"Dugderan" Tradisi Unik Sambut Ramadhan ala Semarang dan Meriahnya Pasar Takjil

pexels-ahmet-aqtai

pexels-ahmet-aqtai

Like

Beberapa minggu sebelum Ramadhan, bibi saya mengajak saya  untuk “nyekar”  ke makam mendiang ayah dan ibunya di kota kelahiran saya.

Wah kebetulan, saya sudah lama tidak pulang kampung setelah meninggalkan kota kelahiran saya. Semarang sebagai kota di mana saya dilahirkan dan dibesarkan.

Rasanya membuat saya kangen dengan suasana Ramadhan di kota kelahiran.

Begitu sampai di kota kelahiran, memori saya  kembali  mengingat sepenuhnya apa yang terjadi saat masa kecil.

Baca Juga: Suasana Ramadhan di Bombana, dari Rasa Aman Hingga Berburu Aneka Jenis Makanan


Kala itu saya sebagai seorang anak yang masih berusia sekitar 4-5 tahun, saya punya momen yang tak pernah terlupakan.

Ketika nyekar, ternyata di area kubur,  dipenuhi dengan pedagang yang menjajakan berbagai bunga tabur. Beberapa kendaraan baik sepeda motor maupun mobil sudah memadati parkiran. . 

Rupanya bibi  bingung mencari lokasi makam ayah dan ibunya, saya yang baru pertama kali ke kuburan, ikut bingung.

Pasalnya, tidak ada ada tanda-tanda misalnya blok A, B, C. Di teriknya siang, saya dan bibi menyusuri perlahan-lahan deretan makam. Takut salah makam. 

Baca Juga: Hikmah Jual Beli Takjil Ramadhan: Salah Satunya Merajut Silaturahmi Bertetangga

Biasanya ada pemandu yagn datang kali ini kami tidak menemukan pemandu karena pengunjung begitu membludak.



Tradisi Dug Der dan Nilai-Nilai Tradisi Masyarakat Semarang

Selesai acara ke makam,  bibi juga bertanya kepada saya apakah ingin ke tempat dugderan, Pasar Johar.  Begitu mendengar kata “dugder”,  memori saya kembali ke masa kecil.  

Tradisi “Dug Der”  masih tetap dilakukan di era modern ini untuk merayakan dan menyambut Ramadhan. Nilai-nilai tradisi yang ada masih dijunjung tinggi. 

Apa artinya “dug der”?  Dug artinya bedug yang dipukul atau ditabuh. Sementara der artinya bunyi meriam atau kembang api yang ditembakkan untuk memeriahkan suasana.

Dalam tradisi “dugderan” memiliki simbol ikonik yang disebut “Warak Ngendog”   Warak  Ngendog adalah semacam boneka dibuat dengan berbagai warna kertas.

Events Ramadhan: Kirim Cerita Ramadhan Tambah Cuan, Yuk Ikutan 30 Hari Ramadhan Bercerita!

Dilihat dari sejarahnya, Warak Ngendog adalah wujud mahluk mitologi Naga. Di mana pada bagian kepala diambil dari etnis Tionghoa. 

Sementara tubuhnya merupakan wujud mitologi Buraq (Arab) , dan kaki Warak Ngendog menyerupai kambing (dari etnis Jawa).

Oranem dari ikon ini mempunyai warna yang khas, mencolok berwarna-warni. Warak Ngendog yang besar akan diarak keliling kota oleh pemuda-pemuda dengan diiringi musik seperti gamelan. 

Nilai-nilai filosofi yang terkandung dalam Tradisi Dugderan adalah perwujudan nilai-nilai luhur, persatuan dan kesatuan. 

Watak Ngendong juga menjadi perwujudan rasa syukur, terbuka, dan sukacita terhadap kehidupan bermasyarakat di kota Semarang.

Baca Juga: Ramadhan Riang di Suroboyo: Kisah Seru dari Kota Pahlawan

 

Tradisi Menjelang Ramadhan

Di tempat tinggal saya, sebelum memasuki Ramadhan, kami dari komunitas senam, berkumpul bersama, lalu berdoa, makan bersama, dan saling bermaaf-maafan

Pasar semi modern begitu sepi karena pembelinya hanya sedikit, kemungkinan sudah memborong sebelum Ramadhan.

Di sore hari ada pasar kaget.  Di pelataran tempat parkir banyak pelapak yang berjualan berbagai macam takjil. 

Jadi bagi mereka yang puasa dan tidak sempat membuat takjil, tersedia di tempat ini dan tinggal pilih yang mana yang disukai.


--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Punya opini atau tulisan untuk dibagikan juga? Segera tulis opini dan pengalaman terkait investasi, wirausaha, keuangan, lifestyle, atau apapun yang mau kamu bagikan. Submit tulisan dengan klik "Mulai Menulis".
 
Submit artikelnya, kumpulkan poinnya, dan dapatkan hadiahnya!
 
Gabung juga yuk di komunitas Telegram kami! Klik di sini untuk bergabung