Reksa Dana Saham Terus Tertekan, Ini Penyebab dan Tips Sebelum Memilih

Tips Pilih Reksa Dana Saham Illustration Web Bisnis Muda - Image: Canva

Like

Hingga Agustus 2021, kinerja reksa dana saham terpantau masih mengalami tekanan. Berbagai sentimen pun jadi pemicu kinerja reksa dana berbasis ekuitas ini.

Berdasarkan keterangan di laman Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dibanding dengan jenis reksa dana lainnya, reksa dana saham memiliki tingkat risiko investasi yang cukup tinggi. Meski begitu, reksa dana saham ini juga punya tingkat keuntungan yang tinggi pula, alias high risk high return.

Reksa dana saham juga punya kebijakan investasi minimal 80 persen pada instrumen 1 saham. Makanya, reksa dana saham memang cocok untuk investor dengan profil risiko agresif.

Termasuk saat harus menghadapi situasi seperti saat ini, yang mana kinerja reksa dana saham belum menunjukkan pergerakan positifnya. Berdasarkan data Infovesta Utama, secara Year-on-Year (YoY), kinerja imbal hasil reksa dana saham hingga 30 Desember 2020 terkoreksi hingga -10,29 persen dibanding tahun sebelumnya.

Sementara itu pada penutupan pekan lalu, atau tepatnya di periode 13 - 20 Agustus 2021, terpantau reksa dana saham mengalami koreksi hingga -1,57 persen! Sementara itu, di periode yang sama, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga terkoreksi hingga -1,77 persen selama sepekan.


Apalagi, di perdagangan Kamis (19/8), IHSG terjun cukup dalam hingga -2,06 persen ke level Rp5.992. Enggak cuma itu, ada sejumlah sentimen lain yang cukup membuat kinerja reksa dana saham belum cemerlang.

Baca Juga: Risiko-Risiko Investasi Reksa Dana Saham
 

Kekhawatiran Tapering Off The Fed

Dilansir dari Harian Bisnis Indonesia, Infovesta Utama mengungkapkan kalau penurunan kinerja reksa dana di periode 13 - 20 Agustus 2021 khususnya, disebabkan oleh adanya sentimen dari kekhawatiran tapering off yang bakal dilakukan The Fed. Apa itu tapering off?

Kekhawatiran muncul saat mayoritas pejabat utama The Fed alias Bank Sentral Amerika Serikat sepakat buat memangkas pembelian obligasi negara dan aset lainnya sebelum masuk ke tahun 2022. Nah, tindakan memangkas pembelian tersebut lah yang kemudian dikenal dengan istilah tapering off.

 

Sektor Teknologi dan Perbankan Digital Belum Masuk Indeks Acuan

Seperti yang diketahui, bursa tengah diramaikan dengan saham-saham dari sektor teknologi. Begitu juga dengan saham sektor perbankkan digital.

Meski begitu, dikutip dari Harian Bisnis Indonesia, Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menilai jika sektor teknologi dan bank digital yang menopang kinerja IHSG justru enggak masuk dalam indeks yang ada di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Selain itu, kedua sektor tersebut juga enggak jadi acuan manajer investasi dalam mengelola reksa dana. Sekedar info, manajer investasi menggunakan sejumlah indeks seperti indeks LQ45, DBX, Bisnis-27, IDX30, dan indeks lainnya sebagai acuan reksa dana saham.

Alasannya, Wawan menilai, sektor teknologi dan bank digital punya likuiditas dan fundamental yang belum memenuhi syarat untuk masuk ke dalam indeks-indeks acuan tersebut. Terlebih, salah satu faktor utama investor dalam membeli saham yakni dengan memastikan likuiditas dari saham tersebut.

Lalu, apa yang perlu kamu perhatikan sebelum memilih reksa dana saham?

Kita ke Halaman Selanjutnya yuk!