawasan roda pemerintahan, medsos layak didayagunakan.