Sepeda Minion yang sedang tren di kalangan masyarakat.
Likes
Bidang pendidikan pun juga tidak luput dari cengkraman pandemi ini. Para pelajar tepaksa harus belajar secara daring yang dianggap tidak efektif dan membosankan, sampai ramai berita tentang perjuangan untuk mendapatkan sinyal ataupun segenggam smartphone dan paketan.
Dalam bidang ekonomi misalnya, dari mulai muncul kasus pertama di Bogor, hingga terus merebak ke seluruh provinsi di Indonesia sampai waktu sekarang terus menggerogoti sendi perekonomian.
3 bulan karantina di rumah merupakan pukulan telak bagi para pencari nafkah. Ribuan buruh di rumahkan, para pelaku wirausaha sepi pembeli, jalanan sunyi karena para aparat terus berpatropli untuk membubarkan kerumunan.
Jelas pandemi covid-19 ini saya rasakan dampaknya karena drastis saya tidak bisa bekerja karena memang sekolah diliburkan. Dan sampai tulisan ini terbit memang belum ada tanda-tanda bahwa sekolah akan mulai masuk.
Waktu terus berlanjut, Kurang lebih selama 4 bulan akhirnya pemerintah harus mengubah gaya hidup menuju new normal karena jika diteruksan akan menjadikan negara ini semakin kacau, disamping kasus covid ini juga ternyata tidak hilang, dan malah bertambah.
Banyak kota-kota di Indonesia tiba-tiba ramai oleh orang-orang bersepeda. Toko-toko sepeda sampai kewalahan melayani karena stok barang selalu habis, tidak jarang sampai memberlakukan sistem pre-order karena minimnya stok.
Ada banyak jenis sepeda yang menjamur di masyrakat, sebut saja MTB, sepeda balap (road bike), sepeda lipat, bahkan tipe cross/trail. Dibalik menjamurnya tren sepeda, ternyata ada salah satu tren sepeda jenis baru yaitu “Minion”. Ya minion.
Salah satu jenis sepeda berframe tunggal yang muncul abad 19 akhir dengan model sepeda wanita ini memang sedang diminati. Selain karena unik juga sepeda ini sebenarnya tergolong antik. Dilihat dari tahun diluncurkannya saja tentu akan sulit mendapatkan sepeda jenis ini dengan kondisi layak di tahun sekarang, apalagi dalam kondisi baru.
Pada akhirnya orang yang ingin memilikinya harus menyervisnya agar sepeda tersebut layak dipakai. Bahkan di kalangan pemuda, sepeda tersebut diubah dengan mengambil kerangkanya (frame) saja.
Lantas sepeda tersebut diupgrade mulai dari mengganti ban, velg, mengecat ulang, hingga penambahan group set. Tentu biaya yang dibutuhkan beragam, tergantung dari jenis dan merk komponen yang dipakai. Dari yang mulai harga dari ratusan ribu hingga jutaan.
Bahan yang yg dijual pun didapat mayoritas dari daerah pesisir pantai utara Jawa Tengah, seperti Purwodadi, Gerobogan, Pati dan sekitarnya. Karena untuk di Kota Solo sendiri sulit dicari, kalaupun ada tentu dengan harga berlipat yang akan nenghasilkan keuntungan sedikit jika untuk dijual lagi.
Banyak orang memesan mulai dari kerangkanya saja sampai memesan dalam bentuk siap pakai. Dalam hal penjualan tidak hanya offline saja, tapi sudah merambah ke laman online. Saya pun ditawari untuk diiajak membantu dalam melaksankan pekerjaannya.
Tentu saya tidak akan menyiakan kesempatan ini. Karena selain menambah uang jajan, saya juga dapat mengisi waktu luang sembari menunggu hasil pengumuman penerimaan mahasiswa baru.
Intinya kita sebegai generasi muda harus sekreatif mungkin dalam berinovasi. Jadikan hal yang dianggap jelek sekalipun di sekitar kita untuk diubah oleh mindset kita menjadi hal yang baik. Bukan tidak mungkin akan memberikan manfaat secara lahiriyah, tapi jasmaniyah pun bisa juga merasakan manfaatnya.
Tulis Komentar
Anda harus Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.