Media sosial dan e-commerce jadi satu? (Foto: pexels-cottonbro-studio)
Likes
Setiap UMKM punya strategi dalam penjualan online. Namun, akhir-akhir ini mereka mengeluhkan bahwa omzet berkurang gara-gara adanya penjualan yang dilakukan dalam media sosial TikTok. Contohnya para pedagang di Pasar Tanah Abang banyak yang sepi pembeli.
Pemerintah berencana untuk melarang platform media sosial asal Tiongkok, TikTok Shop berjualan di Indonesia. Menurut Pemerintah, bisnis yang dijalankan TikTok Shop dianggap membahayakan UMKM Lokal.
Dijelaskan lebih lanjut bahwa di India dan Amerika Serikat, TikTok dilarang menjalankan bisnis di media sosial dan e-commerce secara bersamaan.
Sementara di Indonesia TikTok menjalankan bisnis keduanya secara bersamaan. “Ini monopoli,” tegas Pak Teten Masduki.
Tindakan selanjutnya akan ada revisi Permendag Nomor 50/2020 yang mengatur perdagangan e-commerce, tapi belum mengatur perdagangan sosial e-commerce.
Baca Juga: Project S TikTok Shop Ancaman untuk UMKM Indonesia?
Sebenarnya pelarangan penjualan di TikTok ini harus dilihat lebih detail. Penjualan produknya yang membuat UMKM tersaingi atau harga-harga di TikTok jauh lebih murah karena barang impor, atau alasan politis semata-mata.
Sebaiknya dikaji lebih matang penyebabnya dan mengapa TikTok sebagai media sosial sendiri yang dilarang berjualan, bagaimana dengan media sosial lainnya yang juga melakukan hal yang sama. Dalam hal ini peraturan dan implementasinya harus dikaji lebih matang.
Perubahan Perilaku Konsumen
Persaingan dalam strategi penjualan baik melalui media sosial online maupun e-commerce sangat sengit.
Riset yang diadakan oleh salah satu lembaga, pandemi Covid 19 mengakselerasi pertumbuhan e-commerce di Indonesia, bahkan meningkatkan daya masyarakat membeli barang melalui platform digital.
Laporan dari “Navigating Indonesia’s E-commerce: Omnichannel as the Future of Retail”, dikatakan bahwa 74,5 persen konsumen lebih banyak belanja secara online daripada belanja offline.
Mereka dimudahkan belanja baik kebutuhan pokok dan kebutuhan yang lainnya melalui layanan digital.
Tidak perlu ke luar rumah dan biaya transportasi, tinggal duduk manis, dan gunakan gadget dengan jemari untuk pesan atau order suatu produk dalam hitungan menit.
Selanjutnya barang akan dikirim dan kita sebagai konsumen tinggal menerimannya. Behaviour atau perilaku belanja konsumen sudah berubah dengan adanya teknologi digital.
Ketika konsumen berubah, tetapi penjual tidak berubah, maka terjadilah sepinya pembeli seperti yang dialami oleh pedagang di Pasar Tanah Abang.
Mereka mengeluhkan betapa berkurangnya pembeli datang ke Pasar Tanah Abang. Pedagang harus putar otak bertahan dengan beralih dengan memasarkan secara online atau menutup toko.
Baca Juga: Kenapa Lebih Pilih Belanja Di TikTok Shop Ketimbang Shopee? Ini Alasannya!
Apa saja yang dijual di TikTok?
Barang terlaris yang dijual di TikTok adalah produk kosmetik dan perawatan kulit. Produk perawatan kulit itu seperti lipstick, blush on, foundation, serum wajah, dan masker.
Barang lainnya adalah fashion, aksesoris, elektronik, mainan dan hobi, perhiasan, peralatan rumah tangga, buku dan majalah.
TikTok telah menjelma menjadi platform yang disukai oleh penggunanya. Platform yang baru muncul di tahun 2021 ini mampu mengalahkan Facebook, Instagram dan Line.
Tapi ternyata kesuksesannya lebih cepat dan pergeseran perilaku belanja online jadi bagian dari fitur yang ada di TikTok Shop.
TikTok mampu menyaingi e-commerce yang sedang menjamur. E-commerce berkibar karena toko-toko fisik sudah tidak lagi mampu bersaing dengan mereka.
Namun, yang menjadi masalah adalah penjualan di media sosial TikTok dianggap sudah bertindak melampaui e-commerce.
Bahkan menurut TikTok Indonesia, puluhan UMKM yang menjual dagangan lewat TikTok Shop mampu memperoleh berkah dan keuntungan.
Tanggapan TikTok
Tiktok Indonesia minta pemerintah Indonesia mengkaji ulang larangan TikTok Shop beroperasi di Indonesia.
Alasannya adalah saat ini ada 2 juta bisnis lokal yang telah berkembang berkat hadirnya sosial commerce.
Ditambahkan oleh pejabat dari TikTok Indonesia, tidak ada manfaatnya memisahkan antara e-commerce dan media sosial. Jika hal ini terjadi, justru akan menghambat pedagang dan konsumen Indonesia .
Sebelum larangan dikeluarkan, sebaiknya ada kajian yang mendalam perlukah larangan itu dibuat. Siapakah yang diuntungkan dengan adanya larangan itu.
Dunia digital dan komersial saling melengkapi, aturan apa yang perlu diterapkan, baik untuk e-commerce maupun media sosial. Perlukah adanya persamaan di kedua platform itu.
Punya opini atau artikel untuk dibagikan juga? Segera tulis opini dan pengalaman terkait investasi, wirausaha, keuangan, lifestyle, atau apapun yang mau kamu bagikan. Submit tulisan dengan klik "Mulai Menulis".
Submit artikelnya, kumpulkan poinnya, dan dapatkan hadiahnya!
Gabung juga yuk di komunitas Telegram kami! Klik di sini untuk bergabung.
Komentar
22 Jun 2024 - 10:11
Sangat menarik
07 Jun 2024 - 08:04
Bener banget sih
31 Oct 2023 - 12:53
Selalu Kerenn artikel nya
27 Oct 2023 - 13:23
benar sekali, seharusnya larangan atau peraturan itu harusnya dikaji lebih dalam serta tidak mengambil suara dari salah satu pihak atau beberapa pihak saja sehingga keputusan dapat diambil lebih tepat dan adil bagi berbagai pihak