Pandemi COVID-19 membuat segalanya berubah. Sebagian orang kini bekerja dari rumah, sebagian orang tetap bekerja di luar dengan gaji yang disesuaikan, dan sebagian lainnya malah terkena pemutusan hubungan kerja.
Pengusaha pun pusing tujuh keliling dengan menurunnya pendapatan akibat pembatasan sosial dan pelemahan daya beli masyarakat. Alih-alih untung, tabungan pribadi hingga harta benda harus dikorbankan agar pegawai bisa menghidupi keluarga.
Jika semuanya telah terkuras, pemutusan hubungan kerja menjadi jalan terakhir yang tidak terelakkan. Tidak ada yang bisa memastikan kapan segala ketidakpastian ini berakhir dan juga sampai kapan kita bisa bertahan dengannya.
Dengan demikian, kita perlu waspada mengenai kesiapan dana darurat. Menurut Penasihat Keuangan Bapak Budi Raharjo, sebagaimana dikutip oleh Bisnis.com dalam artikel "Berapa Jumlah Dana Darurat yang Harus Disiapkan di Masa Pandemi Covid-19?", kita membutuhkan paling tidak tiga sampai enam kali gaji darurat.
Masalahnya, apakah itu cukup di tengah ketidakpastian ini dan bagaimana menanganinya?
Menjaga biaya hidup tetap rendah
Bekerja dari rumah memang terlihat cukup menyenangkan. Anda tidak perlu mengeluarkan biaya untuk bertransportasi dari rumah ke kantor dan sebaliknya.
Anda juga bisa makan di rumah dan punya waktu lebih banyak untuk menyiapkan makanan sendiri. Dengan demikian, saya sangat menyarankan setiap rumah dengan anggota yang bisa memasak untuk tidak perlu membeli makanan dari luar.
Masakannya juga tidak perlu mewah asalkan bergizi. Bagi milenial, simpan uang dulu dan tidak perlu jajan-jajan makanan kekinian, sebagaimana disarankan oleh
artikel di Bisnis.com berjudul "Tips Cermat Atur Keuangan di Kala Pandemi".
Soal listrik, mengandalkan pencahayaan dan penyejuk alami tentu lebih ramah terhadap tagihan PLN. Ketika banyak pihak mengeluhkan kenaikan tagihan, seperti yang disebutkan dalam artikel Bisnis.com berjudul "Tagihan Listrik Pelanggan Bengkak, Ini Respon PLN", itu terjadi karena penggunaannya memang meningkat.
Solusinya, menghemat penggunaan itu sendiri. Mematikan lampu dan perangkat elektronik lainnya jika tidak dibutuhkan, menghentikan pengisian daya perangkat elektronik seperti ponsel dan komputer jinjing (laptop) ketika baterai sudah penuh, serta menghindari penggunaan pendingin ruangan (AC) selama kipas angin telah mencukupi, sangat banyak membantu terkontrolnya besar penggunaan listrik sekaligus berkontribusi terhadap bumi yang lebih lestari.
Perhatian lain yang tak kalah menarik adalah paket internet. Bagi sebuah keluarga, siap-siap penggunaan internet akan melonjak. Merujuk pada artikel Bisnis.com berjudul "Mendikbud Nadiem: Perkuliahan Mulai Agustus, Sistem Belajar Online meski Kampus di Zona Hijau", mahasiswa dipastikan masih membutuhkan internet dalam besaran yang tidak main-main.
Sepengalaman saya, kuliah dengan 21 kredit membutuhkan kuota data sekitar 14 sampai 23 GB dalam sebulan. Pekerja bisa membutuhkan lebih banyak atau lebih sedikit dari itu, tetapi bisa dipastikan bahwa koordinasi dengan atasan, rekan kerja, dan klien melalui video call tetap diperlukan sebagaimana disarankan oleh artikel Bisnis.com berjudul "Tips agar Tetap Nyaman Bekerja dari Rumah". Minimal, Anda perlu menyiapkan sekitar 7GB untuk urusan ini.
Jika penggunaan akumulasi sekeluarga tergolong besar tetapi harga kuota internet masih lebih murah dibandingkan berlangganan paket broadband, tidak perlu naik tingkat. Penggunaan perangkat MiFi untuk berbagi kuota menjadi pilihan menarik karena membeli satu paket kuota besar tentu lebih murah dibandingkan membeli beberapa paket kuota yang lebih kecil. Akan tetapi, tidak perlu dipaksakan jika tidak memungkinkan.
Sebaliknya, jika harga kuota sudah dipandang lebih mahal dibandingkan harga paket broadband, tidak ada salahnya naik kelas. Penggunaan pun kini tanpa batas dan memungkinkan keluarga meraih peluang lebih banyak dari penggunaan internet.
Mencari pemasukan tambahan
Seorang rekan mengunggah pernyataan di media sosial bahwa karantina di rumah adalah solusi untuk tetap sehat dan bahagia. Baginya, karantina bukanlah ajang untuk memaksimalkan produktivitas. Akan tetapi, dosen saya justru berpendapat lain bahwa waktu yang tidak perlu terbuang untuk melakukan mobilitas bisa dialihkan dalam menjawab peluang yang ada. Rahasianya hanya satu, kreativitas.
Banyak peluang ada dan terbuka untuk berbagai kalangan, baik dengan modal maupun hampir tanpa modal. Artikel berjudul "Tangkap Peluang, Ini Sektor Bisnis yang Jatuh dan Melejit di Tengah Pandemi Covid-19" di Bisnis.com menyarankan kita melirik segala peluang berkaitan dengan kebutuhan sehari-hari, obat-obatan, logistik, antar makanan, teknologi, dan alat pelindung diri dalam menghadapi pandemi korona.
Jika Anda lebih mencintai hal-hal seputar makanan, menyediakan katering dan/atau menjual kue untuk tetangga yang tidak bisa membuatnya boleh jadi pilihan. Menu yang dibuat bisa menyesuaikan dengan santapan keluarga di rumah sehingga tidak harus bekerja dua kali. Pecinta kerajinan tangan bisa menggunakan keahliannya untuk membuat alat pelindung diri seperti masker kain dan pelindung wajah (face shield).
Banyak peluang digital juga yang bisa ditangkap. Modalnya bukan berupa bahan fisik dan uang, melainkan betul-betul kerja keras dan kreativitas.
Alatnya bisa menggunakan ponsel pintar atau komputer milik sendiri di rumah. Kegiatannya mulai dari menjadi kontributor media massa, mengikuti lomba konten kreatif, menjual kembali produk orang lain dengan skema dropshipping, sampai menerima penempatan iklan di akun media sosial jika memiliki pengikut yang cukup banyak.
Pesaing memang banyak, tetapi peluang dan nilainya juga besar. Misalnya, selama pandemi korona ini, saya berhasil memuat tujuh belas artikel di Mojok dan Terminal Mojok serta menjadi juara di dua lomba blog. Sebagai seorang mahasiswa, hadiah kumulatif sekitar Rp3 jutaan sangat membantu untuk membeli kuota internet dan bahkan sekalipun bisa membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan pokok serta membayar tagihan PLN.
Berhati-hati dalam berinvestasi di pasar uang dan pasar saham
Mencari pemasukan tambahan, baik aktif maupun pasif, memang tidak ada salahnya dan seringkali membutuhkan modal. Misalnya, berdagang membutuhkan stok persediaan terkait barang yang akan diproduksi dan/atau dijual. Banyak pula masyarakat yang tertarik untuk terjun ke investasi di pasar yang aktif sebagai trader, seperti pasar saham dan pasar uang.
Meskipun kondisi pasar masih agak terdiskon, saya tidak menyarankan Anda terjun ke pasar kecuali beban tanggungan sangat kecil dan persiapan dana darurat dalam bentuk tunai atau simpanan perbankan non-deposito tergolong sangat mencukupi. Ekonomi Indonesia diprediksi baru akan pulih sekitar dua tahun lagi, menurut artikel di Bisnis.com berjudul "Ekonom: Ekonomi Indonesia Bisa Pulih Total Paling Cepat 2022". Sehingga, apapun masih bisa terjadi dengan segala ketidakpastiannya. Itu berarti, dana darurat yang perlu Anda siapkan paling tidak cukup untuk bertahan hidup sampai 2022 tanpa pendapatan.
Jika Anda siap, pastikan Anda memahami seluk-beluk investasi di pasar. Anda mengerti setiap instrumen investasi yang tersedia untuk diperdagangkan dan bisa memilih aset yang berkualitas, bukan hanya berjudi dengan harapan arah pasar menguntungkan Anda.
Psikologi Anda juga harus siap bahwa kerugian penuh bisa terjadi kapanpun, bahkan dalam rentang waktu yang sangat singkat. Pasar seperti ini, khususnya pasar saham, merupakan pasar high risk high return. Cuan tidak terbatas dalam waktu singkat, boncos pun demikian. Terakhir, jangan menggunakan fasilitas marjin karena marjin adalah pinjaman. Belilah aset hanya sebatas uang yang Anda punya dan menganggur.
Beli aset, apalagi dengan pinjaman? Nanti dulu!
Kesulitan ekonomi membuat sebagian orang terpaksa menjual aset yang dimilikinya, bahkan properti atau kendaraan sekalipun. Harganya jauh di bawah harga normal sehingga pastinya sangat menarik. Kapan lagi mendapatkan aset murah? Belum lagi, penyaluran pinjaman oleh perbankan dan lembaga keuangan juga seret. Bunga rendah dong?
Sebaiknya, jangan beli aset dengan pinjaman terlebih dahulu. Kapanpun, kita bisa kehilangan sumber pendapatan. Belum lagi, kondisi ekonomi yang masih tidak pasti bisa menyebabkan harga kebutuhan yang naik dan perekonomian menjadi bergejolak.
Bagaimana mau membayar angsuran jika simpanan habis dijadikan uang muka, pendapatan tidak ada, dan biaya kebutuhan meningkat? Bahkan, di luar sana banyak orang memilih untuk menjadwalkan ulang pinjamannya, sebagaimana diceritakan dalam
artikel Bisnis.com berjudul "Nasabah ACC Manfaatkan Platform Digital untuk Jadwal Ulang Kredit".
Sekalipun Anda memilih untuk membelinya tunai, tetap saja kurang disarankan. Meskipun uang Anda sangat berlebih, harga aset masih dimungkinkan untuk turun. Kecuali Anda siap merugi, belum disarankan membeli aset saat ini. Jika Anda benar-benar membutuhkannya pun, misalnya kendaraan untuk menghindari keramaian di era normal baru ini, belilah kendaraan yang terjangkau dan seperlunya saja.
Membeli alat pelindung diri? Perlu, tetapi secukupnya saja
Alat pelindung diri memang penting untuk digunakan ketika kita keluar rumah di era normal baru ini. Akan tetapi, harganya tidak murah. Jika kita terlalu serakah dalam memiliki stok di rumah, bisa jadi uang kita habis hanya untuk membeli alat pelindung diri.
Mengingat harga masker medis belum benar-benar normal, saya menyarankan untuk cukup bertahan dengan masker kain yang lebih murah dan bisa dicuci. Demikian pula dengan face shield, tidak perlu membeli yang mahal dan utamakan yang bisa dicuci asalkan cukup menutupi wajah. Jika tidak keluar rumah sama sekali, mungkin Anda juga tidak perlu membelinya. Jadi, Anda sukses menghindari pembelian yang tidak perlu.
Sekian lima tips dalam mengelola keuangan diri dan keluarga selama pandemi korona. Semoga membantu para pembaca agar tidak hanya kesehatan fisik dan psikologis yang terjaga, tetapi juga kondisi finansial senantiasa bertahan dengan aman. Selamat bersiasat dan kita tentu berharap, pandemi ini cepat berlalu dan kita bisa segera bangkit dari kondisi ini. Amin.
“Tantangan adalah berkah yang memaksa kita untuk mencari pusat gravitasi yang baru. Jangan melawannya. Carilah cara yang berbeda dalam bersikap.” - Oprah Winfrey, dikutip oleh uprint.id
Komentar
26 Jan 2024 - 09:27
bermanfaat sekaliii
26 Jun 2020 - 07:07
Benar banget. jangan sampai Besar Pasak daripada Tiang.