Meraih Keuntungan Melalui Usaha Thriftshop di Tengah Pandemi

Pakaian bekas bernilai (Sumber : https://instagram.com/belahan.bumii?igshid=bejlkem6lun3)

Like

Pandemi virus corona (Covid-19) telah mengubah kehidupan masyarakat hanya dalam kurun waktu yang sangat singkat. Seluruh sektor mulai dari kesehatan, pendidikan, pariwisata, hingga ekonomi terkena imbas negatif akibat kedatangan virus corona.

Upaya untuk melawan virus corona dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan agar dapat memulihkan seluruh sektor terdampak (Nabila, 2020). Penerapan aturan tersebut berupa work from home sebisa mungkin, pemakaian masker ketika berada di luar rumah, dan physical distancing sudah menjadi kewajiban baru bagi masyarakat. Kebiasaan baru tersebut mengubah struktur sosial dan membuat pembatasan dalam aktivitas sehari-hari.

Selain melawan virus corona, masyarakat juga memiliki kewajiban untuk melakukan perputaran ekonomi. Roda perekonomian harus digerakkan karena kebutuhan bertahan hidup masing-masing individu.

Pengubahan aturan dan akselerasi di tengah wabah virus corona mau tidak mau harus dikerjakan oleh para pelaku usaha. Di sisi lain, beberapa pelaku ekonomi mengalami kerugian dan harus banting setir beralih profesi atau jenis usaha akibat pandemi.

Terlepas dari itu, kegiatan ekonomi yang dilakukan harus inovatif dan adaptif agar tetap meraih keuntungan maksimal. Oleh karenanya, beberapa kegiatan bisnis baru muncul dan digemari oleh masyarakat di tengah situasi yang tidak menyenangkan.


Salah satu bisnis yang menguntungkan di tengah pandemi adalah transaksi pakaian preloved atau thriftshop. Secara sederhana, preloved atau thriftshop pakaian adalah transaksi pakaian bekas yang masih layak pakai dan memiliki nilai jual.

Kegiatan ekonomi tersebut muncul di Amerika Serikat seiring dengan berjalannya budaya hedonisme yang marak di kalangan remaja (Bardhi & Arnould, 2005). Transaksi tersebut terjadi akibat keinginan masyarakat atau pasar terhadap suatu barang yang bermerek namun dengan harga terjangkau.

Beberapa toko akhirnya menjual barang bermerek bekas dan diminati oleh berbagai kalangan. Maka dari itu, bisnis tersebut menjadi besar dan memberikan keuntungan baru bagi pelaku usaha yang menggelutinya.

Pertama, bisnis thrift atau preloved dapat dikerjakan modal yang sangat minimal. Untuk memulai usaha tersebut, para pedagang pakaian bekas dapat memanfaatkan relasi terdekatnya sebagai modal awal.

Calon penjual dapat menganalisa teman atau kerabat dekat yang memiliki pakaian bermerek atau kemampuan ekonominya tergolong di atas rata-rata. Hal yang dapat kita lakukan adalah dengan negosiasi kepada mereka agar sepakat untuk memberikan pakaian yang masih layak untuk digunakan.

Terlebih, jika pelaku usaha sendiri memiliki pakaian yang layak jual, maka akan sangat memberikan keuntungan untuk memulai usaha. Dengan demikian, kita tidak akan mengeluarkan modal sepeser pun untuk memulai kegiatan ekonomi.

Bagi mereka yang menyediakan modal awal untuk berbisnis thrift, mereka dapat terjun langsung ke pasar untuk mencari pakaian bekas. Beberapa kota memiliki toko atau sentra tertentu yang telah lama menjual pakaian bekas.

Jika kita beruntung, maka kita akan mendapatkan pakaian bekas yang bermerek dengan harga yang sangat murah. Selain itu, kita harus selektif dalam memilih pakaian agar tidak memiliki kekurangan seperti terdapat noda atau robekan dalam pakaian yang akan dijual. Oleh karenanya, berburu pakaian bekas di pasar secara langsung akan memberikan sensasi tersendiri bagi mereka yang ingin bergelut dalam dunia thrift.

Kedua, promosi atau pemasaran produk pakaian thrift atau preloved yang sangat mudah. Era kecanggihan teknologi saat ini membuat pergeseran budaya transaksi yang semula hanya dilakukan secara tatap muka beralih dengan online.

Para pebisnis thrift dapat memanfaatkan sarana tersebut dengan membuat akun media sosial untuk memasarkan produk mereka. Mereka dapat mengambil gambar dan sedikit melakukan pengeditan foto produk yang kemudian dapat diunggah di akun media sosial. Maka dari itu, usaha thrift atau preloved dapat berdiri walaupun tanpa toko di suatu tempat.

Usaha thrift atau preloved telah memiliki basis massa tersendiri di media sosial. Hal tersebut memberikan keuntungan bagi pelaku usaha pemula untuk memasarkan produk mereka.

Startegi promosi yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan Promote For Promote (PFP). Strategi promosi tersebut dikerjakan oleh dua pihak yang memiliki usaha sama maupun berbeda.

Hal yang dilakukan adalah dengan saling bertukar konten pemasaran untuk saling mempromosikan produk pihak yang telah diajak bekerja sama. Konten yang telah diperoleh dapat diunggah melalui instastory atau postingan di timeline.

Semakin banyak pihak yang kita ajak PFP, maka semakin banyak pula promosi kita di media sosial. Dengan demikian, kedua belah pihak dapat saling diuntungkan melalui kerjasama PFP tersebut.

Ketiga, terjun dalam dunia thrift atau preloved akan berkontribusi untuk meminimalisir pencemaran lingkungan. Industri fashion merupakan salah satu aspek yang paling berperan dalam menghasilkan polusi di dunia (Sax, 2018). Pergeseran budaya yang menjadikan individu dituntut untuk memakai pakaian bermerek akan meningkatkan daya beli masyarakat terhadap dunia fashion.

Semakin tinggi jumlah produksi pakaian, maka semakin tinggi pula polusi yang tidak terkontrol. Maka dari itu, pemanfaatan baju bekas secara tidak langsung akan membantu untuk menyelamatkan lingkungan dari polusi yang berbahaya.  

Keempat, usaha thrift dan preloved memiliki resiko yang minim. Terdapat kemungkinan bahwa suatu saat pribadi yang menggeluti dunia thrift akan merasa jenuh dan bosan.

Apabila pelaku usaha telah mencapai tahap tersebut, mereka dapat menjual seluruh aset yang dimiliki dengan harga yang masih menguntungkan. Barang tersebut dapat dipasarkan kepada pelaku dunia thrift pemula lainnya dengan nama paket usaha.

Oleh karenanya, kerugian yang dialami nantinya akan sangat minim dan dapat beralih untuk membuka usaha lain ketika memutuskan berhenti dalam dunia thrift.

Kebutuhan masyarakat dalam bidang fashion akan tetap berjalan di tengah pandemi. Pemanfaatan thrift sebagai pemenuhan kebutuhan dalam bidang fashion dapat menjadi solusi untuk menjawab permasalahan tersebut.

Terjun dalam dunia thrift akan memberikan pengalaman tersendiri bagi pelaku usaha. Selain berbagai kemudahan yang ditawarkan, dunia thrift dan preloved juga sangat fleksibel untuk dikerjakan.

Seluruh kalangan dapat menjadi target pasar maupun pelaku usaha preloved atau thriftshop pakaian. Dengan demikian, thriftshop akan hadir sebagai alternatif usaha yang dapat memberikan berbagai keuntungan bagi para penggelutnya.


Baca juga: Meraup Cuan Barang Bekas dari Bisnis Thrift Shop, Apa Itu?



Referensi
  • Bardhi, F., & Arnould, E. J. (2005). Thrift shopping: Combining utilitarian thrift and hedonic treat benefits. Journal of Consumer Behaviour: An International Research Review, 4(4), 223–233.
  • Nabila, M. (2020). Perilaku Konsumen Berubah, Ini Rekomendasi Nielsen untuk Pusat Belanja. Bisnis.com. https://ekonomi.bisnis.com/read/20200615/47/1252728/perilaku-konsumen-berubah-ini-rekomendasi-nielsen-untuk-pusat-belanja
  • Sax, S. (2018). Fashion Adalah Industri Paling Banyak Menghasilkan Polusi di Dunia. Vice.com. https://www.vice.com/id_id/article/ywq8qm/fashion-adalah-industri-paling-banyak-menghasilkan-polusi-di-dunia