Ternyata Indonesia Memang Negara 'Kepolauan', Ini Alasannya!

Kepo, (sumber gambar: Canva)

Like

Seorang pejabat negara pernah mengatakan bahwa hasrat atau rasa ingin tahu masyarakat Indonesia itu cukup tinggi. Misalnya, ada kasus kecelakaan di jalan tol pada jalur arah barat ke timur, justru yang macet tidak hanya di arah tersebut, tetapi juga di arah sebaliknya.

Sebabnya adalah pengguna jalan di jalur yang berseberangan tersebut jalan pelan-pelan karena ingin tahu tentang kasus kecelakaan yang baru saja terjadi. Mereka diistilahkan "keponya" cukup tinggi. 

Pejabat tersebut juga mengatakan bahwa Pilkada tahun 2020 memang mempunyai partisipasi masyarakat yang tidak sampai target nasional. Namun, tetap bisa dikatakan tinggi sebab masyarakat ingin tahu, seperti apa sih pilkada ketika masa pandemi?

Bukankah ada larangan tidak boleh berkumpul, harus pakai masker, pakai pembersih tangan, dan lain sebagainya? Biasanya 'kan pemilihan tidak berlangsung di masa pandemi seperti itu, ya toh?
 

Bukan Urusannya


Saya membuka Google, apa sih arti kepo itu? Rupanya dari bahasa Inggris yang kepanjangannya knowing every particular object. Jadi, bisa disimpulkan secara singkat, bahwa selalu ingin tahu hal-hal di luar dirinya.


Baca Juga: Pernah Dengar Kearifan Lokal Moh Limo? Ternyata Ini Artinya!

Ini memang jamak terjadi, di manapun selalu saja orang kepo. Contohnya, ibu-ibu yang mau beli sayur. Mereka berkumpul membicarakan artis lah, penduduk baru di kompleks tersebut lah, anaknya orang yang sedang bermasalah lah, dan lah-lah lainnya. 

Namanya ibu-ibu, memang banyak bicara. Ini yang unik. Dalam Al-Qur'an, yang disebutkan itu adalah dialog antara bapak dengan anaknya.

Misalnya, antara Nabi Ibrahim alaihissalam dengan Nabi Ismail alaihissalam. Begitu pula perkataan Luqman kepada anaknya untuk tidak menyekutukan Allah.

Mengapa perkataan ibu-ibu tidak dimuat? Rupanya, dapat dipahami bahwa ibu-ibu itu tanpa disuruh sudah banyak bicaranya. Beda dengan laki-laki yang jumlah perkataannya tidak sebanyak perempuan. 

Mungkin masih ingat ya, perkataan pakar parenting maupun psikolog bahwa perempuan itu bisa mengeluarkan 80.000 kata setiap hari dan laki-laki cuma sekitar 20.000 kata? Makanya, ketika ada suami yang pulang kerja, biasanya jumlah kata-katanya sudah habis di luar.

Mungkin itu mengobrol dengan rekan kerja, atasan, maupun teman main golf atau teman nongkrong di kafe. Pulang ke rumah, cenderung pendiam karena itu tadi, jatahnya 20.000 sudah terpakai semua. 

Sementara istrinya tidak. Dia dari arisan, pengajian, senam, maupun dari mana-mana, tiba di rumah, masih banyak stoknya. Dan, biasanya sisa stok itu ditumpahkan kepada suami maupun anak-anaknya.

Jangan heran, jika ada istri yang berbicara sesuatu yang tidak penting. Atau mengungkit masa lalu saat berseteru dengan suami. Istri memang ahli sejarah yang paling baik. Segala kesalahan suami yang bertahun-tahun lalu bisa diangkat dan diungkit kembali. Padahal suaminya sendiri sudah lupa!

Punya istri yang cerewet juga ada positifnya. Salah satunya adalah bisa mengajarkan anaknya begitu banyak kata. Anaknya yang masih bayi atau balita, belum bisa bicara, diajarkan begitu banyak benda dan kondisi, hingga bisa terekam dalam pikiran anak dan akan bisa keluar nanti saat sudah benar-benar bisa berbicara.

Namun, segi negatifnya, dari jatah bicara yang begitu banyak, membuat gosip lebih banyak dilakukan kaum perempuan. Apalagi saat mereka berkumpul, wuih itu waktu jadi tidak terasa sama sekali!

Segala hal bisa diomongkan dan tidak akan habis bahannya. Dari sesuatu yang sederhana, bisa menjadi melebar kemana-mana. 

Hal itu tidak hanya terjadi di dunia nyata lho, dalam arti dalam bahasa lisan saja. Dalam dunia literasi juga begitu. Ada aplikasi menulis yang memang lebih banyak novelnya. Saya membaca di situ, ada novel yang sampai 200 bab!

Dan, si penulis tersebut tidak hanya punya satu novel. Bahkan ada yang sampai 40 lebih. Tiap novel, puluhan bab. Saya geleng-geleng, kok bisa ya punya amunisi kata yang sedemikian banyak? Itu jelas puluhan hingga ratusan ribu kata bisa dituliskan. 

Wajar, dari situ, mereka bisa mendapatkan penghasilan sampai puluhan hingga ratusan juta rupiah setiap bulan. Mulai dari bab 8, pembaca sudah disuruh untuk membayar dengan koin emas maupun perak.

Tentu, kalau koin emas, kaitannya dengan duit. Transfer ke rekening penyelenggara, lalu dijadikan koin emas untuk membuka bab per bab, deh!

Baca Juga: Perkembangan Peradaban dan Budaya

Kembali ke sifat ingin tahu tadi, sebenarnya hal tersebut bukan urusannya. Coba apa urusannya mengetahui artis ini sudah cerai, artis itu sudah punya anak, tapi keguguran? Apa manfaatnya mengetahui hal tersebut?

Lha wong si artis saja tidak mengenal yang kepo sama dia kok, mengapa yang kepo ingin selalu mau tahu? Apakah dengan kepo tersebut, bisa bikin kaya raya? Kan tidak toh!

Saya jadi geli sendiri waktu ada tayangan infotainment dengan ditambahi judul "investigasi". Ini sudah kepo kuadrat.

Kalau investigasi yang menyangkut masyarakat lah, misalnya: air galon yang diambil dari air sungai, bakso yang dibikin dari daging bangkai, sambal dari cabe busuk, makanan berwarna yang justru memakai pewarna tekstil, maka ini jelas lebih penting. Cocok namanya investigasi.

Namun, kalau menyangkut urusan pribadi seorang artis, untuk apa kepo? Apakah ada manfaatnya?

Kadang saya juga heran sendiri. Orang berlomba-lomba ingin menjadi artis. Mereka mengikuti audisi ini dan itu, mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, dan tentu saja biaya. Eh, ketika sudah jadi artis betulan, mereka malah menderita.

Takut, terlalu dibongkar kehidupan pribadinya. Untuk tampil di umum saja, mereka menutupi wajah dengan topi atau masker. Lho, katanya tadi ingin jadi artis? Kok sekarang malah menutup diri dari orang lain?

Seorang artis itu memang harus siap kehidupan pribadinya jadi milik umum. Bahkan, mereka sendiri yang mengungkit itu. Bercerita tentang anaknya sejak hamil, melahirkan, tumbuh menjadi balita, remaja, hingga menikah. Tidak ada yang tertutupi ke publik.

Mereka senang publik mengetahui hal itu karena menjadi pemasukan juga. Apalagi sekarang melalui kanal YouTube, bisa mendapatkan cuan dari situ dengan rutin menampilkan video tentang kehidupan pribadi. 


Alternatif yang Ini


Kepo terhadap orang lain memang bisa menghabiskan waktu. Seharusnya tiap saat kita berubah jadi lebih baik, justru main terperosok karena selalu saja ingin tahu urusan orang lain. Padahal, masih banyak urusan sendiri yang belum beres. Masih banyak yang perlu dibenahi.

Anak minta ditemani main, sementara orang tuanya malah kepo sana-sini melalui gosip-gosip yang ada. Selain itu, frekuensi main HP juga meningkat hanya karena ingin mengetahui berita terbaru. 

Kalau mau kepo sih, silakan, tetapi alangkah baiknya kepo terhadap ilmu. Misalnya, belum tahu cara sholat yang benar. Nah, kepolah caranya seperti apa? Mungkin dengan membaca buku, menyantap kitab para ulama, mendengarkan ceramah, hadir di majelis ilmu, dan lain sebagainya.

Begitu pula jika belum bisa berbisnis dengan benar. Kepolah dengan mengikuti postingan pengusaha terkenal yang memang rutin berbagi ilmu. Atau dengan membeli buku yang harganya tidak sebanding dengan manfaat dan ilmu di dalamnya. 

Kepo itu bisa dibenarkan, syaratnya cuma dua. Pertama adalah keponakan. Artinya ini menyangkut hubungan silaturahmi. Selain terhadap anak sendiri, juga perlu berbuat baik terhadap keponakan, anak saudara kita, apalagi jika orang tuanya memang membutuhkan bantuan. 

Kepo yang kedua adalah kepolisian. Pihak yang satu ini memang harus berusaha mencari tahu terhadap suatu kasus atau masalah. Mereka bisa mencari berbagai macam sumber, hingga menghasilkan kesimpulan, apakah pihak-pihak yang diselidiki itu bisa termasuk bersalah atau tidak?

Kalau bukan dua hal tersebut di atas, lebih baik tidak usahlah. Kepo yang tidak ada manfaatnya. Bikin capek pikiran, bikin habis waktu, dan akhirnya hal-hal yang lebih penting malah terlewat begitu saja. Semoga saja, kita bisa diberikan kekuatan untuk lebih produktif dan bermanfaat bagi orang lain. 

Punya opini atau tulisan untuk dibagikan juga? Segera tulis opini dan pengalaman terkait investasi, wirausaha, keuangan, lifestyle, atau apapun yang mau kamu bagikan. Submit tulisan dengan klik "Mulai Menulis".
 
Submit artikelnya, kumpulkan poinnya, dan dapatkan hadiahnya!
 
Gabung juga yuk di komunitas Telegram kami! Klik di sini untuk bergabung.