Mengukur Mahal Murahnya Saham dengan Value Investing

Menghitung Nilai Intrinsik, Value Investing (Sumber Gambar: Freepik)

Menghitung Nilai Intrinsik, Value Investing (Sumber Gambar: Freepik)

Like

Dalam melakukan investasi, seorang investor bisa melakukan apa yang disebut value investing. Apa sebenarnya yang disebut dengan value investing ini dan bagaimana pengaplikasiannya?

Saham merupakan sebuah surat berharga sebagai tanda kepemilikan suatu perusahaan. Investor dapat membeli dan menjual saham perusahaan publik (emiten) di bursa saham, di Indonesia disebut Bursa Efek Indonesia (BEI) atau Indonesia Stock Exchange (IDX).

Perdagangan saham ditentukan oleh ekspektasi pasar yang akan menciptakan supply-demand kemudian membentuk harga saham di pasar atau bursa.

Harga saham yang terbentuk di pasar disebut sebagai nilai pasar (market value). Di sisi lain, secara sederhana, dibalik sebuah saham adalah perusahaan yang menjalankan bisnisnya untuk memperoleh keuntungan.

Baca Juga: Yuk Kenalan dengan Prinsip Value Investing dan Beberapa Strategi Dasarnya


Besar kecilnya perolehan keuntungan perusahaan akan memengaruhi nilai perusahaan di masa kini hingga masa depan, inilah yang disebut dengan nilai intrinsik (intrinsic value).

Dengan kata lain, dalam sebuah saham melekat 2 nilai, nilai pasar dan nilai intrinsik. Nilai pasar adalah harga saham yang tertera pada running trade/papan perdagangan, sedangkan nilai intrinsik adalah nilai sebenarnya dari sebuah emiten.
 

Apa Itu Value Investing?


Value investing merupakan sebuah konsep dan metode investasi saham yang berfokus pada nilai intrinsik. Melalui metode ini, investor dapat mengetahui mahal-murahnya suatu saham yang diperdagangkan.

Tentu investor yang bijak akan membeli saat murah dan menjualnya saat mahal. Sehingga investasi yang dilakukan akan mendapatkan return yang maksimal. Lalu bagaimana menentukan saham sedang murah atau mahal?

Secara teknis, penggunaan metode value investing dalam mengetahui mahal-murahnya suatu saham yakni dengan membandingkan antara nilai intrinsik dengan nilai pasar pada periode tertentu.

Ketika nilai intrinsik lebih besar dibandingkan dengan nilai pasar, maka dapat dikatakan bahwa pada periode tersebut saham diperdagangkan dengan harga yang murah.

Kondisi ini sering disebut dengan undervalued. Begitu pula sebaliknya, ketika nilai intrinsik lebih kecil dibandingkan dengan nilai pasar, maka saham tersebut sedang diperdagangkan mahal atau biasa disebut overvalued.

Baca Juga: Trader vs Value Investor, Mana Yang Lebih Cocok untuk Para Newbie?

Misalnya, emiten berkode ticker ABCD diperdagangkan pada harga Rp500 per lembar, sementara nilai intrinsik adalah Rp1.000 per lembar, maka dapat disimpulkan bahwa saham ABCD sedang undervalued atau murah sehingga layak untuk dibeli.

Akan tetapi ketika harga saham ABCD telah menyentuh harga Rp2.000 per lembar maka saham ABCD sedang overvalued sehingga layak untuk dijual apabila nilai intrinsik tidak mengalami peningkatan.
 

Nilai Intrinsik


Pertanyaan selanjutnya, apakah nilai intrinsik objektif? Apakah setiap emiten dapat dihitung nilai intrinsiknya? Bagaimana mengukur nilai intrinsik?
 

1. Nilai Intrinsik adalah Penilaian Subjektif


Yups, nilai intrinsik bukanlah suatu hal yang objektif melainkan subjektif sehingga setiap orang bisa saja berbeda hasilnya.

Hal ini dikarenakan pengukuran nilai intrinsik tergantung pada asumsi dan sudut pandang seseorang dalam menilai sebuah saham.

Nilai intrinsik berbeda dengan nilai buku (book value), karena nilai intrinsik selain memperhitungkan nilai buku tersebut juga memperhitungkan proyeksi masa depan dan competitive advantage dari sebuah perusahaan, salah satunya kekuatan brand yang dimiliki perusahaan.
 

2. Setiap Emiten Belum Tentu Dapat Dihitung Nilai Intrinsiknya


Hanya emiten tertentu yang dapat diukur nilai intrinsiknya. Akan sulit jika kita mengukur nilai intrinsik saham dari emiten sektor komoditas.

Ini dikarenakan laba emiten komoditas mengikuti periode siklusnya, sehingga setiap tahun belum tentu menghasilkan laba yang selalu bertumbuh.

Hanya emiten yang memiliki laba yang konsisten dan bertumbuh yang dapat dihitung nilai intrinsiknya, seperti emiten keuangan dan perbankan, consumer goods, retail, dan otomotif.
 

3. Mengukur Nilai Intrinsik


Ada beberapa metode pengukuran nilai intrinsik dari yang mudah hingga sulit. 

  1. Metode Relatif
    Metode ini memerlukan asumsi earnings per share (EPS) dan price to earnings ratio (PER) di tahun depan. Caranya adalah dengan mengalikan variabel estimasi EPS dengan perkiraan PER
  2. Metode Absolut
    Metode ini mengakumulasi laba, CAGR laba, faktor diskonto, dan asumsi waktu perusahaan masih dapat beroperasi.
    Terkait asumsi waktu biasanya digunakan 10 tahun. Untuk faktor diskonto biasanya digunakan angka rata-rata inflasi atau rate obligasi negara.
    Sedangkan untuk pertumbuhan laba digunakan rumus CAGR berdasarkan data historis laba emiten 10 tahun terakhir, sehingga nanti didapatkan persentase CAGR. Kemudian variabel-variabel tersebut dihitung menggunakan formula Time Value of Money (TVM).
Punya opini untuk dibagikan juga? Segera tulis opini dan pengalaman terkait investasi, wirausaha, keuangan, lifestyle, atau apapun yang mau kamu bagikan. Submit tulisan dengan klik "Mulai Menulis".
 
Submit artikelnya, kumpulkan poinnya, dan dapatkan hadiahnya!
 
Gabung juga yuk di komunitas Telegram kami! Klik di sini untuk bergabung.