Jastip Mengakomodasi Keinginan Kala Pandemi

Hidangan yang disajikan di Pho Saigon dekat Stasiun Mangga Besar. (Dok. pribadi)

Hidangan yang disajikan di Pho Saigon dekat Stasiun Mangga Besar. (Dok. pribadi)

Like

Sebelum diberlakukannya pembatasan sosial berskala besar, jelajah kuliner merupakan agenda yang selalu saya lakukan rutin tiap akhir pekan. Menjelajah sudut-sudut kota Jakarta demi berburu makanan unik nan autentik. Biasanya, saya mendapatkan informasi tentang kedai makanan yang harus didatangi dari akun Twitter Dari Halte ke Halte (DHKH). Akun tersebut giat membagikan aneka makanan yang memiliki cita rasa menggugah selera.

Sayangnya semenjak wabah Corona melanda Indonesia, saya harus menghentikan sementara aktivitas menyusuri kota demi mencicipi lezatnya makanan-makanan yang seringkali dibicarakan para pengikut akun DHKH. Padahal saya belum mencoba semua makanan yang direkomendasikan. Saya baru mencoret beberapa poin dari keseluruhan daftar makanan yang mesti saya jajal.

Pandemi ini memang membuat hampir seluruh masyarakat mengalihkan segala aktivitasnya dari rumah saja. Saya pun demikian. Tidak berani keluar rumah jika memang tidak dalam rangka keperluan mendesak. Untuk sekadar berbelanja kebutuhan bulanan di minimarket seberang gang kos saja, saya seperti sedang akan menghadapi pertempuran di medan perang.

Dan mencicipi makanan yang disebarkan infonya oleh DHKH bukanlah kebutuhan primer bagi saya. Masih bisa ditunda dan dilanjutkan seusai pandemi. Semua ini demi memerangi penyebaran virus Covid-19.

Namun keinginan untuk mencicipi makanan-makanan tersebut tak terbendung. Hasrat itupun semakin membuncah tatkala saya asyik menekuri setiap unggahan admin DHKH. Akun DHKH memang tidak berhenti menyebarkan foto disertai kalimat pendukung tentang kuliner di Jakarta agar para warganet tidak bosan menjalani masa isolasi mandiri.


Unggahan tersebut justru malah membuat saya semakin rindu dan penasaran dengan makanan-makanan tersebut. Rupanya saya tidak sendiri, beberapa warganet juga mengungkapkan hal demikian. Ini terlihat di kolom balasan akun tersebut.

Pergerakan yang terbatas akhirnya membuat kami hanya bisa membayangkan dulu kenikmatan makanan-makanan yang belum pernah dicoba. Untuk makanan yang sudah pernah dicoba pun hanya bisa kami ingat-ingat kenangannya.

Rupanya dari fenomena kerinduan yang tidak bisa disalurkan tersebut, muncul peluang yang ditangkap oleh para warganet lainnya. Mereka melihat ini sebagai kesempatan yang sayang dilewatkan. Maka beberapa di antara pengikut DHKH membuka jasa penitipan beli makanan-makanan yang hangat dibicarakan warganet.

Sistemnya, para jastiper (sebutan untuk orang yang meluangkan waktu membelikan pesanan warganet) mengonsep sebuah postingan yang memuat menu jastip yang ditawarkan beserta harga makanan, lokasi pengantaran, titik temu pengambilan, jam pengambilan, dan biaya jastipnya.

Postingan tersebut tentu dimodifikasi sedemikian rupa dan kontennya disesuaikan agar lebih menarik minat para pemesan (pemakai jasa). Postingan tersebut juga diserta hestek untuk memudahkan pemesan melakukan pencarian sesuai area mereka. Kemudian admin DHKH akan membantu memviralkan unggahan tersebut dengan cara memberi tanda suka atau mencuitkan ulang postingannya.

Lantas transaksi dimulai antara pemesan dengan penyedia jasa. Pemesan akan menghubungi kontak jastiper lalu keduanya akan saling bernegosiasi dan akan mengerucutkan hasilnya. Termasuk membahas jam janjian bertemu dan kelanjutan makanan yang dibeli akan diantarkan langsung ke rumah atau pembeli mengambilnya di titik temu. Semua dibicarakan.

Kehadiran jastip ini menjadi angin segar yang memudahkan warganet. Warganet cukup di rumah saja dan tidak harus menempuh perjalanan menuju tempat makan yang diinginkan. Tidak perlu juga mengantre untuk mendapatkan makanan. Makanan sudah langsung tiba. Tentu ada biaya jasanya. Rasa-rasanya tidak mahal, sepengalaman saya. Sepadan dengan usaha yang dilakukan jastiper. Apalagi para jastiper ini termasuk pemberani, berada di luar rumah kala pandemi.

Perjastipan ini sekaligus menjadi ladang untuk menambah pendapatan atau bahkan sumber pendapatan yang bisa diandalkan kala pandemi. Sepengamatan saya, beberapa yang menjadi jastiper ada yang menceritakan kisah mereka sebagai orang yang terdampak langsung wabah ini.

Ada yang semula bekerja sebagai tukang ojek daring namun harus banting setir menjadi jastiper lantara peraturan belum membolehkan mereka beroperasi. Ada yang mengaku sebagai pekerja yang terpaksa dirumahkan karena perusahaan sudah tidak kuat menggaji. Jadi, perjastipan ini memberi secercah harapan bagi kehidupan mereka.

Tak hanya pembeli dan jastiper yang diuntungkan dengan adanya transaksi perjastipan ini, para pelaku usaha makanan juga terbantu dengan kemunculan dunia jastipan. Usaha mereka bisa menggeliat kembali yang awalnya sempat lesu dihantam pandemi.

Pesanan berangsur normal bahkan cenderung membeludak, seperti yang saya terus perhatikan dari linimasa akun DHKH. Admin DHKH, jastiper, atau bahkan akun pemilik usaha sering mengabarkan kalau dagangan mereka laris manis diborong pembeli lewat jastiper. Sebuah simbiosis mutualisme.

Untuk para pedagang dan jastiper, jangan lupa patuhi protokol kesehatan ya. Jaga jarak saat mengantre mendapatkan makanan. Tetap gunakan masker. Rajin cuci tangan. Pastikan kondisi tubuh selalu fit dengan rutin mengonsumsi makanan bergizi seimbang. Begitupula para pedagangnya ya.

Untuk para pembeli, jangan lupa langsung cuci tangan setelah menerima pesanannya. Lalu semprotkan cairan pensteril di kemasan makanan supaya tidak ada kuman, bakteri, atau virus yang menempel. Pokoknya, patuhi prosedur kesehatan yang dianjurkan pemerintah, ya.