Sustainability vs Kenyamanan, Haruskah Memilih Salah Satunya?

Sustainable Products Web Bisnis Muda - Pinterest

Like

Brand dari segala sektor dan tingkatan harga saling bersaing untuk mendapatkan kredensial ramah lingkungan. Baik itu Coca-Cola, KFC, Louis Vuitton, hingga bahkan brand-brand lokal Indonesia, setiap perusahaan mencoba membuktikan kepada konsumen bahwa brand yang mereka bangun fokus pada keberlanjutan (sustainability) dan memperhatikan kondisi lingkungan dengan serius.

Hal ini merupakan suatu langkah yang sangat baik. Brand produk dan jasa memiliki peran yang besar dan penting dalam mengurangi dan mencegah kerusakan dari krisis iklim yang sedang terjadi. Namun, ada satu hal penting yang tidak boleh luput dari perhatian para produsen atau perusahaan.

Saat sebuah brand mencoba menyampaikan dan memasarkan produknya yang berkelanjutan, seringkali mereka lupa untuk mengangkat tingkat kenyamanan dan kemudahan dari produk atau jasa yang ditawarkan. Padahal, banyak konsumen yang masih memandang kenyamanan dan harga sebagai prioritas dari suatu barang dibandingkan tingkat sustainability-nya.

Baca Juga: Gaya Hidup Ramah Lingkungan Tren di Kalangan Milenial Lho! Apa Saja yang Dilakukan?

Menurut penelitian dari Getty Images yang mensurvei 10.000 orang secara global, sebanyak 81 persen mendukung gerakan ramah lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan, tetapi hanya 50 persen yang benar-benar membeli produk dari merek yang berlabel ramah lingkungan. Hal tersebut disebabkan karena karakteristik konsumen yang tidak ingin mengorbankan fungsi, kenyamanan, dan harga, untuk sebuah produk dengan label eco-friendly, walaupun mereka tetap peduli dengan kondisi lingkungan dan iklim.


Konsumen seringkali tau bahwa mereka harus lebih peduli terhadap lingkungan, salah satunya melalui kebiasaan membeli. Namun, hal tersebut masih jarang terealisasi karena produk-produk yang lebih ‘terjangkau’ di segala aspek mulai dari harga hingga kegunaannya masih menjadi pemenang di pasaran walaupun tidak mengedepankan keberlanjutan.

Saat ini, brand yang memiliki visi dan misi berkelanjutan menghadapi dua masalah. Pertama, mereka harus menciptakan produk pada titik harga yang bisa digunakan konsumen sekaligus produk yang berkelanjutan. Kedua, mereka harus sukses menggambarkan brand mereka sebagai merek yang ramah lingkungan, yang tidak mengurangi fungsi dan kegunaannya.

Sebagian besar konsumen memiliki mindset yang terpisah antara kenyamanan yang mereka inginkan dari suatu produk dan harapan mereka tentang sustainability. Selain itu, tampaknya para konsumen tidak akan keluar dari kebiasaan tersebut, yang berarti setiap perusahaan perlu strategi yang bisa membedakan kedua poin tersebut.
 

Sustainable Products Web Bisnis Muda - Pinterest


Suatu brand memiliki peran kunci yang bisa mendorong pertumbuhan merek mereka dan juga mempengaruhi kebiasaan pembelian konsumen. Perusahaan perlu melihat secara lebih holistik tentang masalah sosial yang relevan dengan brand mereka. Contohnya brand kecantikan dengan isu polusi plastik hingga animal cruelty sebagai masalah yang saling bersinggungan.

Hal ini penting dan tidak hanya menarik konsumen terhadap brand tersebut, namun juga dari nilai perusahaannya sendiri. Ini juga merupakan faktor yang penting bagi investor, yang dapat mempengaruhi daya tarik bisnis. Jelas bahwa keberlanjutan adalah kunci bagi brand dalam hal produk yang mereka kembangkan, bakat yang mereka tarik, dan persepsi investor.

Untuk mendorong konsumen dalam memilih produk yang berkelanjutan, perusahaan perlu menyorot nilai-nilai yang positif dari brand tersebut, mulai dari inovasi, kebaruan, dan keamanan. Tesla misalnya, berfokus pada desain inovatif dan kinerja fungsional mobilnya sejalan dengan tingkat ramah lingkungannya. Dan itu merupakan sebuah pesan yang selaras dengan target pasarnya.
 

Social Influence Web Bisnis Muda - Pinterest


Selain itu, pengaruh sosial juga dapat menjadi motivasi konsumen memilih produk berkelanjutan. Pengaruh sosial dapat ditingkatkan dengan tiga cara. Yang pertama adalah dengan membuat perilaku nyata bagi orang lain. Contohnya adalah seperti salah satu survei yang dilakukan oleh Katherine White. Beberapa orang diminta untuk memilih antara camilan yang sehat dan ramah lingkungan (yang memiliki tagline “Baik untuk Anda dan lingkungan”) dan camilan tradisional (“Camilan yang lezat”). Pilihan berkelanjutan dua kali lebih mungkin untuk dipilih ketika orang lain hadir dan berada di sekitar daripada ketika pilihan itu dibuat secara pribadi.

Cara kedua untuk meningkatkan dampak pengaruh sosial adalah dengan membuat komitmen orang terhadap perilaku ramah lingkungan menjadi hal yang terbuka ke publik. Misalnya, meminta tamu hotel untuk memberi tanda bahwa mereka setuju untuk menggunakan kembali handuk dengan menggantung kartu di pintu kamar mereka. Hal tersebut efektif meningkatkan penggunaan kembali handuk sebesar 20 persen.

Pendekatan ketiga adalah menggunakan persaingan yang sehat antar kelompok sosial. Pendekatan tersebut memanfaatkan ego manusia yang tidak mau kalah untuk memacu para konsumen berlomba menggunakan produk yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Pada akhirnya, semua hal tersebut dapat membentuk kebiasaan yang baik. Salah satu manfaat dari mendorong konsumen untuk membentuk kebiasaan yang diinginkan adalah bahwa hal itu dapat menciptakan banyak hal positif: Orang menyukai sesuatu yang konsisten, jadi jika mereka mengadopsi satu perilaku yang berkelanjutan, mereka sering kali cenderung membuat perubahan positif lainnya di masa depan. Harapan dan kebanggaan yang dibentuk juga bisa sangat berguna dalam mendorong konsumsi yang berkelanjutan.

Menggunakan dasar-dasar pemasaran untuk menghubungkan konsumen dengan tujuan dari brand, menunjukkan manfaat di atas opsi konvensional, dan menjadikan keberlanjutan tak tertahankan adalah tantangan utama bisnis dalam beberapa dekade mendatang. Semakin sukses, bisnis yang berkelanjutan akan menjadi bisnis yang cerdas.

Kalau kamu, sudah menjadi konsumen cerdas yang menerapkan sustainability belum, Be-emers?

Baca Juga: Mattel PlayBack: Daur Ulang Mainan Menjadi Mainan