Lembaga Dana Pensiun BUMN Unfunded Nih, Kok Bisa?

Why - Canva

Why - Canva

Like

Saat ini, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juni 2020, ada 56 pengelola dana pensiun yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) nih, Be-emers.

Buat kamu yang belum tahu, ada dua entitas dana pensiun atau dapen nih, ada DPPK dan DPLK. Dana pensiun pemberi kerja (DPPK) merupakan lembaga yang didirikan suatu perusahaan sebagai pengelola dana pensiun dari karyawan-karyawannya.

Sedangkan DPLK adalah lembaga yang melayani pengelolaan dana pensiun dari karyawan perusahaan pendirinya serta nasabah lain dari luar, baik nasabah korporasi dan nasabah perorangan.

Baca Juga: Ada Rendana Dana Pensiun BUMN Dilebur, Gimana Prospek dan Efeknya?

Nah, dilansir dari laman Bisnis, sejumlah pengelola dana pensiun yang didirikan oleh BUMN ternyata mencatatkan rasio kekayaan di bawah 100 persen nih, Be-emers! Adapun, kondisi tersebut biasa dikenal dengan istilah unfunded.


Kok, bisa sih?
 

Gaji Pegawai Belum Sejalan sama Alokasi Dana Pensiun

Penyebab yang pertama yaitu adanya pertumbuhan gaji pegawai yang belum sejalan dengan alokasi dana pensiunnya lho!

Menurut Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Budi Frensidy, ada sekitar 67 persen Dana Pensiun Pemberi Kerja Manfaat Pasti (DPPK-MP) BUMN memiliki rasio kecukupan dana (RKD) di bawah 100 persen.

Nah, sekitar 68 persen dari total aset dana pensiun BUMN atau Rp101 triliun berada di DPPK-MP. Budi menilai, rasio kecukupan dana DPPK-MP di bawah 100 persen itu disebabkan oleh pertumbuhan gaji yang lebih besar dari asumsi awal, serta imbal hasil yang lebih rendah dari target budget.

Makanya, menurut Budi, buat mengatasi unfunded tersebut, perlu ada injeksi atau setoran tambahan nih. 
 

Investasi Dapen BUMN Harus Lebih Likuid

Budi juga mengatakan kalau selisih kurang antara kekayaan dan kewajiban atau defisit DPPK-MP BUMN cenderung membesar. Selain itu, penambahan jumlah DPPK-MP BUMN yang masuk dalam kategori unfunded pun terus bertambah.

Untuk itu, selain harus ada penyesuaian rasio pendanaan, investasi dapen BUMN harus bisa lebih likuid.

Menurutnya, dapen BUMN bisa fokus ke instrumen investasi dengan risiko kecil kayak Surat Berharga Negara (SBN), fixed income, Surat Utang Negara (SUN), Obligasi Republik Indonesia (ORI), dan obligasi korporasi berperingkat AAA.

Baca Juga: Seperti Apa sih Perhitungan Pesangon Pensiun dalam Omnibus Law?