Dari Jaman Kolonial Sampai Digital: Tren Nabung Anti Ditinggal Jaman, Tetap Survive Meski Pandemi Menerpa

Celengan terakota, medium menabung zaman Majapahit abad 14-15 koleksi Museum Gubug Wayang Mojokerto (Sumber gambar: gubug-wayang.com)

Celengan terakota, medium menabung zaman Majapahit abad 14-15 koleksi Museum Gubug Wayang Mojokerto (Sumber gambar: gubug-wayang.com)

Like

"Hemat pangkal kaya"

Kalimat pepatah yang tercantum dalam sampul buku tulis anak sekolah jaman 90-an. Maksudnya jelas, sebagai langkah menabung dalam rangka penghematan pengeluaran dengan menyisihkan uang jajan. Mediumnya bisa dilakukan dalam bentuk apa saja seperti celengan babi terbuat dari tanah liat maupun bentuk ayam dari plastik, amplop yang tersimpan rapi di bawah kasur, sampai kaleng bekas yang dikubur di dalam tanah bak harta karun tersembunyi.

Dilansir dalam akun Instagram @bisniscom, ada kisah seorang kakek 95 tahun bernama Ambari asal Cirebon menabung agar dapat ke tanah suci sejak zaman kolonial. Penghasilan sehari-hari sebagai buruh tani dikumpulkannya pada sebuah celengan kaleng hingga tahun 2016, beliau mendapat buahnya digunakan untuk melunasi ONH (ongkos naik haji). Semangatnya patut diapresiasi dalam melawan keterpurukan ekonomi masa penjajahan sekaligus meraih tujuan menunaikan rukun Islam ke-5.

Rupanya, kesadaran menabung bukan diturunkan dari zaman kolonial, namun sejak masa Majapahit dari ditemukannya celengan babi terakota di sekitar situs Trowulan Majapahit di Mojokerto. Tabungan fisik terus berkembang dan mengalami digitalisasi, menjadikan tabungan non-fisik digital lebih dikenal di telinga para milenial.

Pandemi COVID-19 yang berhasil meluluhlantakkan tatanan negara di seluruh dunia mengakibatkan ketidakpastian di segala kondisi, ekonomi melemah, sosial terguncang, budaya mengadopsi hal baru, politik serba panas, dan keributan lainnya.

Dilaporkan oleh akun Instagram @bisniscom, dampak yang terjadi antara lain konsumsi minyak dunia menurun sempat menurun hingga menyebabkan anjloknya harga minyak mentah dunia diangka US$30,34 per barel. Rupiah melemah atas Dollar hingga menyentuh Rp17.154 pada akhir maret 2020, dan IHSG yang terjun menembus angka 4.895 membuat Bursa Efek Indonesia memutuskan melakukan trading halt.


Pernyataan menteri keuangan Sri Mulyani memberi gambaran apabila hal ini berlangsung lama, "Jika ekonomi lemah, penerimaan pajak lemah, kita lemah maka semua terperosok dalam pelemahan.” Namun, ibu Menkeu tetap menyuarakan optimisme bahwa Indonesia akan mengalami laju pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5% pada 2021. Salah satu caranya dengan mengembalikan pelemahan yang tengah terjadi melalui penerapan kebijakan fiskal berupa stimulus yang bisa memicu pertumbuhan ekonomi, seperti pelonggaran pajak. 

Imbas pandemi terhadap ekonomi yang terjadi memicu masyarakat untuk melakukan penghematan pengeluaran dengan menabung. Meskipun akses literasi keuangan seputar pengelolaan keuangan dan penyimpanan aset pribadi dengan mudah didapatkan, masih ada lapisan masyarakat yang kurang bisa memahami pentingnya menabung.

Pelajaran Berharga 
Ada pelajaran yang teramat berharga yang dapat dipetik bagi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan finansial disaat adanya pandemi seperti ini. Dengan adanya berbagai proyeksi perkiraan puncak pandemi virus Covid-19 yang melanda Indonesia, membuat segala lapisan masyarakat 'harap-harap cemas' dalam menanti nasib mereka setelah berakhirnya masa pandemi ini, terlebih karyawan yang di-PHK oleh perusahannya.

Sebuah survey dari McKinsey & Company, Konsultan Keuangan ternama Amerika, menyatakan jika setengah dari konsumen yang cemas dengan pekerjaannya hanya memiliki tabungan kurang dari 4 bulan biaya hidup. Survey menunjukkan kekhawatiran para konsumen akibat pandemi COVID-19 membuat mereka ingin mengenal manajemen dan risiko keuangan. Sebuah fenomena positif yang tumbuh di tengah ketidakpastian seperti ini. Padahal, kalau sudah terbiasa dengan menabung, manajemen risiko pun turut dipikirkan.

Meskipun sudah dikenalkan dan diajarkan sejak jaman baheula, banyak masyarakat khususnya generasi muda masih meremehkan aktivitas menabung.

Terkadang, banyak para milenial atau generasi muda yang bingung bagaimana memulai untuk menabung dan berinvestasi secara bijak. Faktor lain yang membuat para generasi  muda untuk menunda menabung adalah lifestyle yang tidak seimbang. Untuk itu, publik perlu memiliki literasi keuangan yang baik, yang dapat dimulai sedini mungkin. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menabung, seperti menyisihkan sebagian pendapatan untuk dana simpanan di bank, atau melakukan diversifikasi ke berbagai produk keuangan sesuai dengan portofolio investasi yang bersangkutan.

Usia Dini & Konsistensi adalah Kunci
Kisah inspiratif lain dikutip dari akun Instagram @sahabatsurga tentang bocah kecil usia 11 tahun yang menabung bersama 6 teman lainnya. Mereka memulai dengan modal awal sebanyak Rp10.000 secara rutin setiap hari selama 10 bulan. Alhasil, mereka belikan Sapi Kupang senilai 20 juta untuk diqurbankan. Diusianya yang cukup belia tersebut, para bocah mampu memulai habit untuk mengatur keuangan yang baik. Memulai kegiatan menabung sejak dini dan konsisten dalam mengelola keuangan adalah kunci untuk mencapai kebebasan finansial lebih cepat.

Mulailah Investasi
Rasa-rasanya, gerakan kebiasaan menabung perlu naik tingkat ke arah investasi. Investasi adalah satu cara yang dapat menyelamatkan aset dari ancaman inflasi. Tujuannya adalah untuk mendapatkan return yang baik dibandingkan hanya sekedar menabung.

Selain itu, keputusan berinvestasi pun harus disesuaikan dengan kebutuhan dan portofolio sang pemilik modal.
Contohnya, mempertimbangan tujuan investasi ke dalam dua kategori, untuk tujuan investasi jangka pendek dan jangka panjang. Pada jangka pendek, modal digunakan untuk biaya pernikahan 2 tahun lagi, berwisata ke luar negeri 1 tahun lagi, biasanya masyarakat akan memilih reksadana pendapatan tetap.

Sedangkan pada investasi jangka panjang, modal biasa dipakai biaya pendidikan anak 10 tahun ke depan, persiapan dana pensiun 20 tahun lagi. Instrumen yang dapat dipilih yaitu reksadana saham atau reksadana campuran.

Kesadaran publik akan pentingnya manajemen finansial makin tinggi, banyak juga yang mengedukasi sekaligus mengajak masyarakat Indonesia, misalnya saja melalui public figure ataupun instansi perbankan. Salah satu selebriti Indonesia, Aurel Hermansyah, turut mendukung adanya gerakan penghematan pengeluaran. Diberikannya contoh bahwa kemudahan belanja secara daring bisa mendorong kebutuhan konsumtif generasi milenial. Menurutnya, edukasi finansial dan kampanye aktif berinvestasi dirasa sangat baik dalam menumbuhkan semangat melek finansial bagi generasi muda demi masa depan yang lebih baik.

Informasi yang diberikan oleh instansi perbankan pun mengikuti situasi dan kondisi terkini, misalnya seputar pengelolaan masa pandemi. Masyarakat dihimbau untuk mengatur pengeluaran yang tidak perlu dan menyimpan sebagian pendapatan di tempat yang tepat dalam rangka antisipasi dana darurat dan keberlangsungan hidup di tengah ketidakpastian.

Hal semacam ini selaras dengan hasil survey Bank Indonesia berdasarkan laporan keuangan nasabah BI setiap bulannya. Hasil survey sesuai dengan publikasi BI triwulan I-2020 menunjukkan jika ada warga yang masih aktif mengalokasikan tabungan dari sebagian pendapatannya dengan kurang lebih 20% pendapatan warga ditabung. Bahkan, 8% responden mampu menabung dalam jumlah yang lebih besar dari biasanya karena respon atas turunnya pengeluaran sebagai dampak pengurangan aktivitas.

Gerakan menabung dan investasi harus disesuaikan dengan kondisi pendapatan di tengah pandemi, apabila terkena pemutusan hubungan kerja lebih tepat melakukan penghematan untuk memenuhi kebutuhan harian hingga mendapat pekerjaan kembali. Sedangkan untuk karyawan yang terkena pemotongan gaji harus tetap mengutamakan terpenuhinya kebutuhan dasar.

Pilah-pilih Instrumen Investasi
Bila masih memiliki kemampuan untuk menabung, dapat memilih investasi dengan resiko rendah seperti emas, obligasi (surat berharga negara) atau reksadana pendapatan tetap. Emas atau logam mulia disebut juga sebagai safe haven asset yang nilainya dapat terlindungi oleh laju inflasi tiap tahunnya.

Sedangkan instrumen obligasi berkarakter low risk low gain, jadi modal kalian tetap aman untuk rencana jangka pendek dan baik untuk memulai mencoba investasi.

Dikarenakan pandemi menggerus daya beli masyarakat, banyak pelaku usaha yang memberikan diskon belanja. Apabila tidak terkontrol, masyarakat dapat terjebak dalam impulsive buying yang mempengaruhi perencanaan keuangan.

Agar tetap terkontrol, masyarakat harus lebih bijak dan cermat dalam mengelola keuangan, jangan sampai tergiur dengan rayuan diskon belanja online yang saat ini menjamur.

Bagi masyarakat yang  tidak terdampak secara penghasilan, momen seperti ini adalah momen “emas” untuk berinvestasi jangka panjang seperti di pasar modal saham, cryptocurrency dan properti. Targetnya adalah ketika perekonomian dunia mulai membaik, valuasi produk investasi yang masuk dalam kelas high risk high gain diperkirakan juga akan mengalami sentiment positif.

So, pembaca yang budiman sudah tertarik untuk mulai berinvestasi? Sesuaikan dengan kebutuhan kalian, ya! 

Salam Cuan Selalu.  -Mij-