Berbahayakah Membeli Saham IPO?

Ilustrasi Initial Public Offering (Sumber Gambar: https://smartlegal.id/pendirian-usaha/2020/04/29/6-manfaat-startup-yang-melakukan-initial-public-offering-ipo/)

Like

Walaupun kondisi bursa saham di Indonesia sedang “angin-anginan”, namun antusiasme perusahaan untuk menggelar Initial Public Offering (IPO) ternyata tetap tinggi. Buktinya, sejumlah perusahaan tercatat sukses melepas sahamnya ke lantai bursa sepanjang tahun 2020. 

Seperti halnya kejadian yang sudah-sudah, begitu perusahaan melangsungkan IPO, maka harga sahamnya bakal “melejit”. Tidak tanggung-tanggung, kenaikan harganya bisa mencapai angka dua digit atau bahkan lebih!

Kenaikan tersebut bisa terjadi bukan tanpa alasan. Saat melihat saham yang baru IPO, investor biasanya mempunyai harapan yang tinggi terhadap kinerja perusahaan pada masa depan. 

Maklum, setelah memperoleh “dana segar” dari bursa saham, maka perusahaan memiliki cukup banyak “amunisi” untuk melakukan ekspansi. Hal itulah yang memungkinkan laba yang bakal diperoleh perusahaan akan meningkat, dan imbasnya tentu saja bisa ditebak; harga sahamnya pun akan banyak diapresiasi.

Maka, jangan heran, berinvestasi di saham IPO sebetulnya bisa sangat menguntungkan. Tanpa perlu menunggu terlalu lama, investor yang membeli saham IPO sudah bisa menikmati “cuan” yang lumayan besar. 

Meski begitu, di balik peluang keuntungan yang tinggi, ada pula risiko besar yang menyertainya. Risiko ini bisa muncul apabila “skenario terbaik” yang diharapan investor batal terwujud karena satu dan lain hal. Alhasil, alih-alih mengeruk keuntungan, investor malah bisa merugi karena harga sahamnya telanjur jatuh cukup dalam.

Hal itu nyaris terjadi pada teman saya. Seperti sempat disinggung dalam tulisan dengan “Baca 5 Buku Ini, Bisa “Cuan” Puluhan Persen dari Investasi Saham?”, saya menceritakan pengalaman teman saya yang cukup berani membeli saham IPO. 

Ia mulai masuk ke saham tersebut pada harga 3000-an. Meskipun pada awalnya terus naik, namun seiring berjalannya waktu, harga sahamnya terus longsor. Kini saham bergabung ke “klub cepek”, atau telah turun hingga 90% lebih!

Supaya terhindar dari kerugian semacam itu, sebelum memutuskan membeli saham IPO, maka investor mesti membuat pertimbangan yang matang. Dengan demikian, investor bisa meminimalkan potensi kerugian yang mungkin saja dialami apabila terjadi pembalikan harga. Ada 3 hal yang mesti dilakukan dalam menimbang saham IPO.


1. Membaca Prospektus

Sebelum melepas sahamnya ke masyarakat, perusahaan yang akan Go Publik biasanya menerbitkan pospektus. Prospektus berisi semua informasi tentang perusahaan, mulai dari sektor usahanya, sejarahnya, hingga laporan keuangannya.


Dalam membaca prospektus, saya biasanya mencermati bagian laporan keuangan. Laporan dinilai penting untuk mengetahui pertumbuhan laba, kekuatan neraca, dan kondisi arus kas yang dialami perusahaan selama beberapa tahun terakhir.

Sekadar saran, jika anda ingin membeli saham IPO, maka perhatikanlah prospek bisnisnya. Pastikan bahwa perusahaan tersebut mempunyai prospek bisnis yang bagus, sehingga sahamnya layak dihargai tinggi pada masa depan. Dengan demikian, harga sahamnya tidak akan “dibanting” cukup dalam beberapa bulan setelah melangsungkan IPO.   

2. Mengetahui Tujuan IPO
Menyelidiki tujuan dilakukannya IPO juga perlu dilakukan. Saat melakukan IPO, perusahaan umumnya mempunyai beberapa tujuan, di antaranya mewujudkan tata kelola yang baik, menambah modal bisnis, melakukan ekspansi, atau melunasi utang.

Di antara sekian banyak tujuan tadi, hindarilah perusahaan yang menggelar IPO hanya untuk membayar utang. Alasannya sebetulnya sederhana. Perusahaan tersebut biasanya susah berkembang, mengingat dalam menjalankan bisnisnya, ia mesti menumpuk banyak utang. Tanpa sokongan utang, perusahaan tadi mungkin sulit bertahan. 

Alhasil, kalau kita menyetorkan modal ke perusahaan tersebut, maka kita harus siap menerima kenyataan bahwa perusahaan tadi mungkin bakal melanjutkan praktik “gali lubang-tutup lubang” pada masa depan. Jika hal itu sampai terjadi, maka nilai modal yang disetorkan akan berkurang atau bahkan habis. 


3. Menimbang Valuasi Saham

Dalam melangsungkan IPO, umumnya perusahaan mematok harga yang lebih murah, agar investor tertarik membeli sahamnya. Meskipun harganya terkesan memikat, namun investor mesti membandingkannya dengan kualitas fundamentalnya. Sebab, saham yang dihargai murah bisa saja disebabkan oleh kualitas fundamental yang jelek. Alhasil, kalau ada saham IPO yang dibanderol dengan “harga miring”, maka kita mesti waswas.

Menilai malah-murahnya saham bisa dilakukan dengan menggunakan rasio Price Earning Ratio (PER) dan Price Book Value (PBV). Sebagaimana namanya, PER mengukur valuasi saham bersadarkan besaran laba yang dicetak perusahaan, sementara PBV bersadarkan nilai ekuitasnya.

Setelah mengetahui besaran PER dan PBV-nya, maka investor bisa membandingkan sahamnya dengan saham lain di sektor yang sama. Andaikan nilainya hampir sama, maka saham IPO tadi dihargai wajar; kalau di atasnya, maka harganya mahal; sementara jika di bawahnya, maka harganya cukup murah. Belilah yang harganya wajar.

***

Dalam berinvestasi saham, saya sebetulnya tidak begitu suka membeli saham yang baru melakukan IPO. Alasannya, saham tersebut belum teruji kinerjanya di pasar. Beda dengan saham-saham lain yang sudah “lawas”. Semuanya sudah jelas, mulai dari pertumbuhan bisnisnya, kualitas manajemennya, hingga kredibilitasnya. Alhasil, berinvestasi pada saham-saham lama sesungguhnya lebih aman daripada saham-saham baru.

Meski begitu, bukan berarti saham IPO mesti dihindari. Asalkan anda memahami cara mainnya, serta siap menanggung risikonya, maka bukan mustahil berinvestasi di saham IPO bisa menghasilkan keuntungan hingga tripel digit. Jadi, semua keputusannya berada di tangan anda.

Salam.