2020 Tinggal 2 Bulan Lagi, Pilih Investasi Reksa Dana Atau Saham Ya?

Confused - Canva

Confused - Canva

Like

Enggak terasa ya, tinggal dua bulan lagi nih kita masuk di penghujung tahun 2020. Investasi apa saja nih yang sudah kamu koleksi hingga saat ini?

Sisa waktu dua bulan terakhir di tahun 2020 ini rupanya dinilai jadi kesempatan untuk berinvestasi di pasar saham maupun lewat reksa dana lho. Apalagi, kabar adanya vaksin Covid-19 jadi sentimen yang cukup positif untuk pergerakan pasar.

Meski begitu, kamu juga perlu berhati-hati nih, Be-emers. Ingat, vaksin tersebut belum didistribusikan. Jadi, gejolak pasar juga masih mungkin untuk terjadi.

Hmmm.. kira-kira, lebih asyik investasi di reksa dana atau langsung di pasar saham ya?

Menurut EVP Head of Wealth Management & Premier Banking Commonwealth Bank Ivan Jaya, dikutip dari Harian Bisnis Indonesia, di antara kelas aset lain, saat ini ini dia cenderung overweight pada kelas aset saham. Hal itu tentunya dipilih dengan sejumlah pertimbangan.


Pertama, ia mempertimbangkan adanya pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang membuka kembali bisnis memicu perbaikan pendapatan perusahaan. Kedua, perkembangan penelitian terkait vaksin Covid-19 yang positif, juga memberikan harapan bahwa pandemi ini dapat segera berakhir.

Ketiga, Ivan juga menilai kalau pemulihan ekonomi Indonesia sudah mulai terlihat, walaupun masih lemah. Adapun, realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan penanganan Covid-19 sudah mencapai Rp344,11 triliun.

Kalau dalam sisa waktu dua bulan terakhir tahun 2020 ini, penyerapan stimulus lebih tumbuh, kemungkinan keuangan emiten juga bakal meningkat dan tentunya berdampak positif bagi pasar saham lho!
 

Proyeksi Tahun 2021 dan Strategi Investasi

Menurut Ivan, valuasi saat ini yang masih lebih murah dibandingkan rata-rata valuasi 5 tahun terakhir.

Nah untuk tahun depan, Ivan memprediksi, sumber return pasar saham akan didorong oleh pertumbuhan earning per share (EPS) atau laba bersih per saham. Soalnya, re-rating telah terjadi tahun ini.

Ivan menuturkan, saat ini pasar telah memperkirakan pertumbuhan EPS 27 persen pada 2021, sedangkan kontraksi -25 persen pada 2020.

Makanya, dirinya menyarankan, sebaiknya kamu sudah mulai berinvestasi dari sekarang. Masalahnya, kalau nunggu tahun depan, yang mana saat pemulihan sudah berjalan penuh, maka valuasi juga sudah berubah.

Meski begitu, kamu juga tetap harus memperhatikan tujuan investasi, kondisi keuangan, dan profil risiko saat menentukan strategi investasi ya!

Misalnya, untuk kamu yang masuk dalam kategori investor konservatif, Ivan merekomendasikan portofolio yang diisi 60 persen reksa dana pasar uang atau deposito, 35 persen reksa dana pendapatan tetap (berbasis obligasi), dan 5 persen sisanya saham.

Sementara, untuk investor balanced, Ivan menyarankan, sebaiknya kamu memegang aset pasar uang 35 persen, reksa dana pendapatan tetap 35 persen, dan reksa dana saham 30 persen.

Sedangkan untuk kamu yang termasuk dalam investor agresif, kamu bisa mengoleksi reksa dana pasar uang 20 persen, reksa dana pendapatan tetap 20 persen, dan reksa dana saham 60 persen.
 

Bijak Pilih Instrumen Investasi

Buat kamu yang tertarik pada kelas aset saham, Ivan merekomendasikan reksa dana saham yang menitikberatkan pada saham dengan kapitalisasi pasar yang besar. Biasanya nih, saham-saham ini yang akan lebih dahulu meningkat kinerjanya saat ekonomi pulih.

Untuk aset kelas obligasi, bisa juga sih dipilih. Dengan pertimbangan, berlanjutnya proses pemulihan dapat memicu inflasi meningkat di tahun depan serta ruang pemotongan suku bunga yang masih terbuka, namun terbatas mengingat rupiah yang terdepresiasi.

Di luar reksa dana dan aset berbasis saham lainnya, kamu juga bisa kok memilih instrumen lain. Misalnya, emas fisik atau tabungan emas. Ivan menyarankan, ketika kamu investasi emas, sebaiknya jenis instrumen ini dikoleksi secara rutin dan berkala dan bukan untuk dijual-belikan kayak saham.

Jadi, mau investasi apa nih di dua bulan terakhir tahun 2020?

Baca Juga: Investor Disarankan Enggak Buru-Buru Balik ke Pasar Saham, Kok Gitu?