Strategi Menghindari Bisnis Boncos di Masa Pandemi

Pebisnis perlu berstrategi demi menghindari boncos di masa pandemi ini (sumber gambar: dokpri)

Pebisnis perlu berstrategi demi menghindari boncos di masa pandemi ini (sumber gambar: dokpri)

Like

Orang bilang, berbisnis itu serasa naik roller coaster. Kita seperti dibawa menanjak saat cuan, tapi bisa tiba-tiba menukik tajam saat boncos. Maunya sih cuan terus, tapi kalau pun boncos setidaknya tak terlalu merugi.

Sejak tahun 2019, saya dan istri mencoba usaha berbisnis online. karena istri pernah bekerja di ritel fashion, kami memutuskan membuka usaha pakaian muslim. Marketingnya dilakukan melalui full online. berjualan melalui media sosial Instagram menjadi kanal bagi promosi kami.

Pemilihan media sosial sebagai sarana marketing kami tentu saja bukan tanpa alasan. Indonesia termasuk salah satu negara dengan pengguna media sosial terbesar di dunia. Satu orang Indonesia bahkan bisa memiliki banyak akun media sosial.

Kalau mau tahu apa bisnis kami, kalian boleh kepoin akun bisnis kami kok di Instagram @maleva.indonesia. Yaa, sekalian promosi, hehehe…

Ketika pertama kali memutuskan terjun ke dunia bisnis, kami menyadari betul risikonya. Cerita manis pahit pebisnis sudah banyak kami baca. Risiko berbisnis itu cuma dua, dapat cuan atau boncos. Kalau untung yaa kaya, kalau rugi yaa miskin. Sesimpel itu.


Bagaimana pun, risiko sebenarnya bisa diatur. Ada ilmu manajemen risiko yang bisa kita ukur. Karena itu, berbekal pengetahuan selepas mengikuti berbagai seminar bisnis, sharing dari teman-teman yang telah terlebih dahulu berkecimpung di dunia bisnis online serta keyakinan yang mantap, kami tetap memutuskan melangkah untuk memutuskan berbisnis.

Jujur saja, ketika melangkah memasuki dunia bisnis, yang kami bayangkan adalah cuan dan cuan. Amit-amit deh kalau sampai harus boncos.

Awal-awal ketika kami melaunching produk, respon pasar begitu menggembirakan. Orderan seakan tak berhenti setiap hari. Stok produksi baju perdana ludes dalam waktu sebulan saja. Bagi kami, untuk produk yang baru launching ini terhitung bagus. Bukankah ini indikasi kami berada di jalur yang pas?

Bisnis yang sedang cuan membuat kami semakin bergairah. Beragam strategi layaknya pebisnis lain terus kami lakukan. Budget facebook dan Instagram ads kami tingkatkan. Endorse ke beragam selebgram kami lakukan.

Pendek kata, bisnis kami mendatangkan cuan pada periode awal-awal bisnis kami berjalan.

Goncangan baru terasa setelah memasuki tahun kedua. Seperti diketahui, awal tahun 2020 ini kita dicoba dengan pandemi covid-19 yang menyebar secara cepat. Dampaknya tak hanya menyerang kesehatan individu, tapi juga sosial ekonomi.

Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diambil Pemerintah dalam menangani pandemi ini turut berdampak pada usaha kami. Transaksi penjualan merosot tajam. Untuk mendapatkan closing penjualan dalam satu minggu saja susahnya minta ampun. Padahal iklan maupun endorse tetap kami lakukan.

Hitung-hitungan cashflow Maleva dalam di dua bulan pertama masa PSBB menunjukkan angka yang tak menggembirakan. Orang seperti menahan diri untuk belanja pakaian. termasuk pada masa lebaran kemarin, yang biasanya banjir orderan ternyata tak terlalu menolong neraca Keuangan kami.

Iya, pandemi membuat bisnis kami boncos. Tentu saja hal ini tak bisa dibiarkan berlarut terlalu lama. Kalau keterusan seperti ini, bisnis kami tinggal menunggu waktu untuk gulung tikar. Perlu strategi biar cuan kembali datang.

Apa yang kami alami sebenarnya hal yang jamak dialami pebisnis lain. UMKM memang paling merasakan dampak dari serangan covid-19 ini. PSBB membuat ekonomi melesu. Produksi stuck, distribusi barang terhenti karena pembatasan aktivitas di luar rumah.

Beberapa teman sesama pebisnis mengeluhkan sepinya orderan. Beberapa memilih berhibernasi menunggu geliat ekonomi kembali normal, sebagian harus menyuntik mati bisnisnya.

Pada saat yang sama, ada banyak teman dan keluarga yang terkena imbas akibat kelesuan ekonomi ini. Beberapa teman terkena PHK dari perusahaannya, sebagian lagi harus rela dirumahkan dengan status tanpa gaji.

Mendapati kenyataan ini, sempat kepikiran bagaimana caranya kami bisa bertahan sekaligus juga berkontribusi menyambung dapur teman dan kerabat kami tetap ngebul. Berangkat dari titik ini, beberapa strategi sempat kami susun demi mewujudkannya.

Setidaknya ada empat langkah yang kami ambil, yaitu: mengurangi budget iklan, banting setir menjual produk lain, kerjasama dengan pebisnis lain, dan merekrut teman dan kerabat jadi reseller.

Biar jelas, saya coba uraikan lebih detail.


Mengurangi budget iklan.  

Yup, budget promosi dan endorse lumayan menguras pos pengeluaran Maleva. Demi menghindari boncos yang lebih dalam, terpaksa kami memangkas budget promosi. Sebagai gantinya, kami menggunakan strategi promosi secara organik. Meningkatkan promosi di akun pribadi, sekalian menodong teman-teman untuk bantu promosi.


Banting setir menjual produk lain.

Yup, banyak pakar bisnis menyarankan untuk melakukan pivot, atau beralih menjual produk yang sedang dibutuhkan oleh masyarakat. Strategi ini juga disarankan oleh Sandiaga Uno, Founder OK OCE Indonesia. Istilahnya adalah melakukan pivot.

Lalu, produk apa yang sedang populer saat ini? salah satunya adalah masker. Ya, kami memilih memproduksi masker dan menjadikan produk utama yang didorong untuk dijual. Apalagi selama kelangkaan masker medis, Pemerintah menyarankan masyarakat untuk menggunakan masker kain. Setidaknya, produk masker kain tak terlalu jauh dari core business kami.

Lumayan lho, penjualan masker kami sangat kencang kemarin-kemarin. Hasilnya bisa menutupi penjualan dari produk baju kami yang sepi. Cuan pun kembali datang meskipun angkanya tak begitu tinggi.


Kerjasama dengan pebisnis lain.

Demi sama-sama bertahan di masa pandemi, saya membagi order produksi pada beberapa konveksi yang berlainan. Jadi tak hanya terpaku pada satu konveksi saja. Tujuannya simpel saja, berbagi rejeki biarpun mungkin porsi masing-masing tak terlalu besar. Setidaknya bisa menyambung mesin jahit mereka tetap berjalan.

Saya percaya, meskipun mungkin nilainya tak seberapa, tapi bisa membuat asa mereka tetap menyala di masa sulit kemarin.


Merekrut Teman Jadi Reseller.

Strategi ini sebenarnya sederhana saja, yaitu memperbanyak tenaga pemasaran. Mendapati banyak teman dan kerabat yang kehilangan pekerjaannya, saya dan istri mencoba menawarkan peluang mendapatkan penghasilan bagi mereka.

Kami menawarkan menjadi reseller cuma-cuma. Biasanya sih dalam kondisi normal kami menerapkan pembelian sejumlah produk untuk menjadi reseller kami, namun di masa pandemi ini kami memberi pengecualian.

Tak disangka ada banyak kawan yang tertarik gabung. Selain membutuhkan tambahan penghasilan, mereka juga perlu aktivitas lain daripada hanya berdiam diri di rumah. Bisa dibilang peluang yang kami berikan nyaris tanpa modal, kecuali mungkin biaya promosi yang harus mereka keluarkan.

Yang menggembirakan dari rekrutmen reseller baru ini adalah ketika mereka mendapatkan penghasilan tambahan dari barang yang dijualnya. Saya senang akhirnya ajakan kami untuk membantu penjualan produk kami berbuah cuan bagi mereka.

Overall, dengan keempat strategi tersebut serta timing yang tepat, setidaknya bisnis Maleva bisa berjalan dengan lancar. Memang cashflow tak seperti di awal kami berusaha, tapi setidaknya kerugian bisa ditutupi dan cuan kembali menghampiri.

Yang lebih menyenangkan lagi adalah ketika bisnis kita bisa bertahan, tapi pada saat yang sama kita juga bisa turut membantu teman lain untuk sama-sama mendapatkan keuntungan dari apa yang kita jalankan.