Disebut sebagai Narkotika, Jokowi Gelar Rapat untuk Tuntaskan Status Legalisasi Kratom di Indonesia

Legalitas tanaman kratom masih menjadi pertanyaan dan pembahasan serius (Sumber gambar: iStockphoto/Anucha Muphasa)

Legalitas tanaman kratom masih menjadi pertanyaan dan pembahasan serius (Sumber gambar: iStockphoto/Anucha Muphasa)

Like

Tanaman kratom saat ini jadi bahan perbincangan pejabat-pejabat pemerintah, termasuk Presiden Joko Widodo. Pasalnya, status legalisasi kratom sampai saat ini masih belum jelas.

Hal tersebut yang membuat Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas bersama dengan wakil presiden dan beberapa menteri Kabinet Indonesia Maju pada Kamis (20/6/2024). Di dalam rapat tersebut terdapat 3 pembahasan mengenai status tanaman kratom di Indonesia.

 

Hasil Rapat Terbatas Jokowi Tentang Tanaman Kratom

Tanaman kratom ini sebenarnya masih menjadi kontroversi beberapa pihak karena dianggap punya efek yang sama dengan narkoba. Dalam rapat terbatas tersebut, Jokowi ingin menuntaskan kesimpangsiuran ini supaya tidak ada lagi perdebatan di publik. 

Baca Juga: Chandrika Chika Terjerat Narkoba! Kenali 7 Risiko Penyalahgunaan Narkoba

Pertama, Jokowi meminta Kementerian Pertanian untuk mengatur tata kelola dari tanaman kratom, khususnya mengenai mutu dan kualitasnya. Pemerintah menemukan adanya penyusutan bahkan bentuk penolakan dari ekspor kratom..

Melansir dari bisnis.com, hal tersebut terjadi karena tanaman kratom Indonesia dinilai punya kualitas yang buruk dan mengandung bakteri berbahaya seperti salmonella, e.coli, dan logam berat lainnya. 


Rencananya, pemerintah melalui Kementerian Pertanian akan membentuk korporasi. Korporasi tersebut nantinya akan mengatur tentang kualitas dan kuantitas dari produk kratom. Apabila kualitas sudah terjamin, otomatis bisa mengerek kembali ekspor kratom ke seluruh dunia. 

Pembahasan yang kedua ini berhubungan dengan tata kelola, yaitu mengenai tata niaga dari komoditas kratom. Akibat kualitas dari kratom Indonesia yang belum terjamin mutunya, banyak eksporting asing tidak mau mengambil kratom dari Indonesia. 

Melansir siaran pers di situs resmi Presiden RI, harga pasar ekspor kratom turun drastis dari 30 dolar menjadi 2-5 dolar saja per satuan. 

Anjloknya ekspor kratom menimbulkan dampak bagi masyarakat yang kebutuhan ekonominya bergantung pada budidaya kratom. Contohnya adalah masyarakat di Kalimantan Barat yang tercatat ada 18.000 kepala keluarga dengan sumber penghasilan berasal dari kratom. 

Oleh karena itu, Kementerian Perdagangan diminta untuk membuat aturan mengenai standarisasi dari arus perdagangan atau tata niaga tanaman kratom. Tujuannya supaya arus ekspor kratom bisa terkendali dengan aman dan berpotensial memenuhi standar yang aman. 

Terakhir, Presiden Joko Widodo ingin tanaman kratom punya legalisasi yang sah. Sebelumnya, kratom jadi bahan perbincangan karena ada 2 pandangan yang berbeda mengenai status legalnya.

Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN), kratom termasuk ke dalam narkotika golongan 1 yang bisa menimbulkan kecanduan tinggi bahkan risiko kematian. Hal serupa juga dinyatakan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang melarang pengonsumsian kratom, terutama untuk campuran makanan dan obat-obatan.

Sementara menurut Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), kratom tidak termasuk narkotika karena tidak mengandung zat berbahaya sehingga bermanfaat bagi penggunanya sebagai obat tradisional.

Kebimbangan ini membuat presiden mendesak BPOM, BRIN, dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk melakukan riset dan penelitian mengenai kandungan yang ada di dalam kratom. Supaya legalitas dari kratom ini bisa terbukti dan tahu batas keamanannya ketika dikonsumsi oleh masyarakat.