Petani Muda dan Digitalisasi

Tempo

Tempo

Like

Pertanian merupakan sektor penting dalam kehidupan. Semua manusia membutuhkan makanan, sehingga bisa bernafas dan menjalan aktifitas keseharianya dengan baik. Apalagi mayoritas masyarakat Indonesia adalah petani.

Maka tak heran kalau pertanian adalah seckor penting dan prioritas bagi Negara untuk dikembangkan dan diperhatikan.
Pertanyaan reflektif bagi kita semua adalah bagaimana dengan nasib petani kita, terutama masa Covid-19 ini? Apakah Negara sudah hadir untuk membela hak-hak mereka agar hasil pertanian mereka bisa laku di pasaran? Dan bagaimana
Negara mensiasati pengaruh impor yang mengakibatkan produk petani lokal kita?

Perlu diakui di tengah pandemi virus korona terjadi penurunan kesejahtreaan petani lokal kita, BPJS merilis per Maret 2020, penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) sebesar 102,09 atau turun 1,2 persen dibandingkan NTP sebelumnya. Nilai Tukar Petani mengalami penurunan diakibatkan oleh harga yang diterima petani sebesar 1,08 persen sedangkan indeks yang dihargai petani 0, 4 persen.

Dari data tersebut, menyimpulkan bahwa pasca pandemi kesejahteraan petani semakin terpuruk. Keberpihakan pemerintah terhadap petani harus segera dilakukan secara komprehensif pasca pandemic dengan memperbaiki sistem tata kelola pertaniaan kita dengan mengurai impor produk pangan luar negeri dan mengembangkan petani modern di wilayah yang memiliki lumbung pangan seluruh Indonesia.


Data dari Food Agricultural and Organization (FAO) tahun 2018 menunjukkan bahwa 93 persen petani Indonesia adalah petani kecil (smallholder farmers) dan terdapat 88 kabupaten/kota rentan pangan. Oleh karena itu, pembukaan lahan petani secara besar-besaran perlu diperhatikan, harga produk pertanian perlu dikelola agar menguntungkan petani lokal, menyalurkan teknologi modern pertanian dan inovasi UMKM masyarakat yang diperkuat.

Berbicara petani modern tentu tak luput dari teknologi dan inovasi, Inovasi pertanian salah satu langkah yang perlu pemerintah distribusikan ke petani terutama anak-anak muda muda kreatif yang ingin mengemabangkan sektor pertanian yang lebih modern. Banyak anak sekarang mulai tertarik  dengan pertanian maupun usaha mikro lainnya di desa-desa.

Untuk diketahui, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), 2018, realisasi penanaman modal dalam negeri bidang usaha tanaman pangan perkebunan dan peternakan mencapai Rp. 31,18 triliun dengan total 737 proyek. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat triwulan III-2019, sektor pertanian menyumbang kontribusi sebesar 13,45 persen dan menjadi tertinggi kedua setelah industri. Hasil produksi petani juga dapat meningkat dua kali lipat dengan inovasi teknologi, dimana petani bisa mengatur penggunaan air dan pupuk secara teknologi.
Petani Muda dan Digitalisasi

Presiden Jokowi sejak periode pertama sampai sekarang banyak melakukan terobosan penting dalam sector pertanian. Dimana, pembangunan infrasruktur pertanian seperti, bendungan, dam dan irigasi dilakukan secara masif. Bermacam-macam program pun sudah dilakukan anatara lain, swasembada enam komoditas hingga 2019, program Upsus PAJALE, pembagian alat dan mesin pertanian, dan took-toko pertanian di banyak daerah.

Terobosan yang dijalankan pemerintah sudah bagus dan tepat sasar guna meningkatkan produktifitas petani.Di satu sisi petani lokal juga mengalami kendala pemasaran diakibatkan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) juga akibat impor pangan luar yang kalah jauh dari pangan lokal baik segi kualitas maupun kuantitas terutama harga.

Untuk itu, Negara perlu membuka diri agar petani kita tidak semakin terpojokkan. Tanggung jawab Negara mencari tau apa penyebab sehingga petani lokal kita kalah secara kulitas maupun harga di pasaran dan mengurangi impor agar hasil pertanian kita laku di pasaran.

Kalau secara kualitas kalah dengan hasil pangan impor, maka Negara perlu mengajak anak muda yang notabene secara teknologi dan inovasi mahir dalam hal tersebut. Anak muda perlu mengalihkan perhatian kepada sektor pertanian sebagai ujung tombak mengatasi kualitas dan kuantitas hasil pangan dalam negeri.
Anak milenial dituntut untuk berinovasi dengan segala bentuk cara inovasi dan daya kreatif mendongkrak digitalisasi yang modern dan tepat sasar. Untuk itu, pemerintah memfasilitasi kemampuan anak muda untuk melakukan inovasi-inovasi pertanian sampai dengan proses pemasaran.

Slogan Indonesia sejahtera akan bisa diwujudkan apabila Generasi Milenial berpikir cerdas dan lihai memanfaat peluang yang ada dan pemerintah membuka akses investasi kepada kaum milenial baik dari sisi regulasi maupun kepastian harga pasar, sehingga bisa bersaing dengan hasil pangan impor.
Menganalisis survei yang dilakukan Hootsiute and We Are Social, sebesar 50 % masyarakat Indonesia belum menyentuh internet bahkan, tak melakukan transaksi ekonomi melalui internet. Itu berarti, masyarakat perkotaan menjadi dominan dalam penggunaan internet.

Pemerintah, betul-betul memperhatikan bagaimana membuka akses digitaliasi internet ini, menyentuh masyarakat desa yang notabene jauh dari cengkraman alat telekomunikasi. Berbicara telekomunikasi, tentunya kita akan berbicara listrik. Listrik salah satu mesin penggerak perekonomian masyarakat desa, mengolah hasil pangan terutama pertanian.
Listrik dan telekomunikasi, salah satu penunjang mewujudkan petani modern dan berdulat. Terutama-daerah Indomesia Timur yang masih tertinggal dari daerah lain terutama listrik dan telekomunikasi.

Untuk itu, pemerintah dituntut untuk melakukan revolusioner besar-besaran bagi perkembangan perekonomian masyarakat desa dengan mewujudkan listrik bagi masyarakat desa dan menunjang adanya akses telekomunikasi, maupun internet. Dan dengan sendirinya, masyarakat desa, banyak mendapat pelajaran baik di internet salah satunya berinventasi lewat hasil pertaniaan dan literasi tentang pertanian modern.