Indonesia Targetkan Jadi Alternatif untuk Produsen Mobil Eropa

Pembuatan mobil di pabrik (Foto: dw.com)

Pembuatan mobil di pabrik (Foto: dw.com)

Like

Indonesia mencoba memposisikan dirinya sebagai pusat baru produksi kendaraan elektronik, dan raksasa pembuat mobil seperti Volkswagen sangat ingin memanfaatkannya.

Uni Eropa dan Indonesia sedang mendorong untuk menyelesaikan perjanjian perdagangan bebas pada akhir tahun, karena Indonesia bersiap untuk meningkatkan industri kendaraan listrik (EV).

Indonesia sadar sekali akan potensi nikel yang terkandung di negaranya. Apalagi nikel adalah bahan yang sangat penting di tengah industri kendaraan listrik yang sedang digaungkan saat ini.

Kesadaran ini juga yang membuat Indonesia memberlakukan larangan ekspor nikel. Alih-alih mengirimkan kekayaan mineralnya ke China dan negara asing lainnya, Indonesia sekarang bermaksud untuk membangun rantai pasokan EV end-to-end sendiri dan meningkatkan ekonominya ke atas rantai pasokan.

Dengan demikian, negara tersebut juga memposisikan dirinya sebagai alternatif untuk merek internasional melawan China.


Baca Juga: Potensi Bisnis Nikel dan Emiten yang Diuntungkan di Era Kendaraan Listrik


Kerjasama Uni Eropa-Indonesia Terkait Nikel


Seperti yang diberitakan dw.com, strategi tersebut tampaknya sudah membuahkan hasil. Di bulan lalu, Menteri Investasi Indonesia Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa produsen mobil Jerman Volkswagen bermaksud membangun ekosistem baterai EV di Indonesia.

Pengumuman tersebut disampaikan di pameran perdagangan Hanover, di mana Kanselir Jerman Olaf Scholz bertemu dengan Presiden Indonesia Joko Widodo. 

Pada saat itu, Scholz mengatakan kepada Presiden Jokowi bahwa dia sedang bekerja untuk mencapai kesepakatan antara Uni Eropa dan Indonesia sampai ke garis akhir.

“Saat ini kita banyak impor mineral penting dari China,” kata Scholz “Padahal tembaga atau nikel seringkali tidak diekstraksi di sana, melainkan di negara-negara seperti Indonesia,” imbuhnya.

Meskipun merupakan negara terpadat di Asia Tenggara dan ekonomi terbesar di kawasan ini, hubungan perdagangan Uni Eropa dengan Indonesia relatif kecil. 

Perdagangan barang bilateral hanya bernilai €24,8 miliar (US$27,3 miliar) pada tahun 2021. Ini kurang dari setengah volume perdagangan antara Uni Eropa dan Vietnam, yang berpenduduk kurang dari 100 juta. 

Salah satu produk utama yang digunakan untuk produksi baterai EV adalah mixed hydroxide precipitate (MHP), bahan nikel perantara. 

Bagi Kevin O'Rourke, seorang analis dan prinsipal di konsultan Reformasi Information Services yang berbasis di Jakarta, MHP adalah "minyak mentah masa depan".

Baca Juga: Harga BBM Naik, Ini Pilihan Mobil Listrik yang Bisa Dijadikan Kendaraan Alternatif

“Ada keinginan dari kedua belah pihak agar Jerman mendapatkan PLTMH dari Indonesia. Bagi kedua belah pihak, hal itu akan mengurangi ketergantungan masing-masing pada China, yang perusahaannya saat ini bertanggung jawab atas keseluruhan produksi PLTMH Indonesia,” tambah O'Rourke.

Awal tahun ini, pejabat Indonesia mengatakan BASF dan Eramet sedang merencanakan kesepakatan kemitraan senilai US$2,6 miliar untuk memproduksi PLTMH. 

Kesepakatan tersebut belum dikonfirmasi secara resmi oleh perusahaan. Eramet mengatakan pabrik itu, jika disetujui, kemungkinan akan mulai beroperasi pada 2026.

Mau tulisanmu dimuat juga di Bisnis Muda? Kamu juga bisa tulis pengalamanmu terkait investasi, wirausaha, keuangan, hingga lifestyle di Bisnis Muda dengan klik “Mulai Menulis”.

Submit artikelnya, kumpulkan poinnya, dan dapatkan hadiahnya!
 
Gabung juga yuk di komunitas Telegram kami! Klik di sini untuk bergabung.