Mengais Cuan di Saham Ala Mahasiswa di Tengah Pandemi

Mengais cuan dari saham ala mahasiswa di tengah pandemi (Sumber gambar: Shutterstock)

Mengais cuan dari saham ala mahasiswa di tengah pandemi (Sumber gambar: Shutterstock)

Like

Tahun 2020 adalah tahun penuh ketidakpastian dan tantangan, sejak awal ditemukannya virus baru di Wuhan membuat dunia ketar-ketir. Benar saja, hari ke hari virus ini menyebar dengan sangat cepat ke berbagai negara-negara di dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah meningkatkan bahwa virus yang dinamai Covid-19 ini adalah termasuk kategori wabah pandemi global yang diumumkan pada Maret lalu (11/3/2020).

Banyak sekali dampak yang ditimbulkan dari adanya pandemi ini terutama faktor kesehatan. Namun, secara tidak langsung juga menimbulkan pengaruh terhadap faktor perekonomian. Jalannya roda perekonomian dunia terhambat akibat adanya upaya pencegahan dan pembatasan aktivitas seperti pada pertokoan, pariwisata dan sektor lainnya. Roda operasional perusahaan seperti manufaktur, properti dan ritel pun mengalami pelemahan karena daya serap beli masyarakat yang menurun.

Bank Dunia telah memprediksi bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) global akan mengalami pertumbuhan negatif 5.2 persen pada tahun 2020. Dikutip dari bisnis.com, bahwa pertumbuhan ekonomi dunia pada kuartal I/20 mengalami kontraksi cukup dalam. Contohnya, Singapura terkoreksi minus 2.2 persen dan Amerika Serikat mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 0.3 persen. Sedangkan pertumbuhan perekonomian Indonesia tumbuh melambat sebesar 2.97 persen.

Pasar modal saham pun tidak luput terkena dampak dari pandemi. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga mengalami kontraksi sangat dalam. Bahkan IHSG sempat menyentuh harga terendahnya pada level 3.937 persen, level tersebut sama ketika IHSG pada tahun 2013. Saham dalam negeri kompak terjun sangat dalam. Hal tersebut diakibatkan adanya aksi panic selling secara besar-besaran yang dilakukan oleh investor. Dana modal asing saja tergerus keluar di pasar saham sebesar Rp12.67 triliun selama Januari-14 April berdasarkan data dari Kementerian Keuangan yang dikutip dari idxchannel.com.

Bursa Efek Indonesia selaku sebagai fasilitator dan kontrol perdagangan efek telah membuat kebijakan untuk penurunan harga semua saham di auto reject bawah (ARB) menjadi 7 persen dan trading halt ketika IHSG turun menyentuh 5 persen. Namun, kebijakan tersebut tidak bisa membendung aksi jual secara besar-besaran tersebut. Tercatat sudah 6 kali perdagangan mengalami trading halt.


Pemerintah Indonesia telah membuat kebijakan dalam penanganan dan pencegahan Covid-19 dengan adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pemerintah mengajak masyarakat untuk tetap dirumah dan menjaga jarak. Segala bentuk aktivitas yang menimbulkan keramaian seperti sekolah dan perguruan tinggi ditutup untuk sementara waktu dan proses belajar-mengajar diganti secara daring.

Sebagai seorang mahasiswa, adanya Covid-19 membuat saya harus siap bangkit dari pandemi. Selama PSBB saya mendapatkan banyak waktu luang yang bisa dimanfaatkan. Adanya PSBB membuat saya untuk tetap berpikir kreatif dan produktif. Di sela kewajiban saya untuk mengikuti perkuliahan daring, saya memanfaatkan waktu luang dengan berinvestasi di pasar modal saham secara berkala.

Jika menilik ke grafik IHSG memang sedang dalam tren bearish dengan koreksi cukup dalam. Harga saham berkapitalisasi besar di Indonesia, seperti Bank BRI (BBRI) dan Astra Internasional (ASII) mengalami penurunan sejak Februari-April masing-masing terkoreksi sebesar -38.57 persen dan -38.49 persen. Namun tampaknya tidak selamanya IHSG akan terus terkoreksi. Akan ada saatnya IHSG kembali pulih meskipun membutuhkan waktu.

Untuk saat ini pergerakan kenaikan IHSG sangat dipengaruhi oleh sentimen positif global, seperti stimulus ekonomi atau penemuan vaksin. Sentimen inilah yang mampu memberi rasa optimisme kepada investor untuk menanamkan kembali modalnya.

Sentimen positif tersebut bisa membangunkan IHSG di awal bulan April dari keterpurukannya. Saya memanfaatkan momen tersebut dengan menanamkan modal ke instrumen investasi saham secara berkala. Apalagi saat ini harga saham-saham blue chip, seperti Indo Tambangraya (ITMG), Indofood (INDF) dan Unilever (UNVR) harganya sudah diskon. Tidak ada alasan bagi saya untuk tidak membeli saham-saham murah itu.  

Saya telah mengoleksi beberapa saham yang kemudian saya jual kembali dengan harapan mendapatkan selisih harga jual-beli atau capital gain. Dalam kurun waktu seminggu saja, saya bisa mengais cuan sekitar 20 persen dari saham. Capital gain yang didapat cukup besar untuk ukuran mahasiswa. Selain itu, saya juga mendapatkan ‘durian runtuh’ dari dividen saham. Mungkin, jika orang lain mendapatkan THR dari orang tua, sanak-saudara atau bos, berbeda dengan saya yang justru mendapatkan THR dari dividen saham Indika Energy (INDY) dengan nominal yang cukup besar.

Dalam memilih saham, saya terlebih dahulu melakukan analisis yang mendalam. Analisis yang dipilih adalah analisis teknikal berdasarkan grafik pergerakan kecenderungan harga saham dalam suatu periode tertentu. Untuk menguatkan pilihan saham, saya juga memanfaatkan momen-momen tertentu, seperti selama bulan April-Mei banyak aksi korporasi emiten yang membagikan sebagian labanya menjadi dividen kepada pemilik saham atau investor. Hal tersebut menjadi sentimen positif yang selalu ditunggu oleh investor.

Selain itu, saya juga menggunakan cara diversifikasi dengan membeli beberapa saham dengan sektor yang berbeda. Investor kawakan dunia sekaligus salah satu orang terkaya di dunia, Warren Buffet, pernah bilang,

Don't put all your eggs in one basket

Yang artinya jangan letakkan telur-telur dalam satu keranjang. Cara tersebut juga digunakan oleh Warren Buffet. Cara itu juga untuk mengatur dan mengelola saham dalam portfolio dengan alokasi dana yang berbeda dan saham yang berbeda. Diversifikasi cukup efektif untuk meminimalisir resiko jika sewaktu-waktu saham di sektor tersebut sedang mengalami penurunan.

Tidak mudah bagi saya dalam memilih emiten yang harus saya tanam, karena jumlah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebanyak lebih dari 500 emiten dan tentunya memilih saham dengan harga sesuai kantong mahasiswa. Butuh waktu untuk melakukan screening  saham secara tepat. Biasanya saya bisa menghabiskan waktu satu jam dalam screening saham dengan pendekatan secara teknikal yang dibantu pertimbangan indikator-indikator lainnya.

Bukan hanya karena selama pandemi ini saja yang membuat saya harus bangkit untuk berinvestasi, tapi saya sudah aktif di pasar modal saham sejak tahun 2018. Banyak sekali pengalaman baik dan buruk yang pernah saya lalui. Meskipun pernah mengalami pengalaman buruk, namun hal itu tidak akan mengurungkan niat saya untuk tetap berinvestasi. Meskipun terbilang masih awam dan memiliki pengalaman yang minim, namun saya akan terus belajar berinvestasi dengan cara yang baik dan tepat.

Saat ini investor masih harap-harap cemas dalam penanaman modalnya kembali di saham. Meskipun harga saham-saham sudah murah, namun ada rasa khawatir adanya kemungkinan gelombang kedua dari Covid-19 yang mungkin akan bisa memperburuk lagi ekonomi global.

Mengutip dari bisnis.com, menurut Kepala Riset Ekuitas Danareksa Sekuritas Helmy Kristanto, jika ingin berinvestasi di saham sekarang perlu mencermati saham-saham yang mendapatkan angin segar dari relaksasi kebijakan terkait Covid-19. Investor juga perlu mengamati sektor-sektor yang aman atau minim terkena dampak dari Covid-19.

Mumpung saham lagi diskon, jangan sampai telat manfaatin momen. Seperti peribahasa bilang, 

Akan selalu ada kesempatan dalam kesempitan

Yuk segera investasi saham! Sudah saatnya bangkit dari pandemi.