Start Up Lokal: Melawan Ketidakpastian Investasi dan Keamanan Transaksi

Ilustrasi Dinamika investasi di BEI (Foto: ANTARA)

Ilustrasi Dinamika investasi di BEI (Foto: ANTARA)

Like

Pembatasan ruang gerak masyarakat praktis membuat roda perekonomian terhambat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, perekonomian Indonesia pada kuartal-I 2020 hanya tumbuh sebesar 2,97% year to year (y-o-y). Perolehan angka ini mengalami kontraksi 2,41% bila disandingkan dengan triwulan IV 2019.

Investasi yang tengah digenjot pemerintah pun praktis mengalami kemunduran. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) pun telah rampung membuat regulasi untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani telah meneken Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.05/2020 tentang Tata Cara Investasi Pemerintah (PMK 53/2020). Pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tersebut, Sri Mulyani coba menjalankan skema investasi dengan fokus pemenuhan kebutuhan masyarakat, bukan lagi mencari profit.

Selain itu, iklim investasi yang tidak menentu ini juga memiliki implikasi pada pelaku usaha start up. Kemerosotan ekonomi juga punya dampak yang signifikan terhadap bisnisnya. Start up atau perusahaan rintisan yang masih bertumpu pada pendanaan investor banyak yang terseok-seok mempertahankan operasionalnya di tengah pandemi Covid-19.

Venture capital sebagai salah satu sumber pendanaan start up pun memilih langkah konservatif. Dilansir dari katadata.co.id, venture capital lebih memilih menjaga portfolio eksisting ketimbang menjalin kesepatakan baru. Salah dua venture capital yang memilih langkah tersebut ialah East Venture dan Mandiri Capital Indonesia.

Kondisi ini yang membuat start up lokal pesimistis menerimaan pendanaan pada 2020 ini. Selain karena jumlah kesepakatan yang diprediksi akan merosot, venture capital juga lebih ketat memilih sektor start up tertentu. Mandiri Capital Indonesia misalnya, venture capital di bawah naungan PT Bank Mandiri Tbk ini konsisten dengan start up financial technology.


Dinamika venture capital dalam berinvestasi ini berimplikasi pada kondisi start up lokal. Live On Hearo misalnya, pendanaan start up asal Bandung ini sedang “seret’ akibat minimnya sourcing dan pitching dari venture capital. Founder Live On hearo, Affan Naufal mengungkap, start up miliknya akan menunda pembaharuan layanan radio digital yang jadi model bisnis Live On Hearo.

“Tadinya start up kita memang ada di aplikasi, cuman saat ini mau dikembangkan ke bentuk website, tapi saat ini kita tunda dulu,” Terang Affan (20/05) .

Meski dirundung ketidakpastian investasi, start up Indonesia masih dilirik oleh berbagai venture capital. Dihimpun dari katadata.co.id, tidak hanya start up berstatus Unicorn saja yang berhasil mendapat pendanaan. Salah satunya ialah start up financial technology Pintek yang diguyur pendanaan awal (seed stage) dari venture capital asal Amerika Serikat, Accion Venture Lab. Start up raksasa Indonesia lain pun tidak ketinggalan mampu datangkan pendanaan, mulai dari seri A hingga pra-seri C dengan nilai investasi yang tinggi. Setidaknya, total 24 start up lokal yang mendapat pendanaan di tengah pandemi Covid-19.

Potensi start up Indonesia pun dilirik oleh Global Funder Capital. Tyara Citra, Invesment Associate Global Founder Capital memaparkan masih menaruh ketertarikan tinggi untuk menjalin kesepakatan baru dengan portfolio anyar di Indonesia. meski begitu, Tyara mengakui ada penurunan target jumlah kesepakatan sebagai akibat dari pandemi Covid-19.

“Target awal yang Global Founder Capital untuk portfolio baru di Indonesia itu ada 10. Namun setelah ada pandemi ini, saya rasa 5 sampai 6 kesepakatan jadi jumlah yang ideal bagi Global Founder Capital. Venture Capital kami juga masih harus mempertahankan portfolio eksisting yang terus kami pantau kinerjanya, terutama saat pandemi ini,” Kata Tyara (21/05) .

Venture capital yang telah mendanai beberapa start up raksasa seperti Traveloka dan Lazada ini mengaku ada sektor prioritas untuk saat ini. Global Founder Capital rupanya masih mengeksplorasi potensi start up sektor business to business (B2B) di tanah air. Terutama saat kondisi work from home, Tyara melanjutkan, nilai transaksi start up B2B memang mengalami peningkatan.Yang paling baru, Global Founder Capital memberikan pendanaann seri A kepada start up Supply chain Klik Daily pada bulan Mei lalu.

Global Founder Capital pun mengungkap rencananya setelah pandemi Covid-19 berakhir. Selain menjalin workshop dengan portfolio eksistingnya, Global Founder Capital juga melihat perkembangan model bisnis baru di India dan Amerika Serikat yang potensial bila diterapkan di Indonesia.

Selain menurunnya potensi investasi start up, Indonesia juga dirundung masalah keamanan transaksi elektronik di era pandemi ini. Hal ini jelas sangat dirasakan oleh masyarakat, mengingat aktivitas digital menjadi tumpuan utama di tengah keterbatasan ruang gerak.

Masalah ini mulai mencuat seiring kasus kebocoran data yang menimpa start up marketplace Tokopedia. Kasus ini mulai ramai diperbincangkan setelah akun Twitter @underthebreach, layanan pengawasan dan pencegahan kebocoran data mengunggah tangkapan layar di mana peretas menyebarkan sampel akun dengan harapan seseorang dapat membantu memecahkan kata sandi, sehingga dapat digunakan untuk mengakses akun pengguna (02/05). Diduga, ada 91 juta data akun pengguna Tokopedia yang bocor.

CEO Tokopedia William Tanuwijaya melalui surat yang diterima oleh Tirto.id mengakui adanya upaya pencurian data pengguna Tokopedia. “Pada tanggal 2 Mei 2020, kami menyadari adanya pencurian data oleh pihak ketiga yang tidak berwenang terkait informasi pengguna Tokopedia,” ucap William dalam salinan surat yang diterima reporter Tirto, Selasa (12/5/2020) .

Masalah semakin pelik mengingat saat ini adanya tren kenaikan transaksi elektronik di tengah pandemi Covid-19. Riset dari Criteo mengungkap adanya peningkatan signifikan ritel online di Asia Tenggara.
 

 Hasil riset Criteo mengenai peningkatan signifikan ritel online di Asia Tenggara.

Hasil riset Criteo mengenai peningkatan signifikan ritel online di Asia Tenggara.




Fenomena kebocoran data yang terjadi di Indonesia ini menurut Irsyad Kamal, Ahli Ekonomi Digital Universitas Padjadjaran sebagai “blunder” besar di tengah krisis. Irsyad menjelaskan, kebocoran data ini semakin diperkeruh dengan literasi digital yang rendah di Indonesia, sehingga jumlah kasus membludak.

Absennya regulasi makin menambah carut marut kasus kebocoran data di Indonesia. saat ini, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi masih belum terbit, sehingga sanksi denda hingga pidana masih belum bisa menjerat start up yang lalai. Pasalnya, regulasi yang ada saat ini hanya mengatur sanksi administratif saja.

Tidak hanya start up saja yang menjadi fokus Irsyad, namun juga masyarakat secara keseluruhan. Menurutnya, perlu dibangun kebiasaan baru untuk peduli dengan keamanan data pribadi. “Kita harus semakin aware dengan data pribadi, layaknya sekarang yang harus rajin mencuci tangan, mengubah kata sandi pun juga harus rajin dilakukan masyarakat, tentu ini akan membantu investor untuk stay sama start up lokal” Jelas Irsyad sambil menganalogikan (15/05).

Ekosistem start up yang tumbuh ke arah positif menurut Irsyad juga harus ditopang dengan aspek-aspek lainnya, seperti infrastruktur dan regulasi. “Saat ini, menjaga iklim investasi sedang mati-matian dijaga, infrastruktur pun tengah mapan untuk di area Jawa, jangan sampai kita lengah dan gigit jari karena masalah ini (keamanan transaksi elektronik),” Terang Irsyad

#youngcompetitionbisnismudaid #bisnismuda #bangkitdaripandemi #localheroes
#youngcompetitionbisnismudaid #bisnismuda #bangkitdaripandemi