Sejumlah Sosok Terjerat Cancel Culture, Apa Itu?

Cancel Culture Illustration Web Bisnis Muda - Image: Flickr

Cancel Culture Illustration Web Bisnis Muda - Image: Flickr

Like

Berkembangnya teknologi digital serta media sosial tentunya akan membawakan kemudahan dalam melakukan serta mempermudah aktivitas sehari-hari.

Senada dengan itu, berkat kemudahan memperoleh informasi serta literasi digital kini publik seringkali melakukan klasifikasi secara mandiri terhadap suatu hal agar dapat mendapatkan ‘istilah’ tertentu sebagai penanda atau bahkan predikat.

Padahal suatu hal tersebut yang mungkin bisa berupa tingkah laku, suatu kejadian atau bahkan fenomena sudah ada jauh sebelum ‘istilah’ atau penanda tersebut diciptakan.

Sebagai contoh istilah populer yang seringkali terdengar akhir-akhir ini adalah cancel culture, yang sebenarnya masih memiliki irisan terjemahan dengan boikot.

Istilah tersebut menjadi populer setelah beberapa tahun terakhir istilah tersebut ditujukan kepada sosok figur publik yang sedang dalam skandal dan kontroversi.


Baca Juga: Meski Hustle Culture Lagi Hype, Budaya Tang Ping Malah Suruh Kamu untuk Bersantai Lho!


Apa Itu Cancel Culture?

Mengutip dari The Privater Theraphy Clinic, cancel culture ini adalah bentuk evolusi dari istilah boikot yang sesungguhnya sudah ada sejak dahulu.

Istilah cancel culture ini bermula dari tindakan boikot masyarakat kepada Harvey Weinstein yang mana merupakan seorang produser asal Amerika Serikat setelah diketahui melakukan tindakan pelecehan seksual pada tahun 2017.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa cancel culture adalah bentuk dari sanksi sosial berupa tindakan penolakan atau boikot yang diberikan oleh publik secara kolektif kepada sosok figur publik setelah diketahui melakukan tindakan yang dianggap bersebrangan dengan norma masyarakat atau kesesuaian mayoritas.

Lebih lanjut lagi, sasaran dari cancel culture ini tak hanya mendapatkan penolakan, melainkan juga akan mendapat cercaan dan makian dari berbagai macam arah di media sosial atau kehidupan nyata.

Cancel culture ini merupakan tindakan yang cukup serius karena sosok figur publik yang sedang dalam skandal atau kontroversi tersebut terbilang akan terus mengalami penolakan atau perundungan walaupun sudah melakukan permintaan maaf kepada publik.

Tak berhenti sampai di situ, seringkali sasaran dari cancel culture juga akan merasakan dampak kehancuran pada karier karena minimnya atau bahkan ketidakmungkinan diberikan kesempatan lagi untuk dapat kembali berkarier.

Hal tersebut dapat terjadi karena dibeberapa negara seperti Korea Selatan, China dan Amerika Serikat sosok figur publik memiliki tanggung jawab moral yang sangat tinggi karena diharapkan dapat menjadi panutan serta contoh untuk masyarakat.

Baca Juga: Kenali Ciri-Ciri Terperangkap Hustle Culture dan Cara Menghindarinya


Sosok yang Terjerat Cancel Culture

Kim Seon-ho

Melansir dari Asumsi, aktor asal Korea Selatan ini diketahui baru saja menjadi sasaran cancel culture setelah diketahui memiliki skandal atas hubungan asmara di masa lalu dengan Choi Young Ah seputar tindakan aborsi yang dilakukan.

Walaupun dugaan tersebut masih semilir bergulir, namun Kim Seon-ho telah merasakan dampak yang teramat seperti kemungkinan kehilangan beberapa kontrak pekerjaan.
 

Zhang Zhehan

Salah satu aktor kewarganegaraan China ini juga menjadi sasaran cancel culture setelah diketahui melakukan unggahan foto di depan Kuil Yasukuni yang merupakan sebuah tempat yang memiliki sentimentil tersendiri untuk masyarakat di China.

Pemerintah China yang menganut paham partai komunis mengatakan bahwa hal yang dilakukan oleh Zhang Zhehan tersebut tidak sesuai dengan nasionalisme sebagaimana tempat tersebut merupakan destinasi tabu untuk mayoritas masyarakat China.
 

J.K. Rowling

Penulis yang lahir di Britania Raya ini juga menjadi sasaran cancel culture setelah menerbitkan buku berjudul “Troubles Blood” pada 15 September 2020 setelah dirasa buku tersebut memberikan gambaran terhadap isu transphobia atau anti transgender.

Sontak hal tersebut langsung menyita atensi publik tak lama setelah perilisan buku tersebut.


Nah, gimana Be-emers kira – kira apakah cancel culture ini juga akan populer di Indonesia?